Bab 3

Malam harinya ku lihat mas Yusra akan pergi. Aku coba beranikan diri untuk bertanya dan aku juga tidak melihat dia makan malam tadi.

"Mas mau kemana? " tanyaku.

"Bukan urusan kamu aku mau kemana. Aku ingatkan sama kamu ya, jangan pernah ikut campur dengan diriku kamu cuma pembantu! Ingat. "

"Ya. Aku tau, tapi! Raya lihat mas belum ada makan malam, setidak nya mas makan dulu karena sejak pagi mas tidak kelihatan makan apapun. " aku bersih kukuh bertanya  meski sempat ku lihat wajah mas Yusra sudah merah padam.

"Bukan urusan kamu, Raya! aku mau makan atau tidak itu bukan urusan kamu ngerti! " jawabnya melangkah pergi. Tapi sebelum sampai ambang pintu dia berhenti dan berbalik badan menghadapku.

"Kapan masa subur mu.? "

"Hah? " aku terperangah dengan pertanyaan nya.

"Jawab yang benar Raya, bukan itu yang ingin aku dengar."  keliatan sekali mas Yusra sangat geram.

"Eum, maaf mas. Bahkan ini hari pertama aku menstruasi. " jawabku malu sembari menunduk apakah mas Yusra ingin  meminta hak nya?

"Sampai berapa lama. " tanya lagi.

"Seminggu mas. " jawabku, sungguh aku malu sekali di tanyai hal seperti ini.

"Baiklah. Jika sudah selesai kamu beritahu aku, kita akan melakukannya saat masa subur mu. "  kemudian dia pergi begitu saja setelah berkata hal tabu yang membuat pipiku memerah.

Apakah sudah seharusnya aku melayaninya? Tapi dia saja sama sekali tidak mau melihat ku sebagai istri yang ada hanya selalu melihat ku sebagai pembantunya,

Lebih baik aku kembali ke kamar dan tidur. Biarkan saja mas Yusra dengan kehidupan nya, toh dia sendiri yang bilang tidak ingin aku ganggu dan ku campuri usrusanya.

Ke esokan  harinya. Mas Yusra sudah rapi sepertinya hendak berangkat kerja aku tidak tahu semalam dia pulang jam berapa.

"Mas sarapan dulu, Raya sudah masak makanan  kesukaan mas Yusra. " sapaku.

"Hmm." hanya itu saja responnya.

"Mas, Raya siapkan bekal ya? Untuk makan siang di kantor. " aku berusaha mencairkan suasana di pagi hari yang dingin ini.

"Hmm" lagi dia hanya merespon ku seperti itu, sabar sabar.

Bekal sudah siap dan sudah ku berikan pada mas Yusra dia menerima dengan  wajah datar tidak ada kata 'terimakasih' dari mulutnya . Meskipun dia tak menganggap aku sebagai istri nya tapi aku harus berusaha bersikap jika aku memang istri nya dan ketika hendak keluar aku mengulurkan tangan ingin salim dia hanya menatapku datar.

"Salim mas" jelasku dengan senyum semanis mungkin.

"Minggir! " dia tidak menyambut tanganku yang sedang bergantung di udara. Yang ada dia malah menabrak bahuku kemudian melangkah pergi.

Sakit banget rasanya.  Ingin sekali aku menangis dan minta untuk di cerai saja jika begini jadinya, kesalahan apa yang pernah aku buat di masa lalu sampai sampai punya suami seperti itu.

Hari sudah menjelang malam  namun sudah pukul tujuh mas Yusra belum juga pulang aku khawatir karena ini pertama kalinya aku menunggu kepulangan suamiku.  Aku terus mondar mandir seperti setrikaan sampai bi Isah berulang kali menenangkan ku.

"Mba Raya tenang, mas Yusra pasti pulang kok. Sebaiknya mba makan saja lebih dulu nanti kalo mas Yusra sudah pulang di hangatkan lagi saja makanannya."

"Aku khawatir bi, memang mas Yusra kalo pulang suka malam ya? " tanyaku penuh nada khawatir.

"Kalo menurut bibi ini untuk yang pertama kalinya sih, Mbak. Biasanya mas Yusra pulang tepat waktu. " ujarnya yang semakin membuat aku tambah cemas.

Tak lama suara deru mobil terdengar di pekarangan rumah dan sontak hal itu membuat aku bangkit dari duduk dan lari menyambut mas Yusra. Hal pertama yang ku lihat dari wajah mas Yusra adalah wajah penuh amarah aku jadi bimbang untuk menyapanya karena nampak sekali jika mas Yusra sedang kesal.

"Mas, baru pu.. " kata kataku terhenti saat dia menatapku dengan tajam aku langsung menunduk dan mengikuti langkah kakinya. Ku dengar dia beberapa kali menghela nafas berat sepertinya mas Yusra sedang ada masalah.

"Mas Yusra, Raya siapkan air hangat ya. Seperti nya mas Yusra lelah! Mas tunggu di sofa ya Raya mau siapkan air untuk... " kata kataku terpotong karena bentakan mas Yusra.

"Aku sudah bilang! Jangan coba coba menarik perhatian ku, Raya! Aku tidak butuh perhatian dari kamu. Kenapa kamu selalu membuat aku kesal! Kamu sangat menyebalkan " ujarnya dan pergi meninggalkan ku yang terpaku karena lagi lagi dia membentakku.

Lemas tubuhku kakiku rasanya bagai jelly yang tidak bertulang. Luruh tubuhku ke lantai dengan air mata yang turun begitu saja dari pipiku, apa aku salah perhatian kepada suami sendiri? Kenapa mas Yusra selalu bersikap kasar dan membentak aku?.

"Astagfirullah, Raya. Bangun kenapa kamu duduk di lantai? " bi Isah membantuku untuk berdiri dan aku langsung memeluknya menangis se jadinya di pelukan wanita paruh baya ini.

"Bi.. Kenapa mas Yusra selalu kasar sama Raya? Kenapa mas Yusra tidak menganggap Raya sebagai istri nya, apakah menikah dengan seorang pembantu adalah aib? Kenapa mas Yusra tega sama Raya! " raung ku.  bi Isah mengusap punggung ku seolah sedang menyalurkan kekuatan untukku.

"Sabar Raya. Mungkin mas Yusra butuh waktu untuk menerima kamu, karena yang bibi tahu mas Yusra sudah memiliki kekasih makanya dia bersikap begini sama kamu, mungkin sulit baginya menerima semua ini apa lagi ini atas permintaan pak Yusman, tolong kamu untuk bersabar dan terus berdoa agar mas Yusra di bukakan pintu hatinya untuk menerima kamu dan melihat kamu sebagai istri nya bukan lagi sebagai pembantu"

Aku terkejut saat bi Isah mengatakan jika mas Yusra sebelum menikahi ku dia memiliki kekasih. Tapi yang lebih membuat aku tak habis pikir kenapa saat itu mas Yusra tidak mengatakan kepada pak Yusman jika dia sudah memiliki kekasih dan hanya diam saja malah dia menerima perjodohan ini?.

Aku bangkit dan melangkah menuju kamar mas Yusra yang berada di atas. Bibi berusaha menghentikan aku namun aku tak peduli aku ingin semua ini berakhir sekarang juga!.

"Mas... Mas Yusra! Buka pintunya mas! " aku berteriak dari luar dan menggedor pintu kamarnya. Masa bodo jika dia mau memarahiku lagi aku tak perduli.

Cek lek

"Sakit jiwa kamu ya! Dasar tidak punya sopan santun! " hardik mas Yusra. Ah sudah ku duga pasti dia akan menghardik ku dengan kata kasar nya.

"Aku tak peduli mas! Terserah kamu mau mengatai aku sakit jiwa atau apapun, aku udah kadung sakit hati sama sikap kamu mas, aku ke sini ingin kita akhiri semua ini! " ujarku menggebu-gebu sampai dadaku turu  naik saking emosi nya.

"Akhiri apa yang kamu maksud, Raya? " katanya sembari menyilangkan kedua tangannya di dada benar benar tengil sekali rasanya ingin ku cakar mukanya yang sok ganteng itu.

"Ayo kita cerai! " ajakku masih dengan nada emosi.

"Cih! Kamu yakin bicara seperti itu, kalau yakin datanglah kerumah mertua kamu" jawabnya kemudian menutup pintu dengan keras sampai membuatku terjangkit.

Bukan ini reaksi yang aku mau bukan pula jawaban yang seperti ini yang aku harapkan. Aku bicara di balik pintu yang mungkin saja di dengar oleh mas Yusra.

"Mas. Kata bi Isah kamu punya kekasih sebelum nikahin aku kan? Kenapa mas tidak menikah saja dengan kekasih kamu dan kita bercerai mas! " teriakku.

Pintu terbuka kembali dan dia berkata.

"Sinting kamu! "

Brak!!

Sabar...

...****************...

Selow update ya, soalnya masih ngerevisi novel yang satunya dengan perubahan alur juga, mohon maaf ya

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!