KAU PEMBOHONG TERHEBAT
DRETT.
DRETT.
DRETT.
Suara handphone seseorang yang terus berbunyi itu mulai menarik perhatian banyak orang yang berada di kelas pada saat ini. Aku sendiri bahkan merasa terganggu karna bunyinya yang lumayan keras dan menyakitkan telinga, tapi yang mengherankan nya adalah dia tidak mengangkat atau mematikan handphonenya sama sekali padahal ada Guru pada saat itu.
"Apa dia sengaja melakukannya atau apa?" ungkap ku.
Aku benci situasi di mana aku harus berpikir ekstra untuk mendapatkan jawaban yang masuk akal di kepala ku agar aku bisa lebih memahami apa yang sebenarnya terjadi.
"Apa dia tidak peduli dengan orang lain? Bukankah ini sudah cukup mengganggu?" ucap seseorang yang duduk di depan ku.
Suaranya tidak cukup pelan dan aku yakin itu lumayan bisa di dengar oleh teman teman yang lainnya dan itulah mengapa suasana di kelas seketika itu menjadi sangat sunyi, tidak ada suara apapun setelahnya.
...☀️☀️☀️☀️...
"Hahhh... Hahhh" nafas ku kian terengah-engah. Rasanya seperti kepala ku seperti berputar dan telinga ku mulai berdengung.
"Mimpi itu lagi."
"Apa yang harus ku lakukan? Mengapa harus aku? Apa yang terjadi padaku? Mengapa aku tidak bisa mengingat seluruh kejadiannya? Mengapa harus bangun di tengah mimpi yang seharusnya masih berkelanjutan itu dan apa yang harus ku lakukan untuk menghentikan semua ini!!".
"Aku benar benar bingung Tuhan.. Tolong beri aku petunjuk mu."
Beberapa menit kemudian.
"Eun Bin.. Ayo sarapan dulu Nak."
Nada lembutnya dan suara yang tidak terlalu keras namun masih bisa terdengar dengan jelas itu membuat ku bergegas untuk pergi ke meja makan. Aku kemudian duduk tepat di depannya.
"Ibu sudah membuatkan sarapan yang enak untuk mu, sekarang makanlah sebelum kau terlambat ke sekolah hari ini."
"Baik Bu."
Aku duduk di sana sambil menerima mangkuk makanan yang sudah ia siapkan untuk ku. Senyumnya yang tidak pernah pudar menjadi alasan ku untuk tetap bertahan pada kerasnya dunia.
Yeah. Benar, mungkin aku terlihat seperti anak yang sok tahu di usia ku yang bahkan belum genap 18 tahun ini, karena mengatakan bahwa dunia ini keras seolah-olah aku sudah pernah merasakan apa yang orang orang dewasa rasakan dan lakukan untuk bertahan hidup.
Tapi sungguh aku tak bohong, dunia ini sangat keras dan menakutkan. Kebahagiaan hanya akan datang pada orang orang yang bisa bertahan dan mengerti situasi apa yang sedang ia hadapi.
Sesekali aku melahap makanan ku dengan sedikit melamun, sampai tiba tiba Ibu membuat ekspresi yang sebenarnya dari dulu tidak ingin aku lihat.
"I—Ibu.. Ada apa?".
Aku menaruh mangkuk makanan yang sedang ku pegang dan mengalihkan tangan ku ke kedua tangan yang sudah lumayan terlihat berkeriput dan tua itu sembari memegangnya dan menatap kedua matanya.
"Sekarang aku baik baik saja Ibu.. Aku tidak apa apa dan Ibu tidak perlu mengkhawatirkan ku, oke?".
Kini wajah cemasnya tidak berhenti di perlihatkannya padaku.
"Ibu.. Aku akan berangkat sekolah sekarang" ucap ku sembari meraih tas ku.
"Hati hati di jalan Nak" sahutnya sembari mengantarkan ku sampai ke depan pintu.
Dikelas.
Aku benci suasana ini, mengapa suasana ini tak kunjung berubah. Sudah satu minggu berlalu dan mereka masih tetap sama. Saat kejadian pemb***han terjadi di kelas ini.
Sekolah kami sebelumnya di tutup selama satu bulan dan sekarang kami sudah mulai bersekolah seperti biasanya dan ini sudah hampir satu minggu sejak kami kembali memulai pembelajaran seperti biasanya. Seperti orang orang yang sedang bersekolah pada umumnya.
"Apa mereka juga masih terbayang bayang tentang apa yang mereka lihat? Tapikan hanya aku yang melihatnya, jadi bagaimana bisa mereka terbayang bayang seolah-olah sudah melihat kejadian tersebut?" lirih ku dalam hati.
"Eun Bin apa kau mau ikut kami ke kantin? Kami akan pergi bersama, apa kau mau ikut?" ujarnya sambil berdiri tepat di depan meja ku.
"Tidak, aku hanya akan di kelas, kalian pergi saja" sahut ku datar.
Sekarang hanya tinggal aku sendiri yang berada di kelas pada saat ini, sunyinya kelas sangat jelas di telinga ku karena tidak ada siapa pun dan suara apapun selain hembusan angin dari jendela yang meniup gorden yang ada di sebelah kiri tempat duduk ku ini.
Rasanya menusuk, mencekam dan menjengkelkan.
"Apa aku tidak bisa membantu mu? Apa yang sebenarnya terjadi?" gumam ku sembari terus menatap keluar jendela.
Aku melamun untuk beberapa waktu. Selang beberapa menit kemudian setelah itu.
BRUKKK.
Terdengar suara penghapus papan tulis itu terjatuh kelantai dengan suara yang cukup keras. Sontak pandangan ku sekarang langsung menoleh kearah sana.
Bagaimana bisa itu terjatuh sedangkan posisi awalnya sangat pas dan tidak terlihat seperti miring atau semacamnya, di tambah tidak ada yang menyenggol atau pun hembusan angin yang meniup kearahnya.
"HUAHHH."
Aku berteriak keras saat tiba tiba sebuah darah segar terpampang jelas di atas meja ku. Warnanya yang masih terlihat segar itu membuatku berteriak dan berdiri dari kursi.
Tangan ku bergetar hebat dan tubuh ku seketika merinding saat melihat darah itu dan anehnya adalah darah itu tampaknya terlihat seperti angka angka yang tertulis meski tidak terlalu rapi tapi itu sangat terlihat jelas. Angin semakin mencekam dan suasana kelas ini semakin membuat ku tidak bisa berkutik sama sekali.
"Siapa disana?!!" tanyaku saat melihat sesosok yang sedang berdiri di samping meja Guru.
Terdapat tu**kan di area perutnya dan itu tidak hanya satu tapi ada 4 tu**kan yang sangat jelas, darah yang terus keluar dari sana sekarang memenuhi lantai tepat di bawah ia berdiri sekarang.
"C—Chin Sun? Apa itu kau?" tanya ku yang tersadar saat melihat wajahnya yang tidak asing di kepalaku.
Bibirnya yang terlihat kering dan ada benjolan merah di dahi sebelah kanannya serta tatapan matanya yang sendu semakin terlihat menyedihkan untuk ku. Aku memberanikan diri berjalan mendekatinya sembari mengulurkan tanganku.
Badanku seolah olah bergerak sendiri merespon apa yang sedang ia rasakan.
"Chin Sun?" panggil ku sekali lagi, kali ini dengan nada yang sedikit keras berharap dia bisa merespon ku.
"Chin Sun apa yang sebenarnya terjadi padamu? Mengapa semua ini bisa terjadi?".
Matanya sekarang merespon ucapan ku dan sekarang kami saling bertatapan satu sama lain.
"Hiks.. Hiks." Gemuruh tangisan ku yang sudah tidak bisa ku bendung sekarang membasahi kedua pipi ku.
Aku sungguh merindukannya, aku sungguh berharap masih bisa bersamanya, aku sungguh berharap bisa bersama kembali menjalin kehidupan seperti sebelumnya. Namun, yang semakin membuat hatiku rasanya seperti tercabik cabik adalah melihat sosoknya yang bahkan tidak pernah aku bayangkan sebelumnya dan sekarang ia menatapku dengan senyuman manisnya.
Wajahnya sangat pucat membuat ku semakin ingin menangis di depannya.
"Apa yang terjadi?". Dia hanya menatapku dan terus menatap kearah ku dan itu membuat hatiku semakin sakit.
"Ku mohon.. Jawab aku Chin Sun!! Apa yang terjadi? Tolong beritahukan semuanya padaku Chin Sun!! Ku mohon."
"Tolong beritahu aku!!!" lirih ku yang semakin tidak bisa menyeimbangkan diri ku sendiri untuk bisa berdiri dengan stabil.
BRUKK.
Dan sekarang aku tersungkur dengan posisi seperti berlutut.
"KU MOHON JANGAN MEMBUAT KU SELALU MEMIKIRKAN MU DAN BERHENTI LAH MUNCUL DI KEPALA DAN PIKIRANKU JIKA KAU MEMANG TIDAK INGIN MEMBERITAHU KAN SEMUANYA PADAKU CHIN SUN."
Aku berteriak. Aku benar benar merasa frustasi dengan apa yang membuat dada ku semakin sakit ini.
"Ku mohon beritahu aku.. Apa yang sebenarnya terjadi? S—Siapa yang melakukannya? Beritahukan semuanya padaku!!".
Rasanya semakin menyesakkan dan tangisan yang dari tadi tidak bisa ku hindarkan semakin membuat suara kencang yang keluar dari mulut ku.
"Siapa yang melakukannya, beritahu aku!! Aku akan membantumu.. Tolong beritahukan semuanya padaku."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 44 Episodes
Comments
Pena dua jempol
ceritanya menarik ❤️❤️
2024-07-31
0
Sefira Arrum
Ceritanya menarik, tapi ku lanjut baca siang aja, mlm² gini aku gk kuat wkwkwkwkwkwk/Facepalm/
2024-07-25
0
piyo lika pelicia
semangat kak jangan lupa mampir
2024-05-11
0