Ex-boyfriend'S Brother
"Sierra, kami mau pergi minum-minum nih! Kamu mau ikut, nggak?"
Sierra melirik malas ke arah teman sekelasnya yang baru saja mengajaknya pergi minum ramai-ramai.
Ini adalah awal semester ke 5 Sierra berkuliah, ada beberapa anak yang belum Sierra kenal sebelumnya, jadi mereka berinisatif mengadakan acara minum bersama sebagai ajang pendekatan satu sama lain.
Sierra sih tidak masalah, mau minum atau pergi ke suatu tempat bersenang-senang bersama juga dia oke. Masalahnya adalah, Sierra agak malas pergi ke mana-mana hari ini, dan ingin bergegas pulang untuk mengistirahatkan tubuh lelahnya.
"Kamu ikut ya? Ya? Nggak seru kalau nggak ada kamu!" Tapi sepertinya temannya yang satu ini tak akan membiarkannya pulang lebih awal.
Terpaksa Sierra mengiyakan ajakan-semi paksaan, dari Elena. Kalau tidak begitu, Elena pasti akan merengek terus padanya.
"Yeyy~ Gitu dong! Kamu pasti nggak akan menyesal udah ikut acara kali ini!" Elena tampak bersemangat sekali. Sierra tahu Elena suka sekali mengadakan acara kumpul-kumpul bersama entah dengan anak-anak sekampus maupun dari luar kampus.
Hmmm..Apa ini keputusan yang bagus? Entah mengapa Sierra jadi ragu sekarang.
"Cuma minum sebentar 'kan? Nggak ada acara lainnya 'kan?" Sierra ingin memastikan lebih jelas.
Ditanya begitu, Elena jadi salah tingkah. Namun dia berusaha menyembunyikan kegugupannya sebaik mungkin demi kesuksesan acara malam ini.
Bukan tanpa alasan mengapa Elena bersikeras mengajak Sierra ikut. Gadis dengan surai keemasan itu merupakan gadis populer yang sangat digandrungi banyak orang, baik lelaki maupun perempuan. Jadi jelas, kehadiran Sierra memiliki pengaruh besar dalam menarik minat orang-orang untuk ikut bergabung dalam acara yang Elena adakan nanti malam.
Saking gembiranya Elena, tanpa sadar gadis itu senyum-senyum sendiri, yang jatuhnya justru tampak mencurigakan di mata Sierra.
"Beneran ya, nggak bakal ada yang aneh-aneh di sana nanti?" Berteman sejak semester pertama membuat Sierra tahu sedikit banyak tentang tabiat Elena yang suka nyeleneh.
"Ya enggak lah~ ha ha ha...ka-kalau gitu sampai ketemu nanti malam! Kalau nggak mau berangkat sendiri, aku siap menjemputmu kok! Dadahhh~" Elena kabur secepat kilat demi menghindari desakan pertanyaan dari Sierra. Bisa gawat kalau mulutnya sampai keceplosan, Sierra itu orang yang sangat peka, jadi gadis itu bisa menangkap kebohongannya dengan cepat.
Jadi kabur adalah jalan ninja yang bisa Elena lakukan. Toh semua ini demi kebaikan teman baiknya itu, Elena hanya ingin Sierra lebih menikmati masa-masa belajarnya di kampus dengan dibumbui romansa-romansa cinta yang manis.
'Udah waktunya kamu mencoba menjalin hubungan dengan seseorang, Sierra. Biar luka di hatimu dapat terobati sedikit demi sedikit..'
...✨...
...✨...
"Kamu ada di mana sih? Aku udah sampai di depan restorannya nih." Sierra menghubungi Elena, sekedar memastikan lagi apakah kedai yang dia datangi ini sudah sesuai dengan tempat acara Elena diadakan.
"Iya~ masuk aja, sayang. Aku nggak bisa keluar nih, masih sibuk ngurusi pesanan~" Elena menjawab di seberang telpon.
Ya sudah, Sierra memutuskan sambungan telpon mereka sebelum melangkah masuk ke dalam restoran dengan gaya khas Jepang di depannya.
Di kawasan ini banyak sekali kedai dan restoran yang menawarkan berbagai jenis makanan khas Asia, sehingga agak membingungkan Sierra yang baru pertama kali ini datang ke kawasan tersebut.
"Selamat datang! Apakah anda sudah membuat janji?" Seorang pelayan menyambut kedatangan Sierra.
Sierra gugup, dia belum pernah mendatangi restoran dengan ciri khas seperti ini.
"I-itu, teman saya sudah reservasi katanya. Bisa tolong antarkan saya ke tempatnya?" Dasarnya Sierra itu gadis yang pemalu, jadi kalau mencari sendiri ruangannya hanya akan membuat kegugupannya bertambah berkali-kali lipat.
"Baik. Akan saya antarkan anda! Mari, lewat sini, nona."
Syukur pelayannya ramah dan sabar, Sierra jadi tidak seberapa tegang lagi. Lalu mereka berdua berjalan menuju ke bagian belakang, di mana ruang-ruang lebar yang biasanya digunakan sebagai tempat acara ada di sana.
"Silahkan masuk, nona. Ini ruangannya." Pelayan itu berhenti di satu ruangan tertutup, bahkan Sierra tidak bisa mendengar suara apapun dari dalam sana.
Entah mengapa firasat Sierra kembali campur aduk.
Tok tok
"Permisi, tuan-tuan. Ada satu tamu lagi yang datang." Pelayan itu mengetuk pintu ruangan sebelum membukanya dari luar.
'Tuan-tuan?' Dahi Sierra mengerut mendengar ucapan salam dari pelayan tersebut.
Grakk
Pintu digeser dengan hati-hati. Sierra yang tak sempat protes akhirnya dapat melihat siapa orang yang ada di dalam ruangan tersebut.
Ternyata orang-orang yang ada di dalam ruangan tersebut berisi sekumpulan pria dengan setelan jas rapi dan bertampang lumayan sangar.
Wajah Sierra seketika memucat, bukan ruangan ini yang dia cari. Apalagi isinya kebanyakan bapak-bapak paruh baya yang ekspresinya sangat menyeramkan!
"A-anu...kayaknya salah ruangan. Teman saya itu perempuan, yang mengadakan acara kampus," Sierra berbisik pada si pelayan wanita yang membuat kesalahan.
Sontak saja pelayan itu membungkukan badan, memohon maaf sebesar-besarnya.
Tak enak hati, Sierra akhirnya ikut meminta maaf. Toh ini juga kesalahannya tidak menyebutkan nama orang yang telah membuat tempat reservasi.
"Maafkan kami, sudah mengganggu pembicaraan penting anda sekalian. Kami akan undur diri secepatnya," pamit Sierra sebelum berbalik arah, pergi dari ruangan tersebut.
"Sierra?"
Seseorang memanggil namanya. Kaki Sierra sontak berhenti melangkah dan sekujur tubuhnya menegang.
Suara itu...suara orang itu mirip sekali dengan seseorang yang dulu Sierra kenal.
"Benar 'kan kamu Sierra?!" Pria yang memanggil nama Sierra berdiri dari duduknya lalu menghampiri Sierra secara tergesa.
Sierra bahkan tak berani menengok ke belakang lantaran takut bila orang yang memanggilnya adalah orang yang ada dalam benaknya.
"Ah..maaf kalau buat kamu kaget. Ini aku, Maximillan. Kamu masih ingat aku?"
'Max?!' Kedua mata Sierra membulat mendengar nama yang sudah sangat lama tak dia dengar. Barulah Sierra memberanikan diri berbalik badan menghadap pada sosok pria yang mengaku sebagai Maximillan.
"Ka-kak Maximillan?" Serena ragu-ragu memanggil laki-laki di belakangnya itu.
Senyum terbit di wajah Max. Ternyata Sierra tidak melupakan dirinya meskipun mereka sudah cukup lama tidak bertemu.
"Iya, ini aku...Maxi. Apa kabarmu? Kebetulan sekali kita bertemu di sini!" Senyum tak luntur dari wajah Max.
Sierra mendesah lega, ternyata orang itu benar-benar Max, hatinya menjadi lebih tenang sekarang.
"Maaf, nona. Apa anda jadi pergi ke tempat reservasi lainnya?" Pelayan perempuan itu menyela obrolan Sierra dan Max.
"Ah, iya, tolong antarkan aku ke sana setelah berpamitan sebentar," Sierra hampir melupakan tujuannya datang ke restoran itu.
"Kamu...ada acara juga di sini?" Max masih ingin mengobrol banyak dengan Sierra, tapi waktunya tidak tepat. Sierra tampak sedang terburu-buru sekarang.
Sierra mengangguk mengiyakan, "Aku harus segera pergi sekarang, kak. Senang melihatmu lagi, aku harap kakak selalu sehat dan sukses." Kini saatnya mereka untuk berpisah.
Toh Sierra sudah tidak punya urusan apapun dengan Maximillan ataupun dengan anggota keluarga laki-laki itu lagi.
"Aku pergi dulu. Selamat tinggal."
Deg
Tanpa sadar tangan Max bergerak dengan sendirinya, mencengkram lengan Sierra yang hendak pergi dari hadapannya.
Sierra yang terkejut nyaris terjungkal ke belakang, andai badan Max tidak menahannya supaya tidak jatuh.
"Akh?! Ma-maaf, kak! Aku benar-benar nggak sengaja!!" Sierra buru-buru menegakkan tubuhnya dan menjaga jarak dengan Maximillan. Kaget juga badan mereka tiba-tiba menempel satu sama lain.
Berbeda dengan reaksi Sierra yang meloncat menjauh bagaikan anak kucing yang sensitif, Max justru terpaku di tempatnya berdiri.
Sierra yang sudah lama tidak berinteraksi dengan Max secara pribadi, tentu saja menjadi malu dan salah tingkah. Bagi Sierra, dirinya dan Maximillan sudah menjadi orang asing satu sama lain. Pertemuannya dengan Max di masa lalu juga bisa di hitung dengan jari, jadi hubungan mereka tidaklah akrab sedari awal.
"Maaf atas kecerobohanku. A-aku pamit dulu kalau gitu!" Kedua pipi Sierra bersemu merah.
Max terbangun dari lamunannya dan menatap Sierra secara lekat, seolah sedang memikirkan sesuatu yang serius.
"Oke...Hati-hati di jalan." Namun Max memilih membiarkan gadis itu pergi.
Mereka sudah tidak punya urusan lagi sekarang. Max juga tak perlu bersikap sok ramah dan baik kepada Sierra seperti yang dulu dia lakukan.
Tapi mengapa hatinya tidak rela membiarkan gadis itu pergi?
Kenangan mereka di masa lalu kembali berputar dalam pikiran Max. Meski mereka jarang bertemu dan berinteraksi, tapi hubungan mereka terbilang baik dan saling menghormati. Karena mau bagaimanapun, Sierra merupakan kekasih dari adiknya di masa lalu, Max tak punya pilihan lain selain memperlakukan gadis itu sebaik mungkin.
...🌸...
...🌸...
"Ughh...Elena....si g!la itu! Udah tau aku nggak bisa minum banyak! Kenapa malah aku yang kena hukuman sih?!"
Sierra berjalan sempoyongan menuju toilet perempuan yang ada di bagian belakang restoran. Elena, teman 'baiknya' itu benar-benar keterlaluan sekali. Padahal Elena sudah tahu kalau Sierra itu tidak kuat minum minuman beralkohol terlalu banyak, tapi gadis itu terus menerus menuangkan sake ke dalam gelas Sierra. Alhasil Sierra mabuk dengan cepat.
"Aku mau pulang..." Bahkan untuk berjalan menuju toilet saja terasa sangat sulit. Sierra merasakan pusing yang begitu hebat berputar dalam kepalanya.
Bruk
Kedua kaki Sierra akhirnya menyerah. Rasa mual serta pusing yang melanda membuat fokus serta keseimbangan tubuh Sierra hilang.
"Sierra?"
Samar Sierra mendengar seseorang memanggil namanya.
Sierra berusaha menengok ke sumber suara berasal. Sayangnya, pandangan Sierra semakin buram dan tak jelas.
"Err...siapa?"
"Ini aku, Max. Kamu ngapain duduk di bawah kayak gini? Ayo, bangun. Aku pegangi kamu." Max berjalan cepat menghampiri Sierra yang terduduk tak berdaya di lantai kayu restoran.
Bau sake menyeruak tajam dari mulut Sierra yang begitu dekat dengan wajah Max, yang kini menopang tubuh gadis cantik itu.
"Kamu minum? Seingatku, kamu nggak kuat minum banyak-banyak. Berapa gelas yang udah kamu minum?" Max heran, Sierra dalam ingatannya selalu menolak ajakan seseorang untuk minum bersama dengan alasan mudah sekali mabuk.
Tapi sekarang?
Sierra bahkan datang sendiri ke rumah makan yang terkenal sebagai tempat untuk melepas penat serta mengadakan acara minum bersama satu rombongan.
Apa memang kebiasaan seseorang bisa berubah seiring bertambahnya waktu dan usia?
Jika iya, mungkin Sierra juga mengalami fase itu, atau mungkin karena Sierra sudah menginjak usia dewasa, jadi dia berusaha menikmati hidup layaknya orang dewasa pada umumnya.
"Kak Max? Ini benar kamu 'kan?"
Max mendesah panjang, sepertinya tak mungkin meninggalkan Sierra pulang sendiri dalam keadaan mabuk begini.
"Mau aku antar pulang? Atau kamu menyetir sendiri?"
"Eum...aku....naik taksi tadi.."
Max berpikir keras, kepalanya menengok sekitar, berharap ada seseorang yang mengenal Sierra lalu membawa gadis itu pulang dengan selamat. Sayangnya, Max tidak melihat ada satu orang pun yang berkeliaran di lorong.
"Barang-barangmu udah kamu bawa? Aku antar kamu pulang, kasih tau aku alamat tempat tinggalmu." Tak ada pilihan lain, Max harus mengantarkan Sierra sebelum gadis itu tak sadarkan diri.
"Alamat....ugh...alamatku apa ya?" Sierra tidak bisa berpikir jernih sekarang. Belum lagi rasa mual yang semakin menjadi-jadi.
"Mual..." Sierra mengeluh sambil memeluk perutnya yang terasa tidak enak.
Ini situasi gawat, Max juga tidak membawa kantung plastik bersamanya.
"Sebentar! Aku ambilkan kantung plastik dulu! Tunggu di sini ya!" Buru-buru Max pergi mencari seorang pelayan untuk membantunya mengurus Sierra yang mabuk berat.
Sierra yang sudah tidak kuat mempertahankan kesadarannya, akhirnya menyerah pada rasa kantuk yang tiba-tiba datang menyerang.
Samar Sierra mendengar suara Max yang berjalan mendekatinya, namun kelopak matanya yang berat menyulitkan Sierra untuk menyahuti seruan Max.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 110 Episodes
Comments