"Ada di dalam, dia sedang tidur, Bang." jawab Fia dengan sangat lembut. Matanya berbinar dengan senyum nakal, menatap Amit yang tampak cemas.
"Boleh aku masuk?" tanya Amit, suaranya bergetar sedikit karena kekhawatiran.
"Boleh, masuk saja. Dia ada di dalam kamar. Aku mau keluar sebentar ada keperluan." ucap Fia. Ia berlalu pergi, langkahnya ringan dan bersemangat.
Amit berjalan masuk ke dalam dan ia masuk ke dalam kamar Fia. Ia melihat Isyah tidur dengan sangat nyenyak. Amit merasa kesal. Sebab ia sampai menuduh orang karena cemas memikirkan tentang Isyah. Sedangkan yang dikhawatirkan malah tidur dengan nyenyak.
"Dia benar-benar membuatku semakin kesal. Aku akan mengerjainya. Aku akan membuatnya menangis tersedu-sedu," batin Amit, suaranya mencuat dengan nada marah.
Amit menggendong tubuh Isyah lalu ia berjalan keluar menuju rumahnya. Sesampainya ia di rumahnya, ia langsung berjalan menuju kamarnya, sebab ia akan mengerjai Isyah membuat mereka seolah-olah sudah tidur bersama.
Sesampainya Amit di dalam kamarnya, ia meletakkan tubuh Isyah dengan perlahan di tempat tidurnya, lalu ia sengaja tidak mengenakan baju hanya saja ia mengenakan celana pendek.
Lalu ia tidur di samping Isyah, sebab ia juga sangat mengantuk.
Isyah perlahan membuka matanya. Ia melihat sekelilingnya. Ia merasa sangat aneh. Akan tetapi, ia tetap berfikir positif.
“Sepertinya ini kamarnya. Ya Allah, ini kamarnya Bang Amit,” batin Isyah, suaranya bergetar dengan ketakutan.
Isyah melirik ke arah samping. Benar saja, ada Amit di sampingnya. Amit tidak mengenakan baju. Lalu, Isyah meraba kepalanya.
“A-aku tidak pakai hijab. A-apa kami sudah melakukannya?” ucap Isyah terbata-bata sambil menutup mulutnya menggunakan tangannya.
Isyah membuka selimut. Lalu, ia melihat Amit hanya mengenakan celana pendek saja. Ia langsung menangis tersedu-sedu. Perlahan, ia bangun lalu ia berlari menuju kamarnya.
Setelah ia sampai di dalam kamarnya, ia menjatuhkan dirinya. Ia menangis tersedu-sedu di dalam pelukan bantal gulingnya.
“Ya Allah, ampunilah hamba... Apa kami sudah melakukannya? Dan aku benar-benar tidak mengingat apapun tadi...” ucap Isyah dalam tangisnya.
Amit tersenyum dan tertawa puas saat Isyah sudah pergi dari kamarnya.
“Biarkan saja dia seperti itu. Sebab aku sangat kesal padanya karena dia membuatku sangat khawatir akan keadaannya. Tapi, malah dia tidur dengan nyenyak di rumah ayahnya,” ucap Amit dengan sangat bahagia. Lalu, ia mulai tertidur sebab ia merasa sangat mengantuk.
Isyah merasa sangat sedih. Akan tetapi, ia juga tidak bisa berbuat apa-apa saat ini. Yang ia bisa hanya menangis.
“Apa yang harus aku lakukan? Aku akan meminta Bang Amit bertanggung jawab. Atau aku harus merahasiakan semua ini dari semua orang? Sebab aku merasa sangat takut,” ucap Isyah yang menghapus air matanya.
Isyah merasa ingin buang air kecil. Sehingga, ia turun dan berjalan menuju kamar mandi. Sesampainya ia di kamar mandi, ia membuka celana dalamnya dan ia sangat terkejut melihat ia masih memakai pembalut yang masih banyak darah yang keluar.
“Eh, kalau aku masih haid apa Bang Amit biasa melakukannya tadi? Apa semuanya ulahnya saja? Sebab dia ingin membuatku takut. Ah, bodohnya aku bisa-bisanya aku di bodohin sama Bang Amit. Dasar kutub utara menyebalkan,” batin Isyah.
Isyah bernafas lega sebab tidak terjadi apa-apa pada dirinya dan juga Amit. Setelah ia selesai membuang air kecil, ia langsung kembali ke kamarnya.
Oke, berikut lanjutan ceritanya:
Nyia sedang menjaga kasir. Lalu, ia melihat Ken sedang membeli sesuatu di swalayan. Ia masa bodoh dan tidak peduli. Ia kembali menghitung belanjaan orang-orang.
Ken sengaja untuk membeli keperluan anak-anak mafia hitam di swalayan milik Pak Salam. Sebab, Amit yang memintanya agar mereka juga bisa membantu Pak Salam dengan berbelanja di swalayan Pak Salam.
Setelah lama Ken berbelanja, akhirnya ia sudah selesai. Ia mendorong keranjang belanjaannya menuju kasir. Setelah sampai, ia menatap wajah Nyia yang sedang menghitung belanjaannya.
“Manis, terseyumlah, jangan seperti itu. Kau kelihatan lebih jelek,” ucap Ken sambil mengedipkan sebelah matanya kepada Nyia.
“Jangan banyak bicara, Om,” ucap Nyia sambil memasukkan belanjaan Ken ke dalam kantung plastik.
“Om? Saya masih mudah. Umur saya masih 23 tahun,” ucap Ken sambil membayar semua belanjaannya.
“Terimakasih sudah berbelanja di sini. Silakan pergi sebab antrian yang akan membayar sudah banyak, Om,” ucap Nyia dengan sangat imut di mata Ken.
“Baiklah, sampai juga lagi...” Ken melambaikan tangannya kepada Nyia saat ia berjalan menuju luar.
“Om, om, gila. Dia kira aku cabe-cabean,” batin Nyia, wajahnya menunjukkan rasa jengkel.
...
Fia berjalan menuju apotik. Sebab, ia ingin membeli obat pusing. Ia hanya berjalan kaki saja. Ia berjalan melewati rumah Gilang. Ia tidak tahu kalau rumah itu adalah rumah Gilang.
Fia berhenti di depan rumah Gilang. Sebab, ia merasa sangat pusing. Sehingga, ia duduk di pinggir jalan. Fia memegang kepalanya yang terasa sangat pusing. Anak buah Gilang yang berjaga di depan gerbang menhampiri Fia.
“Neng, apa ada masalah?” tanya anak buah Gilang. Fia langsung menoleh saat ia melihat anak buah Gilang. Matanya seperti berkunang-kunang.
“Saya...” Fia terjatuh pingsan di lantai. Sontak membuat anak buah Gilang terkejut.
“Neng, bangun, Neng!” teriak anak buah Gilang.
Gilang masih tertidur di tempat tidurnya. Lalu, ia mendengar suara teriakan anak buahnya. Membuat ia sangat penasaran. Ia bangun dan memakai sandalnya.
“Ada apa itu? Kenapa Jery berteriak-teriak,” ucap Gilang sambil berjalan menuju luar. Ia berjalan sampai di depan gerbang.
“Ada apa, Jer?” tanya Gilang di depan gerbang. Ia tidak melihat wanita yang pingsan di depan Jery.
“Tadi ada wanita yang duduk di sini. Saya hampiri dan tiba-tiba dia pingsan Bos,” ungkap Jery dengan sangat panik.
Gilang langsung berjalan mendekati Jery. Lalu, ia membuka mulutnya lebar-lebar melihat Fia adalah wanita yang pingsan.
Oke, lanjutan ceritanya:
Gilang langsung menggendong tubuh Fia masuk ke dalam, diikuti oleh Jery.
“Jer, telfon Dokter Iyan!” teriak Gilang yang sedang berjalan menuju kamar tamu. Jery langsung menjalankan tugasnya.
Gilang meletakan tubuh Fia dengan perlahan di tempat tidur lalu ia menyelimuti Fia dengan selimut tebal.
“Fia, ada apa sebenarnya ini.” ucap Gilang dengan sangat lembut. Matanya menatap wajah Fia yang pucat dengan kekhawatiran.
Jery menelpon Dokter Iyan dan Dokter Iyan langsung bergegas pergi menuju rumah Gilang.
Jihan melihat Jery sangat panik. Hal itu membuatnya penasaran. Dengan perlahan, ia mendekati Jery.
“Ada apa, Om?” tanya Jihan dengan sangat lembut, suaranya bergetar dengan kecemasan.
“Ada wanita pingsang tadi, dan dia ada di dalam kamar tamu. Sepertinya Bos kenal dengan wanita itu. Sebab Bos sangat khawatir akan keadaannya,” ungkap Jery.
“Siapa wanita itu? Aku tidak akan membiarkan siapapun merebut Papi dariku. Papi hanyalah milikku seorang. Bahkan, kami tadi lagi bersama. Dan, kali ini, benar-benar kami dengan sadar melakukannya,” batin Jihan, suaranya mencuat dengan nada cemburu.
“Dimana waktu itu?” tanya Jihan.
“Di kamar tamu.” jawab Jery yang berlalu pergi.
Jihan berjalan sambil memegang kepalanya yang masih basah akibat ia keramas tadi. Sesampainya ia di kamar tamu, ia melihat Gilang sangat cemas akan wanita yang pingsan tersebut.
bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments