NovelToon NovelToon

KAU PEMBOHONG TERHEBAT

mimpi dan kemunculannya

DRETT.

DRETT.

DRETT.

Suara handphone seseorang yang terus berbunyi itu mulai menarik perhatian banyak orang yang berada di kelas pada saat ini. Aku sendiri bahkan merasa terganggu karna bunyinya yang lumayan keras dan menyakitkan telinga, tapi yang mengherankan nya adalah dia tidak mengangkat atau mematikan handphonenya sama sekali padahal ada Guru pada saat itu.

"Apa dia sengaja melakukannya atau apa?" ungkap ku.

Aku benci situasi di mana aku harus berpikir ekstra untuk mendapatkan jawaban yang masuk akal di kepala ku agar aku bisa lebih memahami apa yang sebenarnya terjadi.

"Apa dia tidak peduli dengan orang lain? Bukankah ini sudah cukup mengganggu?" ucap seseorang yang duduk di depan ku.

Suaranya tidak cukup pelan dan aku yakin itu lumayan bisa di dengar oleh teman teman yang lainnya dan itulah mengapa suasana di kelas seketika itu menjadi sangat sunyi, tidak ada suara apapun setelahnya.

...☀️☀️☀️☀️...

"Hahhh... Hahhh" nafas ku kian terengah-engah. Rasanya seperti kepala ku seperti berputar dan telinga ku mulai berdengung.

"Mimpi itu lagi."

"Apa yang harus ku lakukan? Mengapa harus aku? Apa yang terjadi padaku? Mengapa aku tidak bisa mengingat seluruh kejadiannya? Mengapa harus bangun di tengah mimpi yang seharusnya masih berkelanjutan itu dan apa yang harus ku lakukan untuk menghentikan semua ini!!".

"Aku benar benar bingung Tuhan.. Tolong beri aku petunjuk mu."

Beberapa menit kemudian.

"Eun Bin.. Ayo sarapan dulu Nak."

Nada lembutnya dan suara yang tidak terlalu keras namun masih bisa terdengar dengan jelas itu membuat ku bergegas untuk pergi ke meja makan. Aku kemudian duduk tepat di depannya.

"Ibu sudah membuatkan sarapan yang enak untuk mu, sekarang makanlah sebelum kau terlambat ke sekolah hari ini."

"Baik Bu."

Aku duduk di sana sambil menerima mangkuk makanan yang sudah ia siapkan untuk ku. Senyumnya yang tidak pernah pudar menjadi alasan ku untuk tetap bertahan pada kerasnya dunia.

Yeah. Benar, mungkin aku terlihat seperti anak yang sok tahu di usia ku yang bahkan belum genap 18 tahun ini, karena mengatakan bahwa dunia ini keras seolah-olah aku sudah pernah merasakan apa yang orang orang dewasa rasakan dan lakukan untuk bertahan hidup.

Tapi sungguh aku tak bohong, dunia ini sangat keras dan menakutkan. Kebahagiaan hanya akan datang pada orang orang yang bisa bertahan dan mengerti situasi apa yang sedang ia hadapi.

Sesekali aku melahap makanan ku dengan sedikit melamun, sampai tiba tiba Ibu membuat ekspresi yang sebenarnya dari dulu tidak ingin aku lihat.

"I—Ibu.. Ada apa?".

Aku menaruh mangkuk makanan yang sedang ku pegang dan mengalihkan tangan ku ke kedua tangan yang sudah lumayan terlihat berkeriput dan tua itu sembari memegangnya dan menatap kedua matanya.

"Sekarang aku baik baik saja Ibu.. Aku tidak apa apa dan Ibu tidak perlu mengkhawatirkan ku, oke?".

Kini wajah cemasnya tidak berhenti di perlihatkannya padaku.

"Ibu.. Aku akan berangkat sekolah sekarang" ucap ku sembari meraih tas ku.

"Hati hati di jalan Nak" sahutnya sembari mengantarkan ku sampai ke depan pintu.

Dikelas.

Aku benci suasana ini, mengapa suasana ini tak kunjung berubah. Sudah satu minggu berlalu dan mereka masih tetap sama. Saat kejadian pemb***han terjadi di kelas ini.

Sekolah kami sebelumnya di tutup selama satu bulan dan sekarang kami sudah mulai bersekolah seperti biasanya dan ini sudah hampir satu minggu sejak kami kembali memulai pembelajaran seperti biasanya. Seperti orang orang yang sedang bersekolah pada umumnya.

"Apa mereka juga masih terbayang bayang tentang apa yang mereka lihat? Tapikan hanya aku yang melihatnya, jadi bagaimana bisa mereka terbayang bayang seolah-olah sudah melihat kejadian tersebut?" lirih ku dalam hati.

"Eun Bin apa kau mau ikut kami ke kantin? Kami akan pergi bersama, apa kau mau ikut?" ujarnya sambil berdiri tepat di depan meja ku.

"Tidak, aku hanya akan di kelas, kalian pergi saja" sahut ku datar.

Sekarang hanya tinggal aku sendiri yang berada di kelas pada saat ini, sunyinya kelas sangat jelas di telinga ku karena tidak ada siapa pun dan suara apapun selain hembusan angin dari jendela yang meniup gorden yang ada di sebelah kiri tempat duduk ku ini.

Rasanya menusuk, mencekam dan menjengkelkan.

"Apa aku tidak bisa membantu mu? Apa yang sebenarnya terjadi?" gumam ku sembari terus menatap keluar jendela.

Aku melamun untuk beberapa waktu. Selang beberapa menit kemudian setelah itu.

BRUKKK.

Terdengar suara penghapus papan tulis itu terjatuh kelantai dengan suara yang cukup keras. Sontak pandangan ku sekarang langsung menoleh kearah sana.

Bagaimana bisa itu terjatuh sedangkan posisi awalnya sangat pas dan tidak terlihat seperti miring atau semacamnya, di tambah tidak ada yang menyenggol atau pun hembusan angin yang meniup kearahnya.

"HUAHHH."

Aku berteriak keras saat tiba tiba sebuah darah segar terpampang jelas di atas meja ku. Warnanya yang masih terlihat segar itu membuatku berteriak dan berdiri dari kursi.

Tangan ku bergetar hebat dan tubuh ku seketika merinding saat melihat darah itu dan anehnya adalah darah itu tampaknya terlihat seperti angka angka yang tertulis meski tidak terlalu rapi tapi itu sangat terlihat jelas. Angin semakin mencekam dan suasana kelas ini semakin membuat ku tidak bisa berkutik sama sekali.

"Siapa disana?!!" tanyaku saat melihat sesosok yang sedang berdiri di samping meja Guru.

Terdapat tu**kan di area perutnya dan itu tidak hanya satu tapi ada 4 tu**kan yang sangat jelas, darah yang terus keluar dari sana sekarang memenuhi lantai tepat di bawah ia berdiri sekarang.

"C—Chin Sun? Apa itu kau?" tanya ku yang tersadar saat melihat wajahnya yang tidak asing di kepalaku.

Bibirnya yang terlihat kering dan ada benjolan merah di dahi sebelah kanannya serta tatapan matanya yang sendu semakin terlihat menyedihkan untuk ku. Aku memberanikan diri berjalan mendekatinya sembari mengulurkan tanganku.

Badanku seolah olah bergerak sendiri merespon apa yang sedang ia rasakan.

"Chin Sun?" panggil ku sekali lagi, kali ini dengan nada yang sedikit keras berharap dia bisa merespon ku.

"Chin Sun apa yang sebenarnya terjadi padamu? Mengapa semua ini bisa terjadi?".

Matanya sekarang merespon ucapan ku dan sekarang kami saling bertatapan satu sama lain.

"Hiks.. Hiks." Gemuruh tangisan ku yang sudah tidak bisa ku bendung sekarang membasahi kedua pipi ku.

Aku sungguh merindukannya, aku sungguh berharap masih bisa bersamanya, aku sungguh berharap bisa bersama kembali menjalin kehidupan seperti sebelumnya. Namun, yang semakin membuat hatiku rasanya seperti tercabik cabik adalah melihat sosoknya yang bahkan tidak pernah aku bayangkan sebelumnya dan sekarang ia menatapku dengan senyuman manisnya.

Wajahnya sangat pucat membuat ku semakin ingin menangis di depannya.

"Apa yang terjadi?". Dia hanya menatapku dan terus menatap kearah ku dan itu membuat hatiku semakin sakit.

"Ku mohon.. Jawab aku Chin Sun!! Apa yang terjadi? Tolong beritahukan semuanya padaku Chin Sun!! Ku mohon."

"Tolong beritahu aku!!!" lirih ku yang semakin tidak bisa menyeimbangkan diri ku sendiri untuk bisa berdiri dengan stabil.

BRUKK.

Dan sekarang aku tersungkur dengan posisi seperti berlutut.

"KU MOHON JANGAN MEMBUAT KU SELALU MEMIKIRKAN MU DAN BERHENTI LAH MUNCUL DI KEPALA DAN PIKIRANKU JIKA KAU MEMANG TIDAK INGIN MEMBERITAHU KAN SEMUANYA PADAKU CHIN SUN."

Aku berteriak. Aku benar benar merasa frustasi dengan apa yang membuat dada ku semakin sakit ini.

"Ku mohon beritahu aku.. Apa yang sebenarnya terjadi? S—Siapa yang melakukannya? Beritahukan semuanya padaku!!".

Rasanya semakin menyesakkan dan tangisan yang dari tadi tidak bisa ku hindarkan semakin membuat suara kencang yang keluar dari mulut ku.

"Siapa yang melakukannya, beritahu aku!! Aku akan membantumu.. Tolong beritahukan semuanya padaku."

apa hanya halusinasi

"Chin Sun!! Ku mohon."

Mulut ku sekarang terasa begitu kaku dan sulit untuk bicara lebih banyak lagi. Hingga tak lama kemudian tiba tiba cahaya dari luar tampaknya mulai gelap, ini seolah olah hari mulai menjelang malam.

"Bagaimana bisa??".

Tak hanya itu, dinginnya lantai ini juga semakin menusuk satu persatu badan ku. Kaki ku rasanya mulai mati rasa karena terlalu lama duduk dengan posisi yang tidak benar. Dan darahnya yang hampir mengenai badan ku semakin terlihat jelas di mata ku.

Sembari menyadarkan diri agar tidak berlarut-larut dalam kesedihan, aku berusaha mengangkat kepala ku dan menyeka air mata yang terus mengalir tanpa henti ini.

Aku berusaha melihat kembali sosok yang begitu amat ku rindukan dan sekedar untuk memastikan saja jika ia masih berada di sana tapi yang membuat ku akhirnya menyesali keputusan ku itu adalah.

"HUAHHH."

Aku berteriak dengan sangat keras sambil mencoba menjauh dari sana tapi apalah daya. Kaki ku sekarang sudah benar benar mati rasa. Sosok yang sekarang berdiri di depan ku ini sekarang bukan lah Chin Sun.

"Dimana Chin Sun?"

Pertanyaan itulah yang berkali kali melintas di kepalaku.

"J—Jangan kemari!! Berhenti disana!! Jangan mendekat ku mohon!!" aku berteriak meski dengan suara yang tak cukup keras.

Sosok yang sedang berdiri di depan ku benar benar sangat menyeramkan hingga membuat bulu kuduk ku berdiri dan aku pun mulai merasakan bahwa adanya perubahan suasana dingin di sini yang semakin terasa mencekam dari sebelumnya.

Dia membawa dua buah pisau di tangan kanan dan kirinya, sosoknya benar benar sangat hitam seolah di selimuti oleh gumpalan berwarna hitam pekat di sekujur tubuhnya.

Perawakan nya hampir menyerupai manusia dengan adanya penampakan tangan serta kaki itu. Tubuhnya menjulang cukup tinggi serta kurus.

"Ku mohon!! Jangan lakukan itu!!!!".

Tubuhku semakin gemetar saat melihatnya yang kian semakin mendekat kearah ku. Aku sungguh tak bisa melarikan diri dengan tubuh dan kaki yang seperti ini.

"TIDAK!!!".

Tangannya mulai melayang seakan akan sudah siap untuk menusukan kedua pisau itu kearah ku dan itu semakin di perlihatkan nya. Perlahan demi perlahan ia mulai mengangkat kedua tangannya sembari memperlihatkan sudut lancip pisau itu yang sangat tajam seolah olah sudah pernah di asah sebelumnya.

Dan hal itulah yang semakin membuat ku tidak berdaya saat melihatnya.

"JANGAN!!!!"

Aku berteriak sangat keras sampai aku bisa merasakan teriakan ku sendiri yang mulai menggema di dalam kelas ini.

****

"Eun Bin!!" teriak seseorang seraya terus memegangi bahu ku dengan cukup kuat dan karena hal itu lah akhirnya aku berhasil bangun.

"Eun Bin ada apa? Mengapa kau berteriak seperti itu, apa kau baik baik saja??" tanyanya dengan wajah cemas.

"Apa? "sahut ku terkejut.

Mataku mulai menelaah sudut demi sudut ruangan kelas sembari menunjukkan ekspresi tak percaya.

"Apa yang terjadi?" gumamku.

"Eun Bin apa kau mengigau?" ucap salah seorang yang berada di kelas.

Ternyata sekarang masih jam istirahat dan sekarang hanya ada lima murid yang berada di kelas termasuk diriku sendiri.

"Mengigau?" aku menatap lekat kearah nya.

"Iya setelah masuk ke kelas ini kami melihat mu tidur bertelungkup di meja lalu selang beberapa detik kemudian kau tiba tiba berteriak dan membuat kami ikut terkejut."

"Apa kau baik baik saja?" tanyanya lagi.

"Iya sekarang aku baik baik saja" sahutku seraya mulai bangkit dari kursi lalu berjalan pergi keluar kelas.

"Jika aku tertidur, apakah benar itu hanya mimpi?" ucapku dalam hati.

Aku kemudian berjalan menjauh dari kelas menuju sebuah toilet.

"Apakah benar itu hanya mimpi atau ini merupakan sebuah pertanda bahwa kau mendengarkan keinginan ku untuk bisa membantu mu tadi?" batinku.

Perasaan ku sungguh tak karuan. Aku mulai mencuci muka ku di wastafel sembari menarik nafas dengan panjang.

"Hei.. Hei!! Apa kau sudah dengar? Beberapa siswa yang lain katanya melihat murid baru di kantor kita, dia siswa laki laki" ucap seseorang.

"Benarkah? Apakah dia setampan pangeran di sekolah kita ini?" sahut yang lainnya lagi.

Beberapa orang terlihat melintas di depan toilet ini dan tentunya itu merupakan hal yang wajar.

Entahlah aku tidak bisa mendengar obrolan mereka dengan jelas dan sekarang suara mereka semakin lama semakin tenggelam bagai tertelan.

Dikelas.

Pembelajaran kembali di lanjutkan. Materi yang sedang di jelaskan oleh Guru kali ini tampaknya tidak bisa ku cerna dengan baik.

Di pikiran ku sekarang selalu teringat dengan sosok Chin Sun yang sudah aku liat sebelumnya, aku sungguh merindukannya. Bagaimana bisa aku melupakan apa yang barusaja ku lihat meski aku tidak tahu itu mimpi atau hanya halusinasi ku semata tapi yang jelas aku harus mencari tahu kebenarannya.

"Anak anak, Bapak minta perhatian kalian semua sekarang. Bapak ingin memperkenalkan murid baru yang akan bergabung di kelas kita ini."

"Wah benarkah?".

"Aku tak sabar bertemu dengannya."

Gemuruh bisik bisik murid di kelas ini bagai bersahutan satu sama lain tanpa henti.

"Eun Bin? Apa kau sakit??" tanyanya sembari melihat kearah ku.

Hal itu sontak membuatku berhenti melamun seketika.

"A—Apa? Tidak Pak, saya baik baik saja" sahutku yang semakin bingung karena melihat wajahnya yang semakin terlihat cemas.

"Eun Bin, hidungmu?" ucap salah seorang siswa di kelas ku.

Seketika suasana di kelas menjadi sangat sunyi di tambah kedatangan murid baru yang ingin di perkenalkan oleh Pak Guru tadi juga barusaja berjalan masuk ke dalam kelas ini dan sekarang ia berdiri tepat di samping Pak Guru.

Tentu ini menjadi terasa memalukan untuk ku.

Namun, tak lama kemudian tatapan semua murid kembali tertuju ke depan membuat ku sedikit tenang, aku mulai menyeka hidungku dan ternyata benar, wajah cemas mereka menunjukkan bahwa aku sedang tidak baik baik saja, ada darah yang keluar dari hidung ku dan semakin lama malah semakin banyak.

Aku bergegas menelaah kolong di bawah mejaku, sementara di depan sana sudah saling berbicara yang aku sendiri bahkan tidak menghiraukan nya sama sekali.

Aku tidak bisa menemukan tisu di bawah kolong meja ku sedangkan darahnya terus menerus keluar dengan derasnya, ini bukan pertama kalinya aku mimisan tapi mengapa mimisan ini seperti tidak biasa, apa yang terjadi. Lalu karena sudah merasa muak akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke toilet saja.

"Pak saya ingin izin ke toilet" ucapku dengan tangan yang berusaha terus menutup hidung sendiri dengan rapatnya.

"Iya Eun Bin dan cobalah untuk beristirahat di UKS jika kau memang tidak enak badan, Bapak akan memberikan mu izin."

"Iya Pak" sahutku sambil berlalu berjalan keluar kelas.

Namun, belum sempat aku berjalan melewati Pak Guru dan si murid baru ini tiba tiba, pandangan mata ku dengan murid baru itu bertemu. Aku berpikir ada apa dengannya yang menatap ku seakan penuh dengan tanda tanya. Entahlah.

Setelah pergi ke toilet aku berjalan menyusuri lorong kelas menuju ke ruang UKS yang berada tak jauh dari toilet ini.

Sesampainya di UKS, mata ku menjelajah sekitar dan aku menyadari bahwa tak ada siapapun di sini, tidak seperti biasanya kadang ada petugas UKS yang selalu menjaga di sini tapi mengapa sekarang aku tidak melihatnya.

Aku tidak ingin pusing memikirkannya, aku mencoba mencari tisu dan untungnya aku menemukan nya. Lalu setelah sedikit membaik aku mulai merebahkan badan ku sejenak saat melihat ranjang kecil yang ada di sana. Badanku yang dari tadi terasa tertusuk dan lelah mulai menghilang dengan sendirinya setelah aku merebahkan badanku dengan posisi yang cukup nyaman ini.

Suasana tenang dari ruangan kosong ini membuat ku merasa lebih baik dari sebelumnya, hembusan angin yang kian meniup gorden di samping aku berbaring sekarang juga mulai terasa anginnya.

Aku terlelap dengan nyenyaknya hanya dalam hitungan menit setelah mataku yang dari tadi sudah tidak karuan arahnya melihat sudut demi sudut ruangan UKS ini.

UKS ini tak jauh berbeda dengan UKS di sekolah sekolah lainnya.

WUSHHH.

Tiupan angin yang kian kencang semakin menghantam gorden dengan kuatnya. Harusnya sebelum tertidur lelap aku sebaiknya menutup jendelanya.

pertolongan

Saat melihat kearah jarum jam yang berada tepat di depan mata ku. Ternyata aku sudah tertidur selama 30 menit lamanya dan anehnya lagi aku tidak memimpikan apa pun. Tidak seperti tidur ku yang sebelum sebelumnya.

Aku tidak bisa mengingat apa tadi aku benar bermimpi atau tidak karena aku hanya merasa seperti baru saja berbaring dan memejamkan mata ku lalu terbangun dengan sendirinya.

Kepalaku terasa sangat berat saat aku mulai berusaha atau mencoba beranjak dari kasur ini seolah-olah badan ku di paksa untuk terus berbaring tak berdaya seperti itu.

"Aku harus pergi sekarang!!" lirihku sambil tetap mencoba untuk bangkit dari kasur. Namun.

GRAKK.

SUDAH TERLAMBAT.

Harusnya aku tidak pergi kesini dan sekarang aku menyesali keputusan ku ini.

"Lepaskan aku!!!"

Seolah aku tak di berikan ketenangan. Tiba tiba sesosok makhluk dengan sendirinya muncul di hadapan ku yang berusaha mencekik leher ku dengan sangat kuat.

Napas ku terengah-engah dan pandangan mata ku mulai agak sayup, aku tidak bisa melihat dengan jelas siapa yang sedang berusaha mencekik ku terus menerus seperti ini dengan ganasnya seakan akan memiliki dendam pribadi denganku dan ia berusaha meluapkan dendamnya sekarang.

Namun, yang lebih mengerikan dan membuat ku semakin merinding adalah sosoknya yang benar benar terlihat tidak biasa.

"Aghhh lepaskan!!" mataku mulai berlinang saat melihat Chin Sun dengan sosoknya yang lebih mengerikan dari apa yang aku lihat sebelumnya di awal.

Perawakan nya yang seperti monster dengan rambut yang menyala seperti api, wajahnya memiliki luka bakar yang cukup serius jika di lihat dari dekat, serta tatapan matanya yang kosong dan gigi taringnya yang terlihat seperti sesosok vampir namun ia tidak memiliki dua taring saja, ia bahkan memiliki lebih banyak dari 15 taring yang masing masing memiliki ketajamannya masing masing dan itu semakin membuat ku merinding.

Di tambah, lampu di kelas ini mendadak mulai mati nyala mati nyala dengan sendirinya seolah konslet.

"T—Tolong.. Tolong lepaskan aku."

Aku berusaha menepis tangannya yang semakin kencang mencekik ku dengan kuat. Dan benar saja, tidak ada yang bisa ku lakukan jika hanya berusaha menepisnya.

Melihat tubuhnya yang kini berada di atas ku, aku kemudian berniat untuk bisa menendang area perutnya mengunakan kaki ku dengan tenaga yang aku punya. Karena sekarang, rasanya aku benar benar sudah tidak berdaya.

Namun meski sudah berusaha menendang nendang dengan kuat seperti ini, makhluk di depan ku ini tetap tak berkutik sama sekali.

"Apa aku akan mati seperti ini? Apa aku benar benar akan berakhir di sini? Sekarang dan di tempat ini??" batinku.

Pikiran pikiran itu membuatku semakin tidak sanggup untuk melawannya lagi.

Aku benar-benar tidak sanggup.

Bahkan sekarang aku hanya bisa menutup mata ku sembari berdoa dan berharap bahwa Tuhan bisa membantu ku kali ini.

Dan benar saja, tidak ada salahnya jika kita meminta pertolongan langsung kepada zat yang paling tinggi, sang penguasa sesungguhnya.

TOKK.

TOKK.

TOKK.

Terdengar dengan begitu jelas, ketukan suara pintu dari luar ruangan.

Dan tanpa sadar, aku mulai meneteskan air mata ku. Seakan-akan Tuhan benar benar mendengar kan doa ku dan sekarang mengirimkan pertolongannya untuk ku. Hal itu benar benar membuat ku amat sangat terharu.

Saat mendengar ketukan itu aku mulai mencoba berusaha membuka kembali mata ku yang sudah terasa sayup sayup ini walau dengan keadaan tubuh yang sudah mati rasa. Aku benar benar berharap, bahwa ada seseorang yang akan datang membantu ku.

"Apa ada orang di dalam?" ujarnya sambil terus mengetuk pintu dengan perlahan.

"T—Tolong!! Tolong aku" rintih ku dengan suara yang tidak terlalu jelas terdengar. Sosok atau mungkin bisa ku sebut sebagai makhluk biadap ini sekarang sedang cengengesan dengan senangnya sambil menambahkan power cengkramannya.

"Mengapa ini terkunci? Apa ada orang di dalam!!"ujarnya lagi.

"Tunggu apa? Aku tidak mengunci pintunya, bagaimana bisa pintu itu terkunci?" ucapku dalam hati.

Dari suaranya, aku yakin, orang yang berada di depan pintu itu adalah seorang laki laki. Suara ganggang pintu itu juga mulai terdengar, semakin memberontak karena berusaha ingin di buka.

BRAKK.

Aku tidak bisa menolehkan kepala ku kesamping tapi aku yakin posisi ku sekarang ini pasti sangat mengenaskan, keringat ku yang terus bercucuran, rambut ku yang sudah acak acakan, rok ku yang mungkin terbuka atau terangkat semakin membuatku terlihat kacau balau.

"Apa ini semua hanya mimpiku semata? Mengapa orang yang baru saja mendobrak pintu itu tidak langsung membantu ku? Apa dia tidak melihatnya atau mungkin ini hanya ilusiku semata" ucapku dalam hati.

Namun, tiba tiba aku mendengar suara nafas yang sangat jelas terdengar di telinga ku yang membuat ku semakin yakin bahwa itu bukan berasal dari ku.

"M—MAKHLUK APA INI SEBENARNYA!!!".

Jika ia juga bisa melihatnya itu artinya aku memang tidak berhalusinasi.

"HEI LEPASKAN DIA!!!" ujarnya sembari mulai berlari mendekat kearah ku sambil membawa tongkat bisbol di tangannya.

Yang kemudian.

BUGHH.

Aku yang melihatnya juga ikut terkejut. Ia memukul makhluk di atas tubuh ku ini menggunakan tongkat bisbol itu hingga menciptakan suara pukulan yang nyaring, hingga makhluk ini berhenti dan melepaskan cengkraman tangannya yang dari tadi mencekik ku dengan kuatnya.

Lalu tiba tiba tubuh dari makhluk itu berangsur angsur hancur lembur bagai di sapu ombak laut namun dengan warna hitam pekatnya.

Serpihan badannya terlihat berserakan di lantai lalu semakin lama semakin menghilang bagai di tiup angin.

"Hahh... Hahh."

Nafas ku, aku tidak bisa mengontrolnya. Ini membuat detak jantung ku semakin terpompa kencang, aku benar benar tidak bisa bernafas sekarang.

"Hei!! Ada apa dengan mu? Hei bernafas lah!!" ucapnya sambil menggoyangkan badan ku dengan cukup kuat.

"HEI BERNAFAS LAH!" ujarnya lagi hingga dengan begitu tiba tiba.

Dia langsung mencoba menolong ku dengan memberikan ku nafas buatan dan hal itu sontak berhasil membuat ku terkejut setengah mati.

Namun tampaknya ini jauh lebih baik karna aku sedikit lebih bisa bernafas dari sebelumnya. Dari bawah sini, di posisi ku sekarang ini, aku berusaha untuk melihat lebih jelas lagi orang yang barusaja memukul makhluk yang mengerikan tadi.

Setiap detail wajahnya begitu terlihat spesifik, ujung hidungnya yang mancung hingga mengenai wajah ku, serta bulu matanya yang tampak panjang dan lentik ini benar benar terlihat dengan jelas serta bibirnya yang kering itu juga bisa aku lihat dan aku rasakan sekarang.

Rambutnya yang sedikit acak acakan membuatnya terlihat seperti barusaja di kejar-kejar oleh hantu. Namun, kembali lagi pada diri sendiri. Apa bedanya dengan ku yang sekarang pasti jauh lebih parah darinya.

"Cobalah untuk bernafas dengan baik sekarang" pintanya.

Dengan perlahan aku mulai mencoba mengatur nafas ku, mencoba mengontrolnya kembali agar terasa lebih baik.

"Hei.. Yang barusaja ku lihat tadi? Apakah itu nyata? Makhluk apa barusan yang barusaja ku lihat itu??".

Aku hanya mendengarkan nya dengan posisi ku yang masih berbaring dan menatap ke atas langit langit ruangan ini. Mendengar dari suaranya aku pikir ia sendiri pasti masih sangat syok dengan apa yang sudah ia lihat.

"Bisakah kau membantu ku duduk karna rasanya aku benar benar ingin muntah."

Ia membantu ku dengan sangat hati hati, merangkul bagian pundak ku dengan tangan kirinya dan tangan kanannya menjadi penopang kedua tangan ku.

Aku kembali mengatur nafas ku dengan perlahan, dan perlahan demi perlahan nafas ku kian kembali dengan normal. Bagian punggung ku sangat terasa amat menyakitkan karna rasanya aku sudah terlalu lama terbaring di kasur ini.

"Apa yang terjadi? Mengapa kau bisa berada di sini bersama makhluk itu?" tanyanya lagi dengan ekspresi yang benar-benar sangat penasaran.

Hingga ia menarik sebuah bangku yang tak jauh dari tempat ia berdiri sekarang dan meletakan nya tepat di depanku, sambil duduk ia bertanya sekali lagi namun kali ini dengan wajahnya yang benar benar sudah sangat membuat ku tidak bisa berkutik lagi.

Tatapannya kini benar benar mengerikan dan sorot matanya seakan akan penuh dengan kata siratan.

"Sebelum itu, apa kau bisa jauhkan tongkat itu dari ku sekarang?".

Dari tadi tangan kanannya memegang tongkat bisbol bahkan saat membantu ku bangkit untuk duduk tadi ia juga masi memegang tongkat itu.

"Baju olahraga? Apa sekarang mata pelajarannya adalah olahraga tapi Mengapa? Mengapa dia pergi ke UKS?" ucapku dalam hati.

Sebenarnya pertanyaan itu ingin ku tanyakan padanya langsung namun ada hal yang sebaiknya aku katakan segera yaitu menjawab pertanyaannya tadi karena rasanya sekarang ia benar benar sudah tidak bisa menunggu jawaban ku lebih lama lagi.

"Kau menanyakan pada ku apa yang sebenarnya terjadi? Sedangkan aku sendiri bahkan tidak tahu dan tidak mengerti situasi apa yang sebenarnya terjadi pada ku ini. Aku sendiri pun sungguh tak mengerti" ucapku sambil menundukkan kepala ku.

"Maafkan aku.. Sungguh aku benar benar lelah sekarang, apa kau tahu apa yang sekarang aku rasakan? Kepala ku seolah-olah bersiap untuk pecah dengan semua hal yang hari ini ku alami. Aku tidak bisa membayangkan kejadian apa lagi yang akan menunggu ku nanti, rasa takut, gelisah, gugup, merinding semuanya seakan akan mendorong ku ke dalam jurang kematian ku sendiri" gumamku pelan.

"Apa yang kau bicarakan? Apa kau baik baik saja??" tanyanya khawatir.

"Iya... Aku baik baik saja."

Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!

Download Novel PDF
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!