bab 2

Isyah terdiam di kamarnya, raut wajahnya muram, bibirnya terkatup rapat, rasa lelah dan kecewa bercampur aduk. Ia tak menyangka pertemuannya dengan Aril dan keluarganya akan berakhir seperti ini. Harapannya untuk bisa fokus pada sekolah dan meraih cita-citanya, kini terusik oleh perjodohan yang tiba-tiba.

"Ya Allah, kenapa harus aku?" gumamnya lirih, menunduk lesu, matanya berkaca-kaca.

Erla, keponakannya, yang masih polos dan ceria, mencoba mencairkan suasana. "Sa, ceritakan semuanya, aku penasaran!" Matanya berbinar-binar, penuh rasa ingin tahu.

Nyia, adik Isyah, menimpali dengan nada jahil. "Udah, La. Jangan ditanya lagi, pasti dia habis di tambak." Nyia menyeringai, menutupi dadanya dengan tangannya.

Isyah menghela napas, kemudian menatap kakak-kakaknya dengan kesal. "Tolong, aku mau tidur. Sebaiknya kalian juga tidur." Alisnya bertaut, wajahnya menunjukkan kekesalan.

Fia, kakak Isyah, mencoba menggoda Isyah. "Alah, Bu, bu, kapan-kapan kenali ya sama kami." Fia tersenyum lebar, menunjukkan kegembiraannya.

Erla dan Nyia ikut tertawa, memperparah kekesalan Isyah. "Ya Allah, kenapa mereka semua membuat aku pusing sih," batin Isyah, wajahnya mengerut kesal.

 

Sementara itu, di kediaman keluarga Atmajaya, Amit melajukan motornya dengan kecepatan tinggi. Ia ingin segera sampai di rumah dan melupakan kejadian yang baru saja terjadi. Raut wajahnya tampak muram, mencerminkan kekecewaan dan rasa jengkel. Bibirnya terkatup rapat, menunjukkan kekecewaan.

Sesampainya di rumah, ia melihat Pak Ben duduk di sofa, wajahnya tampak serius. Amit langsung menghampiri Papanya dan duduk di sampingnya.

"Papa, akan mengangkat Isyah sebagai anak kalau kamu juga tidak bisa menjamin dia akan jadi menantu disini, " jelas Pak Ben dengan sangat tegas. Alisnya bertaut, menunjukkan keseriusannya.

Amit menghela napas. "Semua ada di tangan Papa, silahkan saja dia tinggal disini dan Papa menyekolahkannya. Amit sama sekali tidak keberatan, yang terpenting Papa tanggung jawab atas semua keperluan Isyah selama disini. Jaga anak gadis orang itu berat, Pa." Amit berkata dengan santai, mencoba menyembunyikan rasa ketidaksukaannya.

Pak Ben terdiam, mencoba mencerna ucapan Amit. Ia memikirkan bagaimana cara agar ia bisa mengangkat Isyah menjadi anaknya. Raut wajahnya tampak penuh kerutan, mencerminkan kekhawatiran.

 

Keesokan harinya, Isyah terbangun dengan perasaan yang berat. Ia harus kembali menghadapi kenyataan perjodohan yang dipaksakan padanya.

"Bagaimana, Sa? Apa kamu sudah siap?" tanya Fia, mencoba mencairkan suasana. Fia tersenyum hangat, mencoba menenangkan Isyah.

Isyah menghela napas. "Aku tidak tahu, Kak. Aku bingung." Wajahnya menunjukkan kebingungan dan ketakutan.

"Jangan khawatir, Sa. Kita hadapi bersama. Kamu harus kuat," ucap Fia sambil mengelus pundak Isyah. Wajah Fia menunjukkan keprihatinan dan dukungan.

Isyah hanya mengangguk, hatinya masih dipenuhi rasa takut dan ketidakpastian.

 

Di kediaman keluarga Atmajaya, Pak Ben terlihat gelisah. Ia terus mondar-mandir di ruang tamu, menunggu kedatangan Isyah. Raut wajahnya menunjukkan kekhawatiran.

"Amit, bagaimana dengan Isyah? Kapan dia akan datang?" tanya Pak Ben dengan nada cemas.

Amit yang sedang membaca koran, menjawab dengan santai. "Tenang, Pa. Isyah akan datang. Papa tidak perlu khawatir." Amit tersenyum tipis, mencoba menenangkan Papanya.

Pak Ben menghela napas. Ia berharap rencana perjodohan ini berjalan lancar dan Isyah mau menerima takdirnya.

 

Isyah tiba di kediaman keluarga Atmajaya, hatinya berdebar kencang. Ia disambut oleh Pak Ben dengan senyuman hangat.

"Isyah, selamat datang. Silahkan masuk," ucap Pak Ben.

Isyah mengangguk, kemudian masuk ke dalam rumah. Ia disambut oleh kemewahan rumah itu, jauh berbeda dengan rumahnya yang sederhana. Isyah terkesima, matanya berbinar-binar.

"Isyah, ini Amit, anakku," ucap Pak Ben memperkenalkan Amit.

Isyah mengangguk, kemudian menyalami tangan Amit. "Salam kenal, Mas Amit."

Amit hanya mengangguk singkat, matanya menatap Isyah dengan pandangan yang sulit diartikan.

"Kalian mengobrol saja dulu, saya mau masuk kedalam ya," ucap Pak Ben, kemudian berlalu pergi.

Isyah dan Amit terdiam, suasana terasa canggung.

"Ikut aku, kita bicara di taman saja," ucap Amit, kemudian beranjak dari sofa.

Isyah mengangguk, kemudian mengikuti Amit menuju taman.

Mereka duduk di sebuah bangku taman, saling berhadapan.

"Sa, aku minta agar kita pura-pura saja mau menjalani hubungan kita, tapi pada dasarnya kita tidak memiliki hubungan apapun, kau mengerti?" jelas Amit. Wajah Amit tampak datar, menunjukkan ketidaksukaannya.

Isyah terdiam, mencoba mencerna ucapan Amit.

"Baik, Pak," jawab Isyah pelan.

"Bagus. Simpan nomor ponsel ku," ucap Amit sambil memberikan ponselnya kepada Isyah.

Isyah menerima ponsel Amit, kemudian memberikan nomor ponselnya.

"Berapa umurmu, dan kelas berapa kau?" tanya Amit dengan sangat dingin, suaranya seperti es.

"Umur saya 16 tahun, dan saya kelas dua SMA," jawab Isyah dengan sangat lembut, suaranya terdengar sedikit gemetar.

"Ya ampun, papa benar-benar keterlaluan bisa-bisanya aku di jodohkan sama anak bau kencur seperti ini," ucap Amit yang mengusap kasar wajahnya. Wajahnya menunjukkan rasa jengkel dan ketidaksukaan.

Isyah hanya diam saja saat mendengar ucapan Amit. Matanya menunduk, merasa malu dan terhina.

"Baiklah, kalau begitu kita mulai saja pura-pura ini. Jangan berharap lebih, dan jangan berharap aku akan jatuh cinta padamu," ucap Amit dengan nada dingin, kemudian bangkit dari duduknya.

Isyah hanya mengangguk, kemudian bangkit dan mengikuti Amit.

"Kita makan malam dulu, kemudian aku akan mengantarmu pulang," ucap Amit, suaranya masih dingin.

Isyah hanya mengangguk, kemudian mengikuti Amit menuju meja makan.

Setelah makan malam, Amit mengantarkan Isyah pulang dengan motor sport miliknya. Sepanjang perjalanan, mereka sama-sama terdiam. Isyah tidak berani memulai percakapan, sedangkan Amit tampak fokus mengendarai motornya, raut wajahnya datar, menunjukkan ketidaksukaannya.

"Terima kasih sudah mengantarkan saya," ucap Isyah saat mereka sampai di depan rumahnya.

Amit hanya mengangguk, kemudian melajukan motornya pergi.

Isyah menghela napas, kemudian masuk ke dalam rumahnya.

"Dasar, adik sama abang sama-sama tidak memiliki sopan," gumam Isyah sambil melepas sepatunya. Wajahnya menunjukkan kekecewaan.

Ia langsung menuju kamarnya yang bergabung dengan dua saudaranya. Saat ia masuk, ia melihat keponakannya ada di tempat tidurnya.

"Bu, Isa ... Baru pulang ya?" ucap Erla yang tersenyum manis kepada Isyah.

Isyah langsung menidurkan tubuhnya di atas kasur miliknya bersama dengan Erla.

"Udah, La. Jangan ditanya lagi pasti dia habis di tambak," ucap Nyia yang menutupi dadanya. Nyia tertawa kecil, menunjukkan kejahilannya.

"Sa, ceritakan semuanya penasaran ini," ucap Fia, kakak Isyah. Fia tampak penasaran dan ingin tahu.

"Tolong, aku mau tidur sebaiknya kalian juga tidur," ucap Isyah dengan sangat kesal sambil melepaskan hijabnya. Wajahnya menunjukkan kekesalan.

"Alah, Bu, bu, kapan-kapan kenali ya sama kami," goda Erla yang tertawa-tawa bersama dengan Nyia dan Fia.

"Ya Allah, kenapa mereka semua membuat aku pusing sih," batin Isyah, wajahnya mengerut kesal.

Amit melajukan motornya dengan kecepatan tinggi agar ia bisa segera sampai di rumahnya. Setelah sampai, ia masuk dan melihat Papanya ada di sofa sedang menunggunya.

Amit langsung menghampiri Papanya dan duduk di samping Papanya.

"Papa, akan mengangkat Isyah sebagai anak kalau kamu juga tidak bisa menjamin dia akan jadi menantu disini, " jelas Pak Ben dengan sangat tegas. Alisnya bertaut, menunjukkan keseriusannya.

"Semua ada di tangan Papa, silahkan saja dia tinggal disini dan Papa menyekolahkannya. Amit sama sekali tidak keberatan, yang terpenting Papa tanggung jawab atas semua keperluan Isyah selama disini. Jaga anak gadis orang itu berat, Pa." ucap Amit dengan sangat santai. Amit tersenyum tipis, mencoba menenangkan Papanya.

Pak Ben terdiam dan memikirkan bagaimana cara agar ia bisa mengangkat Isyah menjadi anaknya. Raut wajahnya tampak penuh kerutan, mencerminkan kekhawatiran.

.

.

.

Bersambung.

Hay teman-teman, jangan lupa untuk tinggalkan jejak kalian ya.

Like, Vote, Favorit, komen.

Author sangat berterimakasih atas dukungan dari kalian semua.

Salam manis untuk kalian semua.😘

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!