Rahasia Helen

"Mas, bangun. Ini udah siang. Katanya mau nganterin Lean sekolah."

Farhan bergumam.

"Sayang, bangun, yuk. Ayo mandi terus sarapan."

"Sarapan di sini saja."

"Ya udah, aku minta Mbok Wiwin buat dulu."

"Eh, mau ngapain?" tanya Farhan kaget. Dia pun bangun.

"Loh, katanya mau sarapan di sini."

Farhan mengacak rambutnya.

"Bukan sarapan itu, tapi ... ini." Farhan menarik tubuh Arini yang masih memakai kimono handuk. Rambutnya yang basah masih dia lilit dengan handuk putih.

Sarapan ala Farhan pun usai. Baik Arini maupun dirinya sudah rapi dan wangi. Farhan yang bersiap untuk mengantar anaknya, sementara Arini siap untuk berangkat kerja.

"Nah, ini makan juga buahnya." Farhan mengambilkan strawberry yang dilumuri cokelat untuk Alean.

"Di sekolahnya yang nurut ya sama Bu guru. Perhatikan dan jangan berantem sama teman. Kalau ada teman yang galak, kamu harus menegur dia. Kalau ada temen cewek yang digalakin, kamu harus melindunginya. Biar jadi pria idaman semua wanita."

"Mas!"

Farhan cekikikan saat melihat Arini kesal.

"Mbok, bekal untuk Lean sudah siap belum?"

"Udah, Bu."

" Sayang jangan jajan di kantin, ya. Makan saja bekal dari rumah. Mama takut yang di kantin sekolah tidak sehat. Yang ada kamu makan kuman bukan makanan bergizi."

"Mana ada di sekolah elit makanan tidak bergizi."

"Siapa tau, kan, Mas. Gak semua pedagang itu jujur. Kantin sekolah Alean itu agak-agak kurang higienis kayaknya. Aku takut dia sakit perut. Inget, ya, Sayang. Makan saja yang mama bawain dari rumah."

"Iya, Ma."

"Good boy."

Setelah semuanya selesai sarapan, Lean pergi bersama papanya, sementara Arini pergi sendiri.

Mereka berjanji akan bertemu saat makan siang tiba.

Arini bekerja di rumah sakit sebagai dokter spesialis anak. Pasien yang dia tangani setiap harinya selalu membludak, hingga akhirnya dengan terpaksa Arini memberi batasan kuota untuk setiap harinya. Hanya 30 pasien saja.

Saat istrinya bekerja, dan anaknya sekolah, Farhan biasanya menghabiskan waktu untuk berbelanja, membeli beberapa barang untuk dihadiahkan kepada istri dan anaknya.

Selesai berbelanja, Farah menjemput Lean ke sekolah lalu mereka akan menjemput Arini.

"Aku ada pasien tiga lagi, kalian mau tunggu di luar atau mau masuk?" tanya Arini pada Farhan di telpon.

"Kami masuk saja. Aku gak akan kuat lama-lama di sini tanpa melihat kamu."

"Ish, gombalnya nanti aja. Kasian pasienku anak-anak semua. Udah, ya. Aku mau ada pasien berikutnya. Bye, Sayang."

Suster mempersilakan pasien berikutnya untuk masuk. Seorang wanita cantik dengan dua anaknya.

"Silakan, Mam."

Arini mempersilakan wanita itu masuk. Dia menggendong anaknya yang paling kecil, sementara anak yang besarnya dia genggam.

"Kenapa, Mam? wah, cantik sekali kalian."

"Anak saya yang besar alergi kacang, untung dia tidak makan banyak, jadi tidak sesak dan hanya ruam-ruam saja."

"Wah, kamu kenapa bisa sampai makan kacang? Lupa, ya." tanya Arini sambil menilai memeriksa keadaan si anak.

"Sakit gak?"

Anak itu menggelengkan kepala.

"Pinter, ya gak sakit. Nah, Sekar coba lihat lidahnya. Buka mulutnya, ya, sayang. Aaaa."

Anak itu menuruti perintah Arini.

"Oke, sudah, ya. Nanti dokter kasih kamu obat, gak pahit kok. Rasanya manis dan wangi. Pasti kamu suka."

Arini membantu anak itu turun dan memakaikan sepatunya kembali.

"Mam, nanti saya resepkan obat. Ambil di apotik. Mam keluar langsung ambil kanan, di sana ada tulisannya farmasi."

"Oh, iya, Dok. Terimakasih."

"Sama-sama."

Arini mengantar mereka sampai depan pintu, saat melihat wanita dengan dua anak itu kesulitan, Arini gegas membantunya. Setelah memastikan tidak ada lagi pasien yang menunggu.

"Mari saya bantu." Arini membawa koper wanita itu.

"Terimakasih, Dokter."

"Tidak usah sungkan."

"Nama saya Chatrin, Dok."

"Hai, Chatrin. Apa kalian baru saja sampai atau mau pergi?"

"Kami baru sampai di kota ini. Rencananya mau merayakan ulang tahun anak saya yang kecil."

"Suaminya mana?"

"Suami saya sedang menyiapkan untuk acara besok."

"Oh, iya."

Setelah mendapatkan obat, Arini mengantar mereka menuju parkiran. Memastikan mereka mendapatkan taksi dibantu satpam memanggilkannya untuk mereka.

"Hati-hati di jalan, ya."

"Dok, jika ada waktu, datanglah besok. Saya pasti akan senang. Datang saja ke hotel Marina Hall pukul tujuh malam."

"Besok, ya?"

"Kenapa? apa tidak bisa hadir?"

"Besok saya harus mengantar suami saya ke bandara. Dia mau berangkat kerja soalnya."

"Yaaah, sayang sekali."

"Tapi akan saya usahakan jika waktunya masih sempat."

"Saya akan sangat senang jika dokter datang."

"Baiklah, hati-hati di jalan."

Arini melambaikan tangan pada pasien yang baru saja dia tangani.

"Mama!"

Arini menoleh, suami dan anaknya berlari dari belakang menghampirinya.

"Kamu ke mana saja? Aku muter-muter nyariin."

"Maaf, Mas. Tadi aku habis nganter pasien dulu. Kasian dia keliatannya repot banget bawa dua anak."

"Oh, ya sudah. Ayo kita pergi makan Lean sudah lapar."

"Anak mama kelaparan, ya?" tanya Arini sambil menggelitik perut Lean. Anak itu berlari meminta perlindungan pada papanya.

Mereka berlarian di parkiran rumah sakit dengan gembira, tidak peduli meski cuaca begitu terik.

Sesampainya di restoran, mereka pun makan dengan bahagia. Mendengarkan kisah Lean saat di sekolah.

"Aku dapet ini, Ma." Lean memberikan kartu berwarna hijau mint.

"Apa ini?" Arini membuka kartu yang dilipat itu.

Tulisan khas anak kelas satu, baik tulisan maupun susunan kalimatnya belum sempurna. Arini yang tidak kuat membaca tulisan itupun tertawa terbahak-bahak.

"Apa, sih, Sayang?" tanya Farhan sambil mengamati kartu itu dari istrinya.

"Lean, aku akan berhenti makan banyak biar cantik. Kamu biar suka aku. Aku suka juga sama kamu. Semoga kamu suka aku juga. Helen."

"Papa kenapa dibaca keras-keras nanti orang denger, kasian Helen kalau suratnya dibaca orang. Nanti dia malu. Nanti gak suka lagi sama aku."

Arini semakin terkekeh.

"Loh, memangnya kenapa kalau dia gak suka lagi sama kamu? Masih ada wanita lain."

"Aku suka juga sama Helen."

Arini tidak dapat menghentikan tawanya hingga sudut matanya berair.

"Terus kamu jawab apa surat ini?"

"Aku bilang kalau aku suka sama wanita lain."

"Loh, katanya suka juga sama Helen, kenapa malah bilang suka wanita lain?"

"Aku cintanya sama mama. Aku bilang gitu sama Helen, terus dia jawab gini, 'aku juga cinta sama Daddy aku, tapi Daddy suka sama Bi Rita."

"Hah? Bi Rita? Itu makanya?"

"Bukan, Pa. Itu susternya Helen. Katanya kalau mama Helen pergi arisan ke luar negeri sama teman-temannya, Daddy Helen suka ditemenin bobo sama Bi Rita. Kata Daddy Helen, Daddy Helen takut bobo sendirian."

Arini dan Farhan terkejut mendengar ucapan Lean. Mereka panik bukan main.

"Eem, sayang. Dengerin mama, ya. Apa yang dikatakan Helen, jangan kamu ceritakan pada siapapun lagi, ya. Anggap saja itu rahasia di antara kalian. Oke?"

"Kenapa?"

"Ya jangan aja pokoknya. itu kan rahasia kalian berdua. Jadi jangan sampai bocor."

"Ooops!"

Arini dan Farhan saling menatap.

"Kenapa?" tanya Farhan.

"Tadi aku ketemu Mommy Helen, terus aku bilang kalau Daddy Helen gak bisa bobo sendiri, dia payah 'kan, Pa?"

Farhan mengangguk canggung.

"Sayang, Mommy Helen bilang apa?"

"Dia tanya aku tahu dari siapa? Aku jawab Helen yang bilang, terus Helen juga bilang sama Mommy nya kalau Daddy suka minta ditemenin bobo sama suster Rita."

Arini menutup wajahnya dengan kedua tangan.

Sementara Farhan memalingkan wajah sambil menghembuskan nafas panjang.

"Mama sama Papa kenapa? Sedih, ya karena rahasia kami bocor ke mommy Helen?"

Farhan mengangguk dengan raut wajah sedih seperti anak kecil.

Terpopuler

Comments

Riana

Riana

astaga😱😱😱

2023-04-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!