Step Of Love (Teacher'S Love)

Step Of Love (Teacher'S Love)

Menikahlah denganku (sedikit revisi)

“Kamu harus cepat pergi dari rumah kami,” ucap seorang wanita paruh baya yang menginginkan Nina untuk pergi dari rumahnya.

Nina adalah seorang gadis berusia 17 tahun. Orang tuanya meninggal saat dia berusia 15 tahun dengan Adik yang masih berusia 1 tahun.

Selama 2 tahun, dia tinggal bersama Bibinya (Adik dari Ayahnya). Sedangkan untuk sekolah, orang tuanya meninggalkan asuransi pendidikan untuk mereka berdua.

Saat Bibinya menyuruh mereka pergi, Nina pun bertanya, “Bi, kenapa kamu mengusir kami? Apa kesalahan kami, Bi?”

Tanpa basa-basi, Bibinya pun berkata, “Sudah hampir satu tahun ini Kakekmu gak mengirimi kami uang untuk biayamu sehari-hari. Sangat rugi jika kami tetap mempertahankan mu untuk tetap tinggal bersama kami di rumah ini.”

Bagai tersambar petir di siang bolong, betapa terkejutnya Nina saat mendengar hal itu. Dia sama sekali tidak menyangka kalau selama ini Bibinya membiarkan dia dan Adiknya tinggal hanya karena uang pemberian dari Kakek.

Karena merasa sudah tidak punya tempat untuk tinggal, Nina pun akhirnya memohon pada Bibinya dengan berkata, “Bi, aku mohon. Jangan usir kami. Jika Bibi mengusir kami, lantas kami harus tinggal di mana?”

“Bibi gak peduli. Pokoknya kamu harus segera pergi dari rumah ini. Pergi!” teriak Bibinya sambil memukul-mukuli Nina agar cepat pergi.

Di saat yang bersamaan, Alvaro pun tiba-tiba saja datang dan melihat kejadian ini. Karena merasakan ini sudah sangat melewati batas, akhirnya Alvaro pun berkata, “Bu, sudah. Jangan pukul dia lagi.”

“Anda siapa?” tanya Bibinya.

“Saya gurunya. Saya mohon jangan pukuli dia lagi,” pinta Alvaro.

“Baik. Aku tidak akan memukulnya lagi. Tapi dengan satu syarat, secepatnya bawa dia pergi dari rumah ini. Rumah ini bukan tempat penampungan untuk anak yatim piatu yang miskin seperti mereka,” ucap Bibinya ketus.

Alvaro yang mendengar ini pun langsung merasa pedih dan tanpa pikir panjang, Alvaro pun akhirnya membujuk Nina agar mau ikut dengannya.

Setelah beberapa saat kemudian, Nina akhirnya pun mau di ajak oleh Alvaro dan saat di tengah perjalanan, Adiknya yang kala itu berusia 3 tahun ini pun bertanya, “Tatak, tita mau mana?” (Kakak, kita mau ke mana?)

Sambil berusaha tersenyum, Nina pun menjawab, “Kita mau pergi cari rumah baru, sayang.”

Digandengnya tangan Adiknya itu dengan tangan satunya membawa sebuah koper berisi pakaiannya dan pakaian Adiknya.

Sambil melangkahkan kakinya tak tentu arah, Alvaro pun tiba-tiba melihat ada sebuah kursi di pinggir jalan. Di ajaknya Nina dan Adiknya ke sana untuk beristirahat sejenak.

Adiknya yang sudah cukup lelah berjalan ini pun tanpa tersadar sudah tertidur dengan kepala berada di pangkuan Nina.

Di saat adiknya sedang tertidur ini, Alvaro pun bertanya, “Hari ini kenapa kamu gak sekolah?”

Dengan suara lirih, Nina pun menjawab, “Maaf, Pak. Saya sepertinya sudah gak bisa pergi ke sekolah lagi.”

Mendengar ucapan seperti itu, Alvaro pun langsung menengok ke arah Nina dan kemudian bertanya, “Kenapa?”

“Bapak kan sudah tahu sendiri tadi. Aku sudah gak punya apa-apa lagi, Pak. Jangankan uang untuk sekolah, tempat tinggal pun kami berdua sudah gak punya,” jelas Nina lirih.

Mendengar jawaban Nina, Alvaro pun terdiam dan kemudian Nina pun kembali melanjutkan ucapannya dengan berkata, “Orang tua kami sudah meninggalkan kami dari dua tahun yang lalu dan selama ini kami bisa hidup dari uang ala kadarnya yang diberikan oleh Kakek tiap bulannya pada Bibi kami. Hingga sudah hampir satu tahun ini, kakek gak memberikan kami uang hingga Bibi pun bersikeras mengusir kami dari rumah mereka dan bahkan mereka pun mengambil uang asuransi pendidikan kami. Saat ini kami benar-benar gak tahu harus ke mana dan berbuat apa lagi.”

Mendengar penjelasan Nina seperti itu, betapa pedihnya hati Alvaro. Dia merasa iba dengan apa yang sudah terjadi pada diri Nina dan Adiknya. Di usia mereka yang masih belia, mereka harus merasakan kepedihan hidup seperti ini.

Andaikan saja waktu itu dia tidak kabur dari rumah, tentunya dia akan dengan mudah membantu Nina dan Adiknya ini.

Hingga sesaat kemudian dia terpikirkan sebuah cara.

“Nin, apa kamu masih mau sekolah?” tanya Alvaro.

“Maunya sih begitu, Pak. Tapi itu akan jadi mimpi yang gak akan mungkin bisa terwujud,” ucap Nina lirih.

“Siapa bilang. Aku bisa bantu kamu,” ucap Alvaro.

“Gimana caranya, Pak?” tanya Nina bingung.

“Hari ini kita ke KUA dan langsung menikah. Bukankah kalau gak salah sekarang usiamu sudah 17 tahun, bukan?” tanya Alvaro.

Nina pun mengangguk lalu Alvaro pun bertanya lagi, “Bagaimana? Apa kamu setuju dengan tawaranku?”

Nina pun terdiam mendengar tawaran Alvaro ini. Dalam pikirannya, jika dia menerima tawaran Alvaro, dengan sendirinya dia akan jadi beban untuk gurunya itu. Sedangkan jika dia menolak, jangankan untuk sekolah, untuk tempat berteduh pun dia tidak punya.

Melihat Nina hanya terdiam seperti ini, membuat Alvaro menyadari kalau gadis yang ada di hadapannya ini sedang merasa bimbang.

Dengan nada lembut, Alvaro pun kemudian kembali berkata, “Kamu gak usah memikirkan apa-apa. Aku ikhlas dan tulus. Lagi pula, dengan cara seperti ini, aku pun jadi bisa melindungimu juga. Iya, kan!?”

Di saat yang bersamaan, dalam hati Alvaro bergumam, “Nin, andaikan kamu tahu kalau dirimu adalah orang yang sekian lama aku sayangi dan kita sebenarnya sudah dijodohkan dari kecil. Sayangnya aku baru tahu ketika aku membaca biodatamu di sekolah. Jika tidak, mungkin hal seperti ini tidak akan terjadi padamu.”

Di sisi lain, mendengar ucapan Alvaro yang barusan saja membuat Nina kemudian berkata, “Pak, apakah itu gak akan merepotkan Bapak? Apalagi jika suatu saat nanti ada orang yang benar-benar Bapak cintai dan ingin Bapak nikahi, bagaimana?”

'Deg'

Hati Alvaro seketika merasakan hal aneh saat mendengar perkataan seperti itu dari Nina.

“Nin, percaya atau gak, sebelum aku bertemu denganmu saat ini, sampai saat itu aku gak ada niatan untuk mengenal wanita apalagi sampai menikah dengannya. Namun entah mengapa, dirimu dalam seketika dapat mengubah keinginanku itu,” jelas Alvaro menyembunyikan hal yang sebenarnya.

“Ja—jadi Bapak melakukan ini semua hanya karena kasihan padaku? Apakah itu cukup gak adil buat Bapak jika memang seperti itu?” tanya Nina.

Alvaro pun terdiam sejenak lalu kemudian berkata, “Gak apa-apa, Nin. Aku hanya mengikuti kata hatiku saja. Tapi jika suatu saat nanti ada orang yang kamu sukai dan dia pun ingin menikah denganmu, aku pun gak apa-apa. Jika saat itu terjadi, maka aku akan melepaskanmu.”

Betapa mulianya hati seorang Alvaro di mata Nina. Walau saat ini dia tidak bisa menjanjikan apa-apa pada gurunya tersebut, tapi sebisa mungkin dia akan berusaha sedikit demi sedikit mencintai gurunya tersebut sehingga tidak ada kata untuk yang namanya cowok lain lagi di hati Nina.

“Pak, baiklah. Aku bersedia menikah dengan Bapak. Aku juga sudah memutuskan untuk bersedia menyerahkan semua sisa hidupku untuk menemani Bapak,” ucap Nina.

‘Deg’

Jantung Alvaro seakan terasa seperti berdebar kencang saat mendengar ucapan Nina.

“Apa kamu yakin, Nin? Apa kamu gak akan menyesal dengan ucapanmu barusan?” tanya Alvaro memastikan.

Nina pun menggelengkan kepalanya lalu kemudian berkata, “Gak, Pak. Walau awalnya kita berdua menikah hanya karena faktor kebetulan, tapi bukan berarti kita gak bisa berusaha untuk saling setia.”

Betapa terkejutnya Alvaro dengan cara berpikir Nina yang terkesan dewasa sebelum waktunya itu.

“Nin, baiklah jika emang itu yang sudah jadi keputusanmu. Ayo sekarang kita ke kantor KUA,” ajak Alvaro yang kemudian menggendong Adiknya Nina yang bernama Azka.

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!