Howloff menggendong Labeouff ke ranjang kasur rumah, diikuti oleh sisa pasukan pemburu vampir yang masih hidup. Mengecek punggung Labeouff yang terkena peluru perak, masih ada bekas luka yang menempel di bajunya.
“Labeouff, sadarlah nak!” ucap Howloff sambil menepuk pipi anaknya.
Tak kunjung sadarkan diri, Howloff benar-benar marah, dia memukul kepala pemburu vampir yang menembak anaknya tadi. Kemudian dia keluar dari rumah memanggil para dokter medis yang bisa memeriksa kondisi Labeouff saat ini.
Berselang waktu pemeriksaan terhadap Labeouff, Howloff masih menunggu dibalik pintu kamar. Membenturkan kepalanya pelan ke tembok kayu, Dia jadi teringat wujud Rabe yang menyerupai Labeouff berubah menjadi manusia vampir setelah Labeouff tertembak peluru perak.
“Siapa anak vampir yang mirip Labeouff tadi? kenapa dia bantu melawan manusia kanibal?” tanya Howloff dalam hatinya.
Kenapa hal itu bisa terjadi, jadi sejak dari awal Howloff diikuti oleh Labeouff dari belakang. Dia tidak menyangka anak itu akan ikut berburu manusia kanibal, padahal dia masih kecil dan belum cukup umur untuk melawan manusia kanibal.
30 menit kemudian, alhasil kondisi Labeouff sudah siuman. Dokter medis terus terang bilang ke Howloff kalau ada yang aneh dengan luka tembak peluru perak di punggung belakang Labeouff.
“Tuan Howloff, saya melihat ada cahaya merah di perut Labeouff yang menahan peluru perak tidak menembus tulang rusuknya.” kata dokter medis.
Howloff pun masuk kamar melihat anaknya yang diam berbaring memegang kain tisu berdarah, ada peluru perak diatasnya. Membuka kancing baju putih Labeouff, terlihatlah jelas bentuk asli cahaya merah yang ada dalam perutnya.
“Syukurlah kamu baik-baik saja nak!” lirih Howloff dengan mengelus rambut Labeouff.
Howloff berbisik pelan melantunkan bacaan mantra yang mampu melihat bentuk asli cahaya merah dalam perut Labeouff. Ternyata itu adalah sebuah batu Ruby berwarna merah tua, Howloff bisa merasakan hawa hangat dalam batu Ruby tersebut. Labeouff menyerahkan peluru perak ke ayahnya dan berkata,
“Ayah, dimana Rabe? apa dia baik-baik saja?” tanya Labeouff dengan suara pelan.
Mata Howloff mendelik ketika Labeouff menanyakan soal Rabe, pasti yang dimaksud itu adalah manusia vampir yang telah menolongnya di hutan hujan.
“Jadi Rabe si manusia vampir itu teman barumu, dia kabur setelah melihatmu tertembak peluru perak dari pemburu vampir.”
“Iya,” Labeouff menganggukkan kepalanya.
Membuang jauh-jauh peluru perak ke arah jendela kamar, Labeouff bangun dari ranjang kasur yang terbuat dari bahan jerami. Melihat ayahnya yang menatap ke jendela kamar dengan tangan yang masih mengepal.
“Aku mau ke taman bermain!” kata Labeouff melangkah kaki keluar pintu kamar.
“Tidak,” larang Howloff dengan suara pelan.
“Tapi aku ingin menghibur anak-anak kecil di rumah pohon.” dengan muka melas.
Howloff menarik nafas dalam, menghembuskan nafas pelan-pelan. Tampang wajahnya mengerut mendengar Labeouff yang ingin bermain ke taman bermain. Anak ini butuh penjagaan ketat supaya nggak macam-macam batin Howloff dalam lubuk hatinya.
Tanpa banyak bicara, Labeouff menghentakkan kaki keluar dari rumah, Howloff yang melihat dari sudut jendela kamar hanya memasang wajah tersenyum meringis. Saat Labeouff hilang dari pandangannya, Dia bersiul memanggil burung gagak. Menggunakan bahasa burung menyuruh mengikuti Labeouff.
Labeouff mengingat kembali momen menghadang Rabe sebelum kesadaran menghilang. Rabe menggunakan bentuk wujud tubuh Labeouff untuk menyerang manusia kanibal yang jelas dilihat oleh Howloff dan pasukan pemburu vampir.
Labeouff tahu alasan dia tidak ke taman bermain karena sang ayah sudah mengetahui bulu kelelawar biru milik Rabe. Namun sebenarnya Labeouff bukan maksud ingin ke taman bermain.
...•••...
“RABEEE!” panggil Labeouff berteriak keras.
Labeouff nekat balik lagi ke hutan hujan untuk memastikan apakah Rabe ada disana. Menoleh kanan kiri, memanjat batang pohon, mengecek lokasi terakhir pasukan Howloff dan manusia kanibal tetap tidak ada petunjuk ataupun jejak kaki. Menyusuri hutan hujan lebih dalam, kali ini Labeouff melintasi sebuah jembatan gantung yang mengarah ke suatu gua kecil yang gelap.
Eureka, Labeouff menemukan ada bulu kelelawar biru yang menempel di bebatuan dekat gua tersebut. Yakin jika Rabe ada disana, Labeouff memejamkan mata, merentangkan kedua tangan ke depan mulai masuk ke dalam gua. Labeouff memanggil nama Rabe berulang kali, dia tak mau membuka mata sebelum ada yang menyahutnya.
Selangkah demi langkah, kakinya menginjak kerikil kecil yang tajam. Ingin sekali membuka matanya tapi tetap dia tahan.
“Aduhh!” suara Labeouff tersandung batu ukuran sedang.
Seketika itu Labeouff yang masih memejamkan mata merasa ada cahaya merah dalam perutnya yang menyala lagi, membuka matanya perlahan di depannya ada Rabe yang tidur sempoyongan sambil memegang perutnya, mukanya putih pucat dan kusam. Manusia vampir satu ini nampak kelaparan, mengingat dia telah bantu menolong Howloff melawan manusia kanibal.
“Rabe, kamu kenapa?” tanya Labeouff dengan menggoyangkan bahu tangan Rabe.
“Aku lapar,” lirih pelan Rabe.
“Kamu mau makan apa? daging, darah, telur atau ikan,” tanya Labeouff sambil membantu Rabe berdiri.
Rabe menggelengkan kepala ketika melihat cahaya merah dalam perut Labeouff, dia sudah tak butuh energi cahaya merah lagi, yang dia butuhkan sekarang hanyalah makanan. Mereka berdua pun berjalan pelan-pelan keluar dari goa. Rabe mengekor di belakang Labeouff, pandangan matanya tertuju ke leher Labeouff.
Rabe naik ke atas punggung Labeouff lalu menggigit leher temannya dengan dua gigi kecil yang tajam dan runcing. “Maaf, aku butuh santapan darah dari tubuhmu.” kata Rabe dengan wajah tersenyum lebar.
Labeouff mendesis kesakitan merasakan nyeri gigitan Rabe di lehernya, meskipun gigitan membekas di leher yang terlihat bengkak bercak kemerahan. Yang terpenting, Rabe masih bisa mencerna darah Labeouff supaya memulihkan energinya.
Mereka berdua keluar dari perbatasan hutan hujan, Rabe merubah wujud menjadi kelelawar biru, dia masuk ke saku baju coklat polos yang dipakai Labeouff. Lebih terasa aman di dalam sana tanpa terkena pantulan cahaya matahari yang sebentar lagi akan segera terbenam.
Di tengah perjalanan Labeouff berani membawa Rabe masuk ke desa Terraxophia, dia membawa Rabe ke taman bermain untuk beristirahat sejenak. Labeouff mendorong pelan Rabe bermain ayunan.
Rabe terlihat senang sekali bermain ayunan di taman bermain, walaupun suasana saat itu sepi tak ada satupun anak-anak kecil yang bermain di dalam rumah pohon.
“Rabe, maukah kau mengikat janji berteman denganku untuk selamanya?” tanya Labeouff sambil mengulurkan jemari kelingking.
“Teman? apa kamu yakin Labeouff?” tanya balik Rabe.
“Ayolah kita kan kembar, aku yakin mau berteman denganmu walau kita berdua berbeda.” kata Labeouff dengan tersenyum manis.
Melihat senyuman Labeouff, maka dia ingin sekali berteman dengan Rabe si manusia vampir. Rabe tak ingin menolak, dia pun menerima janji Labeouff sebagai teman selamanya. Mereka berdua saling mengikat jemari kelingking pertanda memulai persahabatan.
“Aku janji,” ucap Rabe membalas senyuman Labeouff.
Labeouff memeluk erat Rabe, dia benar-benar senang punya teman manusia vampir.
“Baiklah, mari kita makan bersama ke rumahku!”
Mereka berdua masuk wilayah desa Terraxophia, Labeouff tak sabar ingin mempertemukan Rabe dengan ayahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 25 Episodes
Comments