"Aaaaa!" Mikhayla berteriak dan mengerahkan seluruh tenaga, tetapi bayi dalam kandungannya enggan keluar juga.
"Huh, huh, huh." Mikhayla tampak terengah-engah. Rasanya lelah sekali meskipun dia baru mengejan satu kali. wanita itu mengejan untuk yang kedua kalinya.
"Aaaaa!"
"Ayo terus Neng kantung ketubannya sudah kelihatan!"
"Aduh saya rasanya tidak kuat Nek." Mikhayla mengeluh. Tenaganya terkuras sudah, berusaha mengeluarkan seorang bayi baginya sama seperti melawan musuh lebih dari sepuluh orang.
"Istirahat sebentar Neng, kumpulkan tenaga dulu, kalau sudah siap baru mengejan lagi!" saran dukun beranak tersebut.
"Neng tolong buatkan dia segelas air gula di dapur!" perintah dukun beranak itu pada Kinar dan Kinar segera berlalu ke dapur dan mengambil apa yang diperintahkan.
Setelah Kinar memberikan air gula tersebut, dukun beranak sejenak terdiam. Dia tampak membaca doa lalu meniup air dalam gelas tersebut.
"Minumlah!" Dukun beranak itu menyodorkan gelas pada Mikhayla setelah dibacakan doa. Tanpa pikir panjang Mikhayla langsung meneguk air tersebut dan memberikan gelas kosong ke tangan Kinar.
"Bagaimana? Tenaganya sudah kembali?"
Mikhayla mengangguk mantap.
"Ayo coba lagi Neng!"
Mikhayla pun membenarkan posisinya kembali dan mencoba mengenjan untuk yang ketiga kalinya.
"Aaaaa!"
"Lebih kuat lagi Neng biar air ketubannya pecah!"
Mikhayla menggeleng. Rasanya dia benar-benar tidak sanggup. Jangankan bayinya keluar air ketubannya saja tidak mau pecah.
"Saya bantu Neng, ayo mengejan lagi!"
Dukun beranak dan Mikhayla tampak sudah bermandikan keringat sedangkan muka Kinar tampak pucat. Dia sangat khawatir dengan keadaan Mikhayla. Kalau nanti terjadi sesuatu dengan Mikhayla mungkin saja bukan hanya dukun beranak yang kena masalah. Namun, dirinya juga sebab Zaman sekarang dukun beranak sudah tidak diperbolehkan membuka praktek kecuali hanya mendampingi bidan saja.
"Aaaaa!" Mikhayla mengejan lagi setelah mengumpulkan banyak tenaga. Melihat tidak ada perkembangan dari kantung ketubannya dukun tersebut langsung mencubit dengan keras kantung ketuban (amnion) yang sudah terlihat di jalan lahir.
Crat!
Amnion berhasil pecah dan cairan bening sampai muncrat kemana-mana, bahkan mengenai pipi Kinar.
"Sorry Kinar." Ditengah kesakitan perut yang semakin menyiksa Mikhayla masih sempat merasa tidak enak pada sahabat yang mendampinginya saat lahiran.
"Tidak apa-apa Mik, jangan kau pikirkan aku, pikirkan saja diri dan bayi dalam kandunganmu." Kinar mengusap wajahnya dengan kedua tangan.
"Ah Nek rasanya sudah mau keluar."
"Iya Neng, ayo mengejan lagi!"
Mikhayla sudah lebih tenang. Dia menarik nafas panjang dan menghembuskan perlahan, lalu dengan sekuat tenaga mengejan lagi.
"Aaaaa!"
"Astaghfirullah hal adzim!" Dukun tersebut terlihat syok sebab ternyata yang keluar duluan dari bayi tersebut adalah bagian kakinya.
"Kenapa Nek?" Kinar dapat menebak dari raut wajah dukun tersebut bahwa keadaan bayi dan Mikhayla tidak sedang baik-baik saja.
"Tenanglah, saya bisa mengatasinya." Dukun tersebut mencoba untuk bersikap tenang agar tidak semakin membuat Mikhayla putus asa.
Sebenarnya dulu jika menghadapi persalinan seperti ini tidak masalah baginya. Namun, di zaman sekarang dia sudah tidak terbiasa sebab ketika orang hamil dengan keadaan sungsang pasti sudah dirujuk ke rumah sakit untuk untuk dilakukan operasi sesar maupun dengan tindakan oleh dokter kandungan langsung.
Namun, semua sudah terjadi. Dukun itu sudah menyanggupi begitu saja untuk membantu persalinan Mikhayla tanpa memeriksa posisi bayi dalam kandungan wanita itu sebelumnya sebab Mikhayla sudah datang dalam keadaan yang sepertinya sudah siap melahirkan. Jika dilarikan ke rumah sakit pun untuk dilakukan tindakan operasi sudah terlambat sebab kaki bayinya sudah terlihat menyilang di jalan lahir.
"Ayo Neng mengejan sekali lagi dan kerahkan semua tenaga Neng. Bayinya sudah kelihatan. Neng pasti sudah tidak sabar kan ingin memeluknya."
Mendengar perkataan dukun beranak Mikhayla tersenyum sambil mengangguk. Benar apa kata dukun tersebut, Mikhayla memang sudah tidak sabar lagi ingin menimang dan mengecup kening bayinya itu.
Saat itu pula terlintas wajah Bima di depan matanya. Mikhayla memejamkan mata dan bergumam dalam hati. "Aku kuat Kak meski tanpa bantuanmu. Aku bisa."
Mikhayla langsung mengejan dengan semua kekuatan yang dimilikinya.
"Aaaaa!"
"Alhamdulillah." Akhirnya dukun tersebut bernafas lega. Namun, Kinar yang menyaksikan malah terlihat semakin pucat dan tubuhnya gemetar melihat bayi tersebut tidak menangis seperti pada persalinan normal biasanya. Dia pikir bayi Mikhayla terlahir mati.
Dengan cepat dukun beranak segera melepaskan lilitan tali pusar melalui kepala bayinya.
"Oek, oek!"
Akhirnya terdengar tangisan bayi yang menggema di dalam ruangan tersebut.
"Alhamdulillah." Kinar pun langsung sujud syukur di tempat.
"Sudah lahir?" Mikhayla bertanya-tanya mendengar suara tangisan bayi.
"Iya selamat ya Neng bayinya perempuan," ucap dukun tersebut.
Alhamdulillah dan terima kasih banyak ya Nek. Nenek sudah telaten membantu persalinan saya.
"Sama-sama Neng, tapi sekarang Eneng mengejan lagi ya!"
"Bayinya kembar Nek? Masih belum ada yang keluar?" tanya Mikhayla tak mengerti sebab saat memeriksakan kandungan, dokter tidak pernah mengatakan bahwa bayinya kembar.
"Tidak Neng cuma plasentanya belum keluar.
Mikhayla mengangguk, dia baru ingat tentang pelajaran Biologi yang dipelajari di sekolahnya.
"Mengejan sedikit saja Neng tidak usah terlalu kuat seperti tadi!"
"Baik Nek." Akhirnya Mikhayla mengejan lagi dan plasenta langsung keluar menyusul bayi perempuan tadi.
Dukun menyarankan Mikhayla istirahat sejenak sedang dirinya membersikan bayi kecil dari Mikhayla sebelum akhirnya menaruh di perut ibunya untuk dilatih mencari ****** susu agar nanti terbiasa menyusu pada ibunya.
"Kau cantik sekali." Mikhayla mengelus rambut bayinya yang kini sudah berada di atas perutnya. Kepala putri kecilnya sudah nampak memiliki rambut hitam lebat. Mikhayla mencium kening bayinya kemudian beralih ke pipi. Matanya sudah nampak berkaca, antara senang dan sedih sebab bayinya akan tumbuh besar tanpa kasih sayang seorang ayah.
"Semoga kau menjadi anak yang Sholehah tidak seperti mami yang-"
"Hus, sudahlah Mik, Tuhan memberikan ujian ini karena tahu bahwa kamu mampu menjalani. Teruslah melangkah ke depan dan jangan pernah lagi melihat ke belakang jika dengan menengok ke belakang bisa membuatmu terjatuh. Masa depan cerah menantimu. Berjuanglah, jika tidak untukmu paling tidak untuk masa depan bayi ini."
"Baik Kin, terima kasih atas nasehat dan semangatnya." Mikhayla mengeratkan pelukannya pada bayi tersebut.
"Sayang, kita akan berjuang sama-sama. Mami sangat menyayangimu."
"Oh ya Mik kamu akan kasih nama dia siapa?" tanya Kinar tiba-tiba.
"Hmm siapa ya?" Mikhayla tampak berpikir sejenak.
"Karena kamu cantik dan anak mami yang paling mami sayang mami kasih nama kamu Cantika Mhikayla Putri." Mikhayla mengusap pipi anaknya.
"Nama yang bagus, tapi maaf tidak memakai nama belakang ayahnya?" Kinar tampak ragu berkata.
"Tidak Kinar dia anakku seorang, hanya aku," tekan Mikhayla. Sengaja wanita itu tidak membubuhkan nama Bima di belakang nama putrinya sebab baginya Bima tidak punya hak untuk mendapatkan gelar seorang ayah dari putrinya itu.
"Baiklah jika itu keputusanmu," ujar Kinar.
"Neng kalau sekiranya sudah tidak pusing sebaiknya mandi wiladah dulu Neng. Tahu kan tata caranya?"
"Tahu Nek."
Dukun beranak itupun mengangguk. "Mari saya antar ke kamar mandi!"
"Baik Nek, Kinar nitip Cantika ya."
"Beres, kamu mandilah dulu!"
***
Sehari setelah melahirkan barulah Mikhayla kembali ke toko dengan memboyong bayinya yang masih merah itu. Selama sehari dukun beranak itu menyarankan untuk tinggal di rumahnya sampai memastikan kondisi Mikhayla baik-baik saja.
Semua teman-temannya menyambut kedatangan anak dan ibu tersebut. Pemilik toko memberikan kompensasi agar Mikhayla tidak bekerja selama satu minggu. Namun, karena tempat tinggal Mikhayla adalah toko itu sendiri wanita itu tidak enak jika hanya berdiam diri sementara yang lain sibuk bekerja. Mikhayla tetap membantu walau hanya merangkai bunga dan tidak ikut dalam pengantaran.
Seminggu berlalu saat Mikhayla tengah membuat buket bunga, Cantika menangis keras. Wanita itupun langsung menghentikan pekerjaannya dan berjalan cepat ke arah Cantika.
"Ada apa sayang?" Mikhayla menggendong tubuh Cantika dan langsung sigap menyusui. Namun, Cantika sama sekali tidak mau menyusu dan malah semakin menangis kencang.
"Kamu kenapa sayang? Tidak seperti biasanya kamu begini." Mikhayla merasa tubuh Cantika berbeda. Dia langsung meraba dahi putri.
"Kamu panas sayang. Minum ASI dulu ya Nak setelah ini kita pergi ke rumah sakit." Mikhayla berusaha agar Cantika bisa mendapatkan ASI dari dirinya. Namun, tetap saja bayi itu menolak dan tangisannya semakin histeris.
"Ada apa ini?" Mikhayla gusar, dia mencoba menimang-nimang bayinya itu barangkali dengan perilaku tersebut bisa mendiamkan Cantika.
"Sayang!" seru Mikhayla melihat tubuh Cantika bergetar. Bayi itu kejang-kejang.
"Kinar, Bang Jo! Tolong!" teriak Cantika panik.
"Ada apa Mik?"
"Cantika Bang, Cantika." Mikhayla tidak dapat berkata apa-apa selain menyebut nama putrinya sebab dia benar-benar kacau saat ini."
Johan dan Kinar segera menatap ke arah Cantika, tanpa diberitahu pun mereka sudah tahu apa yang harus mereka lakukan.
"Ayo kita segera ke rumah sakit."
"Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Sita Sit
semoga bayinya gpp ,cuma kejang karna panas aja,kasian Mikha
2023-01-28
1
Aulia Finza
lho...kenapa???jgn buat sakit parah thor kasihan mikha
2022-11-20
2