Tiba-tiba

Keesokan harinya, Azka sudah diperbolehkan untuk pulang. Sementara itu Nina masih belum bisa sekolah karena masih harus menjaganya.

Alvaro yang mengetahui akan hal ini pun langsung meminta ijin juga untuk tidak pergi mengajar karena dia bersikeras menemani Nina pergi menjemput Azka ke Rumah Sakit.

Dalam perjalanan...

“Pak, Bapak gak apa-apa nih gak pergi mengajar?” tanya Nina.

“Kok balik panggil Bapak lagi sih? Kan sekarang kita sedang berdua aja,” protes Alvaro.

Mendengar ucapan Alvaro, Nina pun spontan langsung melihat ke arah Alvaro terkejut.

“Lha terus maunya di panggil apa?” tanya Nina bingung.

“Papa.”

Begitulah sahutan Alvaro tanpa basa-basi.

Nina yang mendengar jawaban seperti itu pun langsung melongo. Dia tidak yakin dengan apa yang sudah dia dengar tadi.

Mendapati Nina hanya diam termangu dan tidak merespons, Alvaro pun langsung memutar tubuh Nina dan memegang kedua lengannya.

“Aku serius,” ucap Alvaro sambil menatap lekat ke arah Nina yang saat itu tampak seperti biasanya bingung.

Namun sesaat kemudian, dengan terbata-bata Nina pun berkata, “Pa—Papa.”

“Iya benar begitu Ma,” ucap Alvaro yang kemudian mengecup kening Nina.

Memang terdengar terlalu dini. Hanya saja, bagi Alvaro, dia sudah benar-benar tidak ingin mengenal perempuan mana pun selain Nina.

“Ayo sekarang kita cepat ke Rumah Sakit. Soalnya khawatir akan ada yang cuap-cuap kalau kita lama,” ucap Alvaro yang langsung menggandeng tangan Nina.

Setelah beberapa saat kemudian, tibalah mereka di Rumah Sakit. Di sana mereka melihat Azka sedang asyik bermain dengan Randy.

“Hei, Al. Lo lama banget sih. Gue jadi benar-benar ijin gak masuk kan?” protes Randy.

“Heleh. Ngapain juga lo masuk hari ini. Di sekolah lo juga gak ngapa-ngapain kan?!” celetuk Alvaro.

“Enak aja,” sahut Randy.

Di saat yang bersamaan, Azka yang melihat Nina pun langsung berteriak, “Kakak! Kakak sini deh. Om Randy pinter deh buat mainan ini.”

Azka memperlihatkan sebuah origami yang sudah di bentuk menyerupai burung, kodok, dinosaurus dan semacamnya dan wajah bahagia pun terpancar dari raut mukanya.

Nina yang melihat ini pun jadi ikut senang melihatnya.

Sementara itu di saat yang bersamaan, Alvaro yang melihat semua kerajinan tangan yang di buat oleh Randy ini pun lagi-lagi berbuat ulah.

“Hei, Ran. Gue gak nyangka lo punya bakat dekat sama anak-anak juga ya?! Kenapa lo gak jadi guru Play group atau TK aja kemarin?! Kok malah jadi guru BK yang galak?!” goda Alvaro.

“Ah elo mah, Al. Dari tadi ngatain gue terus,” protes Randy.

Melihat tingkah laku Randy seperti ini, sontak semua yang ada di ruangan perawatan itu pun jadi tertawa.

Tak lama setelah itu, mereka pun akhirnya membawa Azka pulang.

Azka yang baru saja sembuh dan masih lemas ini pun minta di gendong oleh Alvaro. Sedangkan yang membawa tas berisi perlengkapan dan peralatan selama di sana pun Randy.

“Gue berasa kaya’ kuli aja ya!?” keluh Randy.

Mendengar ucapan Randy, Nina pun langsung berkata, “Sini, Pak. Biar saya bantu bawa tas nya.”

Dan di saat yang bersamaan..

“Kalau lo memang benar-benar menyerahkan tas itu pada Nina, berarti beneran lo itu payah. Masa’ kalah sama perempuan,” celetuk Alvaro.

Lagi-lagi ucapan Alvaro ini di rasa 'jleb' di hati Randy. Dengan mengelus dada, dia lagi-lagi mengeluh dengan berkata, “Ran, kenapa sih lo tuh bully gue terus. Malu tahu dilihat ma siswi sendiri. Kok guru BK di bisa di bully?!”

“Heleh. Siapa bilang Nina itu siswa kalau di luar sekolah. Di itu istri gue tahu. Jadi ngapain juga lo mesti malu?!” celetuk Alvaro santai dan tanpa merasa bersalah.

“Haisss.. astagaaaaaaa! Ternyata sosok Pak Alvaro ini bisa juga ada hari ini. Bucin banget sampai gak ke tolong,” gumam Randy sambil geleng-geleng.

Sementara itu, Nina yang mendengar itu pun hanya tersenyum sedangkan Alvaro hanya memasang wajah datar.

Setelah beberapa saat kemudian, mereka pun sampai di rumah. Namun di saat yang bersamaan, mereka pun terkejut karena kehadiran seseorang.

“Rin, ngapain lo ada di sini? Lo gak ngajar?” tanya Randy.

“Lha elo ngapain juga ada di sini? Terus ini siswa juga kenapa gak masuk tapi malah juga ada di sini bersama kalian berdua dan juga, istri yang lo bilang itu mana? Masa' anaknya pulang dari Rumah Sakit, dia gak jemput sama sekali,” ucap Rina bertubi-tubi karena merasa curiga kalau ucapan Alvaro hanya alasan saja.

Mendengar ucapan Rina seperti ini, baik Randy maupun Nina, kedua-duanya sama-sama saling menatap dan kemudian keduanya langsung berpindah tatapan ke arah Alvaro.

Belum juga semua pertanyaan Rina ditanggapi oleh Alvaro, Azka pun sudah menceletuk terlebih dahulu dengan berkata, “Pa, Napa ada ante ni agi cih? Azka gak cuka. Kaya' peyempuan gak baik.”(Pa, kenapa ada Tante ini lagi sih? Azka gak suka. Kaya’ perempuan gak baik.)

Entah siapa yang sudah mengajarkan Azka bicara seperti itu. Namun di saat yang bersamaan, Nina spontan langsung berkata, “Azka, gak baik ngomong begitu tentang Bu Guru. Minta maaf sekarang.”

“Huh. Dak mau!” (Huh. Gak mau!)

Alvaro yang melihat Nina sepertinya marah dengan Azka ini pun langsung berkata, “udah gak apa-apa, Nin. Jangan marahi dia lagi. Nih bawa masuk aja Azkanya. Biar aku yang bicara ma Bu Rina.”

Azka pun langsung di serahkan pada Nina untuk di gendong dan sesaat setelah itu Nina berkata, “Tapi Pak,...”

“Sudah gak apa-apa. Masuk sana,...” ucap Alvaro yang kemudian diangguki oleh Nina, “Ran, temani Nina masuk.”

“Baik Boss,” sahut Randy yang langsung menyusul Nina masuk ke dalam rumah.

Sesaat setelah Randy dan Nina masuk, Alvaro pun berkata, “Kali ini, buat apa lagi kamu ke sini? Apa perkataanku dan juga statusku saat ini masih belum bisa membuatmu menyerah?”

Rina yang mendengar ucapan Alvaro seperti itu pun akhirnya terdiam sejenak. Dia tahu kalau pria yang ada di hadapannya itu sedang tersulut emosi padanya.

“Al, kenapa kamu terhadapku bisa jadi sangat ketus seperti ini sih?! Sedangkan sama perempuan yang statusnya siswimu itu, kamu sangat lembut?! Sudah jelas-jelas tadi kan dia marahin anakmu. Kenapa kamu gak marah seperti ini padanya?” protes Rina.

'Deg'

Alvaro pun terdiam sejenak berpikir bagaimana caranya dia menjawab pertanyaan Rina ini. Hingga sesaat kemudian, Alvaro pun menyahut, “Siswi tersebut keluargaku sendiri dan dia juga termasuk orang yang aku sayangi. Apa aku salah kalau aku baik dan lembut padanya?”

“Saudara?! Sejak kapan kamu punya saudara? Setahuku, kamu di sini itu sendirian. Keluargamu semuanya tidak ada di sini,” ucap Rina.

Alvaro lagi-lagi terdiam mendengar ucapan Rina. Namun diamnya Alvaro itu karena dia tiba-tiba semakin yakin ternyata di hidupnya sekarang dia memang sudah tidak sendirian dan dia bahagia dengan hidupnya yang sekarang.

“Yup. Dulu awalnya aku memang tidak ada keluarga di kota ini. Namun, setelah aku menikah dan memiliki anak dan juga Nina, aku jadi memiliki keluarga yang utuh,” jelas Alvaro.

Namun Rina tetap tidak terima dengan penjelasan Alvaro. Dia tidak percaya kalau Alvaro memang benar-benar memiliki seorang istri hingga akhirnya datang seorang wanita seusia dirinya.

“Pa, kamu sudah sampai? Maaf tadi mama gak bisa jemput Azka. Soalnya mama lagi nyiapin masakan yang enak buat dia,” ucap wanita itu tiba-tiba.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!