Tahun pertama

Seolah tak percaya pertama kali menginjak kan kaki di negara suami nya. Waktu itu memasuki musim dingin brrrrrrr terasa kuat dingin menerobos kulit dan menggigil. Karena selama ini negara asal cuma dua musim itu pun tidak se extrem di sini.

Dilihat suaminya yang lagi sibuk. Sebentar bentar dia tanya kamu bagai mana. Yah Aini menjawab semoga cepat sampai rumah. Karena memang nggak kuat dingin. Tetapi diperhatikan anaknya malah nggak merasa apa apa yah wajar anak anak.

Setelah menunggu beberapa lama akhirnya datang jemputan yang membawa mereka keluar dari bandara. Sejauh ini semua masih baik baik saja. Tetapi Aini sudah bisa rasakan kalau keputusannya untuk pergi sama sulitnya nanti untuk kembali pulang.

Teringat kata kata ibunya nanti kalau kau pergi sama dengan melepas jenazah. Artinya seolah olah engkau sudah meninggal pergi dan tak pernah kembali lagi.

Ada benar juga ucapan itu. Tetapi selagi masih bernafas dan masih sehat nggak ada yang nggak mungkin. Selagi masih ada matahari pagi masih ada harapan untuk pulang.

Bukan menyesal dengan keputusan ini. Baik di sini mahu pun di sana sama saja. Namanya sudah menikah di mana suami tinggal maka sudah selayaknya ikut.

Bahasa tidak paham makanan tidak sesuai. Ditambah musim yang extrem. Namun tidak mungkin dia membatal kan atau pulang. Yang ada baik di negaranya keluarganya semakin mencemoohnya. Itu lah salah satu penyebab Aini memilih bertahan dari pada menyerah dengan keadaan.

Sesampainya di tempat tujuan rupanya suaminya numpang dengan cacunya. Aini sempat bertanya kenapa tidak di rumah orang tua mu kenapa harus numpang. Semua nggak ada jawaban jelas cuma samaran sandiwara keluarga nya. Sejak itulah Aini merasa ada yang disembunyikan suaminya. Selama ini suaminya tidak pernah bercerita.

3 bulan kemudian suaminya meninggalkan dirinya yang sedang hamil muda. Karena masih ada kontrak kerja di luar negara. Dan tinggallah Aini bersama iparnya. Dari awal Aini sudah merasa kalau mereka cuma memanfaat kan dirinya. Karena kalau mereka tidak tidak bersama Aini maka otomatis suami Aini akan ngasih uang langsung ke Aini. Nah kalau ada mereka otomatis mereka yang pegang dengan alasan Aini nggak ngerti apa apa nanti di tipu padahal yang nipu justru iparnya sendiri.

Pernah waktu itu belanja harga barang cuma 100 duit di minta 500 lalu Aini minta kembalian di bilang nya habis. Itu Aini sering ngasih tau suami nya tetapi malah suami nya bela saudari nya kata nya hak mereka juga ada di duit itu.

Ihhhhh penipu kalian tau...... mereka selalu menjadikan adat sebagai pembelaan. Kalau begitu siapa yang tahan. Selama suaminya di luar negri satu kalipun Aini nggak pernah ke pasar untuk beli kebutuhan. Semua yang ngatur ipar cewek. Dan sering Aini kelaparan pada hal dia sedang hamil anak ke dua. Yang seharusnya dia makan dengan cukup ukuran wanita hamil tetapi malah seperti peminta minta.

Dan iparnya selalu memutar balikkan fakta. Dan ujung ujungnya suaminya nggak percaya dengan dia. Bayangkan untuk makanpun sampai hati mereka mengata ngatai kalau Aini mahu makan sesuatu. Sakit hati bukan tak bershukur padahal mereka kalau di bilangin marah ngapain ngatur ngatur saya suka suka saya.

"Bisa belikan saya chawal?", tanya Aini pada iparnya. Chawal dalam bahasa Urdu artinya beras.

"Chawal terus di makan, rotilah makan," jawab iparnya dengan muka cemberut.

"Saya tidak bisa makan roti. Sama juga kalian tidak bisa makan chawal."

Aini minta tolong beli beras karena dia nggak bisa makan roti gandum dan dia hamil. Itu pun iparnya menggerutu. Dan sering Aini kelaparan tengah malam.

Kadang cacu punya rumah juga marah marah kalau Aini makan nasi dia bilang nggak boleh makan nasi terus terusan. Yah gimana mahu di ubah. Sama dengan mereka kalau di larang makan roti emang mereka mahu.

Karena tidak tahan Aini cuma beberapa bulan di sana akhirnya tanah yang atas nama suaminya dia tinggal di situ. Cuma satu kamar dan tak punya kamar mandi dan dapur. Banyak nyamuk dan lalat bila musim berganti.

kehamilan Aini semakin mendekati masa melahirkan. Segala duka cuma bisa dia telan sendiri sakit mengandung melahirkan tiada yang peduli. Ipar cewek yang bersamanya bagaikan parasit dalam hidupnya. Memang dia bersama Aini. Tetapi urusan Anak Aini mana mahu dia bantu. Anaknya menangis dibiarkan saja anaknya mahu makan dibiarkan saja bahkan untuk mandi pun Aini tidak bisa karena iparnya menjaga anaknya tidak mahu.

Aini sangat kurus waktu itu. Kurang makan sudah pasti. Tetapi suaminya justru percaya ucapan adeknya dari pada istrinya. Sulit membayangkan keadaan waktu itu. Namun apa lagi yang harus dilakukan Aini, tidak ada selain bersabar menghadapi cobaan.

Aini sangat tertekan badannya kurus kering. Tetapi dia lihat anak anaknya butuh dia. Bahasa tidak paham kalau mahu menjawab pun tidak ada gunanya. Karena mereka tetap nggak mahu disalahkan sekalipun mereka sudah nyata salah. Semakin berkilah dengan adat.

Susah payah Aini mempelajari bahasa sini. Mahu nggak mahu dia harus paham karena anak sulungnya sudah lupa bahasa asalnya. Aini mahu bicara dengan anaknya pun anaknya sering protes karena Aini salah pengucapannya.

Hari hari suram dalam hidup Aini. Bayangkan dengan anak sendiri pun dia nggak bisa bicara. Saking tertekan nggak boleh bicara bahasa ibunya. Aini seperti orang bingung. Namun suaminya justru menganggap itu wajar. Dulu Aini sering bilang ke suami ajarin aku bahasa sini eh... Malah suaminya cuek aja. Menganggap permintaan Aini berlebihan padahal justru sangat di butuhkan.

Sangat tabu kebiasaan di negri ini kalau wanita bertandang keluar. Tetapi Aini nggak peduli dia belajar bahasa urdu dengan guru les anaknya setiap pagi dia pergi bawa buku dan pencil bahasa inggris ala kadar dan di mintanya guru anaknya menuliskan percakapan sehari hari.

"Apa kabar ?"

"Baik," jawab Aini dengan datar lumayan urdunya.

"Oh ya pelajaran kita lumayan banyak nih."

"Ya harus pratek makasih yah suda mahu ngajarin."

"Sama sama."

Di rumah Aini mengulang terus itu di lakukan sebelum suami nya datang kembali. Namun karena tertekan Aini masih sulit mempelajari setiap percakapan. Yah di tambah drama sandiwara ipar iparnya.

"Aini kemana kamu pergi?" tanya cacu suami nya.

"saya tadi pergi belajar."

"belajar belajar."

Cacu suaminya ngomel ngomel sama Aini yang diapun tidak paham apa yang diomelkannya. Kalau Aini paham mesti lah Aini jawab. Harus segera paham bahasa mereka batin Aini.

"Aini sini," teriak caci suaminya dengan kasar.

"Ada apa?" jawab Aini.

"Tolong kerjakan."

Pada hal Aini nggak mahu tapi karena Aini terus di tekan kadang oleh suami juga untuk ikut saja ucapan mereka.

Pernah suatu kali anak Aini di panggil yang namanya rumah bersebelahan ya nggak mungkin cepat cepat bisa datang. Nah begitu datang malah di bentak bentak kalau salah kerjaannya main pukul saja. Aini sering mengurut dada perlakuan cacu suaminya itu. Apa lagi hasutan bininya. Yang lebih pilu suami Aini justru menganggap itu wajar saja karena mereka orang tua jadi harus di hormati.

Hari hari berlalu anak ke dua Aini sudah mulai belajar berdiri. Namun kelakuan keluarga suaminya tetap saja nggak berubah. Tetap sebagai parasit. Numpang gratis makan tidur jalan jalan. Makan mahu enak kerja nggak mahu. Tinggal bilang suami Aini anak tertua jadi dia bertanggung jawab.

Nah ini lah adat sini kalau pun Aini bilang ke suami yang ada Aini di salahin kata suami Aini dia terlalu berlebihan. Dalam menilai adat sini.

Kalau anaknya yang besar selalu di buli bukan orang lain justru oleh keluarga sendiri. Mereka bilang orang indonesia monyet makan haram dan telanjang alias pakai baju ****. Iya sih kalau mereka lihat di internet. Tapikan nggak semua orang kita. Sama juga halnya mereka nggak semua keluarga juga punya sifat parasit.

Sejak Aini mulai bisa bicara dalam bahasa sini. Ternyata orang orang sini nggak semua juga jahat. Kebanyakan yang saling iri itu justru sesama saudara. Nah yang lebih besar irinya justru yang pemalas. Nah bukannya malu numpang malah di bela oleh adat.

Capek sebenarnya menjelaskan sifat mereka. Tetapi dengan bisa bahasa mereka ada peningkatan juga untuk bela diri dari fitnah mereka. Contoh itu hari masalah anak.

"Anak mu ngomong jorok," ujar cacunya ke Aini sambil menunjuk anak Aini. Anak Aini diam saja dengan gusar.

Tiba tiba cacu ama caci datang komplain anak Aini.

"Aini diam saja."

"Kamu ajarin anak mu itu," kata cacinya.

"Memang dia ngomong apa?"

"Bilang anjing."

"Lah ini cucu popo suami yang laporin anak ku ke cacu dan caci itu paling sering ngomong anjing, tapi kalian nggak protes?"

"Anak mu yang salah malah nyalahin anak orang."

"Lah itu juga bukan anak kalian trus kenapa ikut campur, oh kalau anak ku yang ngomong kalian komplain tapi kalau anak dari yang lain kalian diam jadi karena aku orang asing kalian bisa semena mena."

"Awas kau nanti ku laporin suami mu."

"Memang selain tukang ngadu ada lagi kerja mu?"

Saking keselnya Aini di jawabnya. Namun Aini mencoba memberi pengertian pada anaknya. Namun karena kendala bahasa sering ibu dan anak ini nggak nyambung.

Setelah dulu cacunya melarang Aini bicara bahasa indonesia sekarang Aini kesulitan kalau bicara dengan anaknya. Ternyata selama ini anaknya sering di kibulin oleh mereka seperti di bohongin akhirnya anaknya semakin bandel keras kepala dan suka melawan. Di tambah fitnah dari orang luar bukannya caci ama cacu memberi pengertian ke anak Aini malah menyalahkan Aini.

Selama ini anak Aini sering bilang mama orang orang ini sering melapor sama mama sebenarnya mereka yang salah duluan. Aini juga tau sebenarnya nggak selalu anaknya salah. Tetapi mereka sengaja mendiskriminasikan anaknya. Pada hal anak sulungnya persis orang Pakistan lebih. Cuma gara gara Aini saja mereka selalu menjahatin anaknya.

Yah apa lagi maksudnya kalau bukan ingin menyakiti ibunya. Jadi kalau terang terangan memusuhi Aini ketahuan tetapi kalau anak Aini di sakiti otomatis Aini jugakan. Pernah suatu ketika anaknya di suruh oleh caci beli dudh eh sampai di tempat ada anak orang nampar anak Aini. Yah Aini nggak terima lalu cacu nya menahan Aini biar cacu sendiri yang bicara.

"Awas kau tampar sekali lagi," bentak Aini pada anak yang menampar anaknya.

"Yah kalau anakmu nggak mulai nggak bakalan dia juga mukul," bela ibu sianak.

Eh ternyata caci malah bilang kalau anak Aini yang salah duluan. Padahal Aini dan anaknya masih keluarga sedangkan yang mukul anak orang lain dan jelas jelas dia salah eh malah cacunya membela orang. Memang tak punya malu.

Sabar itu aja yang bisa. Dan kejadian lagi anak Aini sedang makan dalam rumah dekat jendela lalu anak yang sama meludah ke dalam dan kena bantal. Aini bawa bantal itu menunjukkan ke cacu ini lihat ini anak yang sama. Dan Aini panggil itu anak ke depan cacu eh cacu nggak marah malah lembut nasehatin. Coba kalau anak Aini suda di pukulnya.

Dan bila di cerita kan sama suaminya lagi lagi suaminya bilang Aini terlalu berlebihan soal anak. Dan bagai mana Aini tidak kurus kering. Tidak ada yang peduli. Bahkan semua nyalahkan Aini saja.

Sejak 3 tahun suaminya di luar rumah mereka di renovasi yah lumayan lah atas nama suami. Pelan pelan suaminya beli perlengkapan rumah. Gimana tidak iri orang orang. Punya rumah barang barang lengkap ya kalaupun tidak mewah tapi ada punya sendiri. Bahkan cacu suami sering numpang di kulkas Aini. Pada hal dulu mereka mana mahu kalau Aini numpang barang di kulkasnya. Eh begitu Aini punya semena mena.

Itu pun Aini bilang ke suami apa jawaban suami Aini katanya ini kan bukan kamu yang beli. Hai..... Memang adat sini itu kalaupun salah tetap benar di mata mereka.

Ini yang bikin Aini dan suaminya bertengkar. Bahkan itu hari cacinya setiap nyuci minjam spiner kalau sekaligus nggak apa apa ini kagak ber kali kali. Listrik jadi mahal lagi lagi kalau di bilangin ke suami biarin aja.

"Ini caci mu keterlaluan sekali,"protes Aini.

"Tak apa diakan orang tua," jawab suaminya.

Yah gimana mahu tahan. Kita yang muda harus ngalah terus ikut terus kemauan yang lebih tua sekalipun yang tua salah tetap patuh.

Setiap di laporin ke suami bukan solusi yang dapat malah di salahin nggak hormat. Ini bukan masalah hormat atau tidak sudah mengganggu kenyamanan dan seharusnya suaminya memberi solusi atau setidaknya membela istri eh yang ada malah disalahkan. Sedih bingung dengan sikap suami sendiri.

Iya di sini kepada yang lebih tua harus hormat nggak peduli salah benar. Gimana bisa di hormati kalau yang tua bukan nya melindungi atau setidak nya jangan lah suka membolak balik kan fakta. Yang salah bilang salah yang benar kata kan benar. Kalau ini tidak malah kalau orang asing seperti saya di diskriminasi dan di manfaatkan.

Terpopuler

Comments

Rini Antika

Rini Antika

kasihan Aini

2022-12-01

1

Rini Antika

Rini Antika

semangat terus Aini

2022-12-01

1

Zenun

Zenun

kasihan Aini

2022-11-25

0

lihat semua
Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!