Sierra berusaha membuka kelopak matanya yang terasa berat. Tak hanya itu, perutnya terasa seperti diaduk-aduk dan sangat mual. Sierra mencoba bangkit dari tidurnya, hendak pergi menuju kamar mandi sebelum dia memuntahkan sesuatu di atas ranjang.
"Hooeekkk!"
Sierra di landa hangover cukup parah. Entah berapa banyak gelas yang dia minum semalam tadi, Sierra sendiri tak dapat mengingatnya secara jelas.
Ceklek
"Sierra! Kamu baik-baik aja?!"
Seseorang tiba-tiba menyelonong masuk ke dalam kamar mandi yang Sierra gunakan. Kemunculan pria itu sukses membulatkan kedua mata Sierra lebar-lebar.
"Ka-KAMU KENAPA ADA DI SINI?!"
Sierra merangkak mundur ke belakang, syok berat melihat kemunculan Max yang tak terduga. Belum lagi rambut Max terlihat setengah basah serta bathrobe yang melekat di tubuh pria itu, otomatis Sierra segera mengecek pakaiannya sendiri.
Wajah Sierra seketika memucat, berbagai pertanyaan memenuhi pikiran Sierra sampai membuat wanita itu luar biasa bingung.
"Sierra, jangan duduk di lantai terlalu lama. Nanti kamu bisa sakit. Ayo, kita pindah ke tempat lain, aku udah nyiapin minuman hangat buatmu." Max bergerak maju, hendak membantu Sierra bangkit dari duduknya.
Namun Sierra terus merangkak mundur ketika Max mendekat. Hening seketika menyelimuti keduanya. Sierra tidak berani menanyakan kejadian semalam, apa yang telah mereka lakukan dan mengapa mereka bisa berakhir di kamar hotel yang sama.
Sadar bila Sierra takut padanya, Max merasa harus meluruskan kesalahpahaman yang terjadi di sana.
"Maaf, kalau aku bikin kamu salah paham, tapi semalam tadi kamu mabuk berat dan aku nggak tau alamat tempatmu tinggal jadi aku bawa kamu ke hotel ini. Tapi tenang, kita nggak tidur di kamar yang sama, aku menyewa dua kamar buat kita kok."
Berharap penjelasannya ini dapat menenangkan Sierra yang di landa kepanikan. Meski Sierra tak berani bertanya secara langsung, Max dapat menebak jalan pikiran Sierra melalui ekspresi yang gadis itu tunjukkan.
"Be-beneran?" Sierra mencicit takut.
Max mengangguk tegas, lalu mengulurkan tangan kanannya. "Kamu bisa cek sendiri ke resepsionis. Sekarang, kita hilangkan dulu sakit mualmu itu. Aku udah pesenin makanan sama minuman penghilang mabuk. Kamu harus makan sampai habis ya?"
Flushh
Tak lupa Max memencet flush toilet yang habis digunakan oleh Sierra. Pria itu membantu Sierra dengan begitu telaten dan penuh kehati-hatian.
Di sisi lain, Sierra luar biasa kikuk sekaligus malu. Max telah melihat sisi lain dirinya yang memalukan, belum lagi kesalahpahaman yang tadi dia pikirkan. Sierra benar-benar malu berhadapan dengan Maximillan dalam kondisi yang buruk seperti ini.
"Maaf kak...aku bener-bener kacau ya semalam tadi?" Sierra menggaruk permukaan pipinya untuk mengurangi kegugupan yang menyelimutinya.
Max sendiri sibuk menyiapkan makanan yang baru datang setelah dia pesan pagi tadi. Sierra harus makan atau perut gadis itu akan semakin sakit karena kosong.
"Nggak juga. Kamu masih dalam kategori tenang untuk ukuran orang mabuk. Aku udah sering lihat yang lebih parah dari ini," Entah itu pujian atau gurauan. Tapi Sierra lega Max tidak kelihatan terganggu karena dirinya.
"Aku bakal ganti semua, tolong nanti kirimkan tagihannya ke aku ya?" Tak enak rasanya Sierra membiarkan Max membayari semua kebutuhannya sejak semalam.
"Nggak usah. Aku tulus bantuin kamu. Aku lebih senang bisa bantu kamu, jadi jangan merasa keberatan." Max membalas dengan senyuman yang lebar.
Untuk sesaat, Sierra baru mengingat betapa tampannya pria itu. Apalagi ketika Max menyajikan beberapa menu makanan untuk dirinya, Sierra merasa diperlakukan seperti seorang kekasih oleh Max.
'Kayaknya dulu kak Max nggak kayak gini deh?' Maksud Sierra, kebaikan Max tidak berlebihan seperti ini. Dulu Max memang baik dan ramah padanya, tapi Sierra tahu itu hanya sekedar formalitas semata untuk menghormati dirinya yang waktu itu masih berstatus kekasih dari adik Max.
Sierra jadi bertanya-tanya, apa untungnya bagi Max berbaik hati sampai merawat dirinya bahkan tanpa di minta sekalipun.
Sierra akan menanyakan hal itu nanti, sekarang dia harus menghabiskan semua makanan dan minuman yang telah Max beli untuknya. Meski nafsu makan Sierra tidak sebaik dulu, dia tetap harus memasukkan semua itu ke dalam perutnya demi menghargai kebaikan hati Max.
'Kamu pasti bisa, Sierra...jangan sampai buang rezeki dari orang!'
"Kalau gitu, selamat makan!"
...🦁...
...🦁...
"Kak? Kak Max? Kok kak Max nggak ada di kamarnya? Apa dia udah berangkat lebih pagi?"
"Tuan muda, cari Tuan Maximillan ya?" Seorang pelayan datang menanyai si tuan muda yang tampak kebingungan di depan kamar kakak dari laki-laki itu.
"Iya. Bibi tau di mana kak Maxi? Aku cariin dari tadi nggak ada."
Pemuda berambut coklat tua itu, Gideon, tampak panik tak kunjung menemukan batang hidung sang kakak sedari tadi.
Padahal biasanya Max akan berpamitan pada semua orang sebelum berangkat kerja, tapi pagi ini, Max bahkan tak nampak berkeliaran di dalam rumah. Terakhir Gideon melihat kakaknya itu sebelum Max pergi makan malam bersama beberapa rekan bisnis.
"Tuan Maximillan belum pulang sedari malam, tuan muda Gideon. Apa beliau tidak memberitahu anda?"
Laporan dari pelayan itu sedikit mencengangkan Gideon. "Kak Max nggak pulang dari semalam?! Bibi nggak bohong 'kan?!"
Bagaimana Gideon tidak terkejut? Kakaknya yang satu itu termasuk introvert, jadi mustahil bagi Max untuk berkeliaran di luar kecuali untuk urusan pekerjaan yang memang mengharuskan pria itu berinteraksi dengan banyak orang.
Gideon juga yakin sekali kalau makan malam kemarin juga tak mengundang satu wanita pun, jadi ke mana perginya Max?
"Iya, tuan muda. Saya juga sudah mengkonfirmasikannya dengan satpam yang berjaga semalam. Memang benar, Tuan Maximillan belum pulang sekalipun."
Berarti memang benar Maximillan belum pulang sampai siang ini. Tapi ke mana kakaknya pergi? Gideon jadi mengkhawatirkan Max.
"Ya sudah, terima kasih infonya, bi. Nanti kalau kak Max sudah pulang, segera kasih tau aku ya?"
Pelayan wanita yang sudah bekerja puluhan tahun di kediaman Callisto itu membungkuk hormat pada Gideon.
'Aku bahkan nggak bisa hubungi ponselnya. Nggak ada masalah 'kan sama makan malam kemarin?'
Mungkin Gideon hanya terlalu mencemaskan kakaknya, sampai pikiran negatif datang menghantuinya. Toh Maximillan bukan lagi remaja yang suka kelayapan ke sembarang tempat, Gideon tidak perlu mencari kakaknya layaknya orang hilang.
'Nanti kalau ketemu aku tanyain deh. Aku cuma khawatir karena akhir-akhir ini musuh lebih provokatif ketimbang biasanya.'
Gideon menghela nafas panjang. Dia yakin Maximillan aman di suatu tempat, mungkin kakaknya membutuhkan hiburan atau sedang ingin bersantai sejenak. Tak masalah, asalkan Maximillan aman, Gideon tidak perlu cemas.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments