6 Bulan kemudian.
"Mbak pesan buket bunga hidup, bisa?" tanya seorang pembeli saat Mikhayla sedang sibuk merangkai buket bunga imitasi pesanan seseorang.
"Boleh Mas, mau pilih bunga apa?"
"Hmm, yang cocok untuk mengungkapkan perasaan cinta kira-kira bunga apa ya Mbak?" tanya balik pria tersebut.
"Apa ya Mas? Ada beberapa yang bagus dan cocok sih, mawar, merah atau anyelir merah kayaknya cocok. Itu untuk pacar atau istri?"
"Istri sih, ini untuk anniversary kami yang pertama."
Mikhayla tampak mengangguk.
"Oh kalau menurut saya bunga Anyelir merah bagus tuh Mas. Bunga itu melambangkan cinta, pesona dan kekaguman. Anggap saja setelah satu tahun pernikahan, Mas nya semakin cinta, kagum, dan terpesona dengan istri Mas."
"Ah Mbak ini ada-ada saja," ujar pria tersebut lalu terkekeh.
"Loh itu benar loh Mas, selain bisa digunakan untuk perayaan anniversary pernikahan yang pertama, bunga tersebut bisa juga dipakai untuk menembak pacar dan mengungkapkan perasaan cinta atau untuk melamar seseorang."
"Kalau mawar merah Mbak?"
"Kalau mawar merah itu juga mengungkapkan perasaan cinta dan romantisme, biasanya itu ada perhitungannya dan orang sering memilih 12 tangkai untuk melambangkan perasaan cinta yang utuh. Cintaku hanya untukmu gitu loh Mas." Setelah mengatakan itu Mikhayla langsung terkekeh.
"Wah Mbaknya hebat ya dalam pengetahuan tentang bunga."
"Nggak juga Mas, cuma karena pekerjaan saya di bidang perbungaan sekarang, ya harus belajar tentang bunga termasuk bunga-bunga itu melambangkan atau menyimbolkan apa. Tahu sedikit-sedikit saja sih Mas. Jadi keputusannya Mas mau pilih bunga yang mana dari keduanya tadi? Atau mau pilih bunga yang lain lagi boleh, terserah Masnya." Mikhayla meletakkan buket bunga yang selesai dirangkainya di atas meja.
"Wow Mbaknya sambil mengobrol sudah menyelesaikan satu buket ya, benar-benar keren," puji pria itu lagi.
"Ya mau gimana lagi Mas, kalau saya ngobrol ya ngobrol saja nggak kelar dong pekerjaan saya secara kan saya bekerja sama orang. Bisa dipecat kalau tidak sigap."
Pria itu mengangguk. "Ya sudah anyelir merahnya saja."
"Baik Mas."
Dengan cekatan Mikhayla meraih beberapa tangkai bunga anyelir merah dan merangkainya. Kemudian dia meraih kertas cellophane sebagai pembungkus bunga dan jadilah buket bunga yang indah.
"Sudah Mas apa ada yang kurang?" Mikhayla menunjukkan hasil kreasinya. Dia memang sering meminta pendapat pada orang yang datang langsung ke toko tersebut untuk memesan bunga siapa tahu kurang puas dan Mikhayla akan memperbaikinya agar pelanggannya bisa merasakan kepuasan berbelanja di toko tersebut.
Terbukti dengan bersikap seperti itu, sejak Mikhayla bekerja di toko tersebut banyak pelanggan yang memilih datang langsung ketimbang memesan melalui jalur online.
"Wow terima kasih banyak Mbak, ini cantik sekali seperti wajah dan hati istri saya."
"Wah Mas nya romantis banget nih. Pasti istrinya merasa beruntung memiliki suami seperti Mas."
"Mbaknya juga, pasti suami Mbak merasa beruntung memiliki istri yang pintar dan cekatan seperti Mbak." Pria itu berkata sambil melihat ke arah perut Mikhayla yang buncit.
"Ah Mas nya bisa aja," ucap Mikhayla mencoba tersenyum padahal dalam hati terasa sakit sekali kala mengingat dirinya tidak mempunyai suami. Bukan cuma itu saja, Bima pun tidak mengakui bahwa yang dikandung oleh Mikhayla adalah anaknya.
Mungkin dia kira bayi ini anak pria lain. Ya, siapa laki-laki yang akan percaya pada wanita murahan yang dengan mudah mau diajak tidur olehnya. Pasti dia pikir saya tidak hanya tidur dengannya saja.
Tak terasa air mata menetes di pipi Mikhayla.
"Mbak!" seru pria tersebut melihat Mikhayla malah terlihat bersedih.
"Ah iya Mas?" Segera Mikhayla mengusap pipinya yang basah.
"Mbak melamun? Mbak bersedih? Apakah ucapan saya menyinggung Mbak?" Pria tersebut merasa bersalah.
"Ah tidak, saya hanya ingat pada suami saya yang sudah meninggal." Mikhayla menganggap Bima sudah mati dan harus mati di hatinya.
"Maaf Mbak saya membuat Mbak bersedih. Berapa harga buket bunganya?"
"Tidak masalah Mas nya tidak perlu meminta maaf hanya saja hati saya sedang melow sekarang. Oh ya, harganya 500 ribu."
Pria itu mengangguk dan menyodorkan uang ke tangan Mikhayla lalu pamit pergi.
"Kinar apakah kau yang akan mengantarkan papan ucapan berbela sungkawa ini ke rumah Pak Wijaya?"
"Kamu aja deh Mik, biar aku yang gantikan merangkai buket bunganya," ujar Kinar yang meletakkan bunga-bunga hidup yang baru dibelinya dari penyuplai bunga bersama beberapa karyawan lainnya.
"Baiklah kalau begitu, setelah mengantar papan bunga ini saya akan langsung ke rumah sakit untuk memeriksakan kandungan, rasanya perutku sejak semalam tidak nyaman."
"Sudah izin sama Bos?"
"Sudah semalam."
"Ya sudah baiklah kalau begitu silahkan," sahut Kinar.
"Bang Johan yuk antar ke rumah Pak Wijaya dan beberapa rumah lainnnya!" perintah Mikhayla pada karyawan yang bisanya bertugas menyetir mobil pickup milik toko.
"Oke siap Mik, yang mana saja yang harus dibawa? Biar aku bantu."
"Yang ini, papan karangan bunga duka dan yang itu papan ucapan selamat pernikahan, selamat ulang tahun dan semua pokoknya yang sudah siap harus selesai diantar sekarang juga."
"Oke siap."
Mikhayla pun mengangkut barang papan bunga ke atas mobil pick up dibantu oleh Johan dan teman-teman yang lainnya.
Seharian itu Mikhayla berkeliling untuk mengantarkan papan ucapan selamat di berbagai rumah dan perusahaan.
"Sudah Mik kamu tunggu di mobil saja, biar saya yang akan menurunkan papannya," cegah Johan saat melihat Mikhayla meringis menahan sakit.
Mikhayla mengangguk dan kembali ke dalam mobil sedangkan Johan meyelesaikan pekerjaan mereka.
"Kamu kenapa Mik?" tanya Johan saat kembali ke dalam mobil menyaksikan Mikhayla masih meringis dengan memegang perutnya.
"Perutku sakit Bang Jo, tolong antar aku ke rumah sakit."
Dengan sigap, Johan langsung mengantarkan Mikhayla ke rumah sakit terdekat.
"Aku ke dalam dulu Bang Jo."
"Aku ikut ya? Aku khawatir terjadi sesuatu padamu."
"Tadi usah, Bang Jo tunggu di parkiran saja!"
Mikhayla terus melangkah masuk ke dalam bangunan rumah sakit. Sampai di ruangan pendaftaran dia melihat Mailena berbicara dengan seorang dokter.
"Kak Mailena?" Rasa rindu menyergap, Mikhayla berjalan cepat ke arah kakaknya
Namun, langkahnya tiba-tiba berhenti tatkala melihat Mailena tidak seorang diri.
"Om Tian, Tante Fera?"
Langkah Mikhayla undur ke belakang dan langsung pergi meninggalkan tempat.
"Mika?" gumam Fera dan langsung meninggalkan anak dan menantunya untuk mengejar Mikhayla.
Sadar dikuti, Mikhayla langsung berlari dan bersembunyi di sebuah ruangan yang tidak terkunci.
"Maaf Bu, ada yang bisa saya bantu?" Beruntungnya dokter yang ada di dalam ruangan tersebut tidak marah dan malah menyapanya dengan ramah. Beruntungnya lagi, ruangan tersebut adalah ruangan dokter kandungan.
"Saya ingin memeriksakan kandungan saya Dok."
"Baiklah silahkan berbaring!"
Mikhayla mengangguk dan menurut, membiarkan dokter memeriksa bayi dalam kandungannya.
"Ya sudah silahkan duduk!"
Setelah menyelesaikan serangkaian pemeriksaan akhirnya Mikhayla duduk berhadapan pada sebuah kursi.
"Sebenarnya sudah saatnya dirimu melahirkan, sudah sakit perut, kan?"
Mikhayla mengangguk. "Sudah sejak semalam Dok."
Dokter tersebut mengangguk. "Hanya saja Anda tidak bisa melahirkan dengan normal sebab setelah saya USG tadi bayinya terlilit tali pusat. Jadi sangat beresiko untuk melahirkan normal."
"Jadi maksud Dokter saya harus melakukan operasi sesar begitu?"
"Tepat sekali."
"Biayanya berapa Dok?"
"Kira-kira sebesar 15 juta."
Nyali Mikhayla ciut mendengar angka yang disebutkan oleh dokter tersebut. Tabungannya selama bekerja di toko bunga tidak ada sebanyak itu sebab toko tidak menanggung biaya makan sehari-hari pegawainya meskipun menyediakan tempat tinggal di sana. Apalagi kondisi Mikhayla yang hamil selalu mengidam ini dan itu dan Mikhayla pun tidak mau anaknya ileran nanti kalau keinginan saat ngidam tidak dituruti.
"Saya akan memberitahukan pada keluarga saya dulu Dok."
"Baiklah silahkan, setelah konfirmasi kepada pihak keluarga disarankan secepatnya kembali ke sini sebab jika telat anak Anda mungkin saja tidak bisa diselamatkan sebab posisi tali pusarnya mencekik leher bayi ibu."
"Baik Dok, kalau begitu saya pamit dulu."
"Silahkan."
Mikhayla kembali ke mobil dan langsung menyuruh Johan untuk menyetir mobil kembali ke toko sebab pesanan pelanggan sudah diantar semua.
"Bayimu tidak apa-apa?" tanya Johan sambil menyetir mobilnya di jalanan yang mulai lengang.
Mikhayla mengangguk dan terlihat menyadarkan bahunya pada sandaran kursi dengan muka yang tampak ditekuk.
"Kamu kenapa? Perutnya masih sakit?"
Mikhayla menggeleng dan langsung mengalihkan pandangan, menatap jalanan dengan tatapan kosong. Sebenarnya sakit diperutnya semakin bertambah sakit. Namun, perasaan sedih, kacau, dan bingung lebih mendominasi.
Sampai di toko, Mikhayla mengutarakan keluh kesahnya pada Kinar dan Kinar langsung mengumpulkan semua karyawan yang ada di sana.
"Guys, ada yang bisa meminjamkan uang nggak kepada Mika, dia sudah waktunya lahiran dan harus disecar karena ada kelainan pada kondisi bayinya."
"Waduh maaf sekali ya Mik, gajiku kemarin aja masih kurang untuk bayar kasbonan di warung."
"Aku juga, udah terlanjur dikirim ke orang tua di kampung, sorry ya Mik."
"Kalau aku mah masih ada sisanya, tapi tidak banyak. Aku pinjamin 1 juta aja ya Mik."
"Makasih Bang Johan."
"Berarti masih kurang banyak ya, uang Mika sendiri ada 5 juta, Bang Johan 1 juta dan aku ada 2 juta sedangkan biaya yang diperlukan sekitar 15 jutaan. Dimana kita akan meminjam kekurangannya?" Kinar tampak berpikir sejenak.
"Ah, bagaimana kalau kita pinjam pada Pak Iwan?"
Pak Iwan adalah pemilik toko bunga tempat Mikhayla dan teman-temannya bernaung.
"Sepertinya sangat susah sih, tapi apa salahnya dicoba saja soalnya putra Pak Iwan katanya saat ini sedang kritis."
"Apa?"
"Kalau begitu tidak perlu, biarkan saya berjuang melahirkan sendiri," ujar Mikhayla pasrah.
"Kau gila Mik, resiko berat tahu dan aku tidak mau terjadi sesuatu padamu."
"Ya harus gimana lagi dong Kin, ke bidan pun pasti akan sama dengan dokter kandungan tadi, dia akan merujuk ke rumah sakit dan menyarankan operasi. Huh, huh, huh." Mikhayla sepertinya sudah tidak bisa menahan sakit perutnya lagi. Keringat sudah bercucuran di dahinya. Sepertinya sebentar lagi bayi dalam kandungannya akan keluar.
"Tidak ada jalan lain, aku harus membawamu pada seorang dukun beranak. Ayo Bang Jo, antar kami!"
"Baik." Johan segera bergegas. Mengeluarkan mobil pickup yang sudah sempat dia masukkan dalam garasi.
Mikhayla semakin kesakitan, dia sampai berjalan dengan posisi berjongkok sebab menahan rasa sakit di perutnya yang sangat.
Semua orang panik, Kinar menuntun Mikhayla. Salah satu karyawati tampak berlari masuk ke dalam kamar dan membawa beberapa perlengkapan melahirkan yang sebelumnya memang Mhikayla sediakan.
Johan membuka pintu mobil dan membantu Mikhayla naik dan duduk. Kinar ikut masuk dan Johan segera menyetir mobil menuju alamat yang kinar berikan.
***
"Kalau belum mau keluar jangan mengejan dulu Neng!"
"Bagaimana saya tahu Nek ini bayi mau keluar apa belum? Huft, huft. Yang saya tahu hanya sakit perut sedari tadi."
Memang susah buat ibu yang akan melahirkan menentukan kapan akan mengenyan sebab jika melahirkan dibantu dengan dukun tidak ada yang namanya VT ataupun pembukaan. Apalagi bagi seorang ibu yang baru ingin melahirkan anak pertamanya.
"Anak pertama ya Neng?"
Mikhayla mengangguk.
"Kalau Eneng sudah merasakan ingin buang air besar yang sangat itulah saatnya Eneng harus mengejan."
"Baik Nek dan sepertinya saya sedang merasakan hal itu sekarang."
"Berbaringlah!"
Mikhayla melakukan apa yang diperintahkan oleh dukun beranak.
"Tarik nafas hembuskan! Tarik nafas hembuskan! Lalu kumpulkan tenaga sebentar dan mengejan sekuatnya!"
Mikhayla langsung menarik nafas panjang dan menghembuskan untuk beberapa kali.
Diam sesaat untuk mengunjungi tenaga.
"Aaaaaa!"
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 54 Episodes
Comments
Sita Sit
kasian bgt mika,semoga nanti setelah bayinya lahir kehidupannya lebih baik lagi,buat si pengecut Bima kena karmanya
2023-01-28
2
Suhaetieteetie
harus kuat mikayla
2022-11-22
1
Aulia Finza
masih ada suku beranak ya....selamat kan???
2022-11-17
1