Maka terkejutlah dia (sedikit revisi)

Keesokan harinya, Nina pun akhirnya dapat bersekolah lagi dan tidak ada satu pun dari orang di sekolah yang mengetahui status mereka berdua.

“Baik anak-anak, buka halaman 50,” ucap Alvaro yang kala itu sedang mengajar Matematika di kelas Nina.

Semua siswa pun tampak khusyuk mendengarkan penjelasan dari Alvaro terkecuali Nina.

Dia sama sekali tidak menyangka kalau kehidupannya akan berubah drastis menjadi seperti ini.

Alvaro yang sadar akan sikap Nina ini pun sontak menjelaskan sambil berjalan ke arah Nina dan kemudian,...

'Tuk'

Sebuah pukulan pelan pun mendarat di atas kepala Nina sehingga membuat Nina tersadar kalau saat ini dia dan Alvaro adalah guru dan murid. Ya begitu lha cara Alvaro menegur Istrinya yang sedari tadi tidak fokus pada pelajarannya.

Sambil tersenyum dalam hati, ke duanya pun kembali pada status mereka masing-masing.

Hingga waktu istirahat pun tiba. Nina yang sedang duduk di kantin bersama dengan Ridwan ini pun tiba-tiba didatangi oleh seorang siswi dari kelas yang berbeda.

Siswi yang ternyata bernama Erin ini dengan wajah emosi pun berkata, “Hei, lo. Ngapain lo deket-deket ma cowok gue?”

Nina yang semula hanya mengobrol dengan Ridwan ini pun dengan wajah bingung melihat ke arah Ridwan.

Sementara itu, Ridwan yang juga dengan wajah yang tak kalah emosinya dengan Erin ini pun berkata, “Siapa yang cowok lo, hah? Bukannya beberapa hari yang lalu kita berdua udah putus dan yang putusin juga lo kan?!”

Mendengar ucapan Ridwan, Erin pun langsung berkata, “Rid, maafin gue. Gue nyesel. Ternyata gue baru aja sadar kalau gue masih aja gak rela lihat lo berdua sama cewek lain.”

Erin mengatakan seperti itu sambil menengok ke arah Nina dengan tatapan mata yang sangat kesal.

Namun buat Erin, tatapan seperti itu, tidak berarti apa-apa untuk dirinya karena dia tidak merasa seperti apa yang dituduhkan.

Sementara di saat yang bersamaan, Ridwan yang mendengar ucapan Erin ini pun langsung berkata, “Oh gitu?! Jadi lo nyesel, iya?! Tapi maaf, Rin. Gue gak bisa balik lagi ma lo.”

“Kok gitu sih, Rid?! Apa jangan-jangan gara-gara cewek ini jadinya lo gak bersedia buat balik lagi ma gue?” ucap ketus Erin sambil menunjuk-nunjuk ke arah Nina.

Nina yang merasa makin lama tuduhannya itu benar-benar membabi buta seperti itu pun langsung berkata, “Eh eh eh.. apa maksud ucapan lo barusan hah?! Lo tuh ya. Benar-benar deh cemburunya gak jelas banget kaya' begini. Lagi pula siapa juga yang mau rebut yayangmu itu?! Kurang kerjaan aja.”

Kali ini bukan Erin yang merasa kesal, melainkan Ridwan. Saat ia mendengarkan ucapan Nina, Ridwan pun langsung berkata, “Nin, lo gak suka sama gue?”

Mendapatkan pertanyaan seperti itu, spontan Nina pun menengok ke arah Ridwan dengan tatapan penuh tanda tanya.

“Ini cowok benar-benar membuat aku berada dalam masalah,” gumam Nina dalam hati.

Melihat Nina hanya menatapnya dengan tatapan bingung, Ridwan pun kembali berkata, “Gue dari awal berniat buat deketin lo. Apa lo keberatan, Nin?”

Belum juga pertanyaan Ridwan di jawab oleh Nina, Erin pun sudah terlebih dahulu menampar pipi Nina dan kebetulan ini terlihat oleh Randy, guru BK.

“Hei hei hei! Kalian bertiga! Apa yang sedang kalian lakukan hah?! Ayo ikut Bapak ke ruangan BK sekarang!” perintah Randy.

Sesampainya mereka bertiga di ruang BK, Randy dengan nada galaknya pun berkata, “Siapa diantara kalian bertiga yang mau menjelaskan masalah tadi hah?”

Untuk sesaat mereka bertiga pun terdiam hingga akhirnya Erin terlebih dahulu berani berkata, “Ini, Pak. Si Nina seenaknya aja udah deketin cowok orang. Apalagi sampai merayunya segala supaya bisa menjadi pacar cowokku.”

“Nggak, Pak. Itu semua gak benar. Aku dan Ridwan tidak punya hubungan apa-apa,” jelas Nina.

“Bohong, Pak. Malah barusan si Ridwan ini berani nembak Nina di depanku,” ucap Erin.

Randy yang mendengar perselisihan mereka ini pun akhirnya berteriak, “Diam!”

Setelah itu, Randy melihat ke arah Ridwan lalu bertanya, “Apa benar seperti yang dikatakan oleh Erin barusan?”

“Benar, Pak. Hanya saja aku dan Erin sudah beberapa hari yang lalu putus dan sekarang aku ingin mengejar Nina, apa itu salah?” tanya Ridwan.

“Rid, tapi gue nyesel udah putusin lo,” ucap Erin memelas.

Di saat yang bersamaan, Randy pun berkata, “Sudah sudah sudah. Lalu bagaimana denganmu sendiri, Nin? Apakah kamu juga menyukai Ridwan?”

“Tidak mungkin!” sahut Nina yang tidak sengaja juga berbarengan dengan sahutan Alvaro yang kala itu masuk ke dalam ruang BK.

Randy yang mendapati momen seperti ini pun terkejut lalu bertanya, “Al, lo ngapain ke sini?”

“Lha gue ada urusan lha. Emang lo aja yang punya urusan di ruang BK ini?” celetuk Alvaro sambil melirik ke arah Nina.

“Ha? Dalam rangka urusan apa ya, Al?” tanya Randy bingung.

“Nanti lo juga tahu sendiri. Sudah. Lanjutin aja tugas lo. Gue nyimak dari sini,” ucap Alvaro yang langsung duduk tidak jauh dari Nina.

“Haisss,” gumam Randy.

Setelah mengatakan hal itu, Randy pun terdiam sejenak lalu kemudian bertanya, “Sampai di mana kita tadi?”

“Sampai lo tanya ke Nina apa dia juga menyukai Ridwan,” ucap Alvaro sambil melirik ke arah Nina.

“Oh iya iya,...” ucap Randy, “ya udah. Sekarang kamu jawab sekali lagi, apa kamu juga menyukai Ridwan?”

“Tidak mungkin, Pak. Aku sama sekali tidak mungkin menyukai Ridwan,” jelas Nina.

Ridwan yang mendengar itu pun langsung bertanya, “Kenapa tidak mungkin, Nin? Apa kamu takut dengan Erin sehingga mengatakan hal itu?”

Nina pun menggeleng-gelengkan kepalanya dan berkata, “Maaf, Rid. Tapi aku memang benar tidak bisa. Lebih baik kamu kembali saja dengan Erin yang sudah jelas-jelas menyukaimu. Jangan berharap lagi padaku ya.”

Ridwan yang mendengar ucapan Nina ini pun seketika menjadi lesu. Dengan kedipan mata, Nina pun memberikan sinyal pada Erin agar mau menenangkannya.

Erin yang melihat perlakuan Nina seperti ini pun tiba-tiba merasa menyesal telah berbuat kasar padanya tadi.

Dengan menganggukkan kepalanya, Erin pun menjawab sinyal yang diberikan Nina padanya.

“Maafin gue, Rid. Gue tidak akan maksain lo lagi. Tapi, tetep. Gue masih berharap kalau lo mau maafin gue dan beri gue kesempatan satu kali lagi. Ya?!” ucap Erin lebih lembut dari yang sebelumnya.

Ridwan yang masih belum bisa terima karena ditolak oleh Nina ini pun hanya terdiam, hingga akhirnya Erin pun mengajaknya pergi dari ruangan BK dan mencoba menyelesaikan masalah mereka sendiri dengan baik-baik.

Sementara itu, Nina yang tertinggal sendirian ini pun tiba-tiba tersadar dengan rasa sakit di pipinya yang tadi ditampar oleh Erin.

Alvaro yang melihat ini pun langsung menghampiri dan melihat pipi Nina memar merah ini pun bertanya, “Sakit ya? Kenapa tadi kamu tidak balas melawannya?”

“Kalau aku balas, nanti teman Bapak tambah stres lho,” ucap Nina sambil melirik ke arah Randy.

Randy yang merasa kalau dirinya tengah disebut-sebut ini pun langsung berkata, “Apa?”

Melihat ekspresi wajah Randy seperti itu, baik Alvaro maupun Nina, keduanya sama-sama saling senyum sehingga membuat Randy pun menjadi merasa aneh.

“Tunggu tunggu tunggu.. rasanya gue paham apa maksud lo bilang ada urusan di ruangan ini. Jangan-jangan,...”

Belum juga Randy melanjutkan ucapannya, Alvaro pun sudah terlebih dahulu berkata, “Yup, lo bener banget.”

Alvaro pun langsung mengelus-elus rambut Nina yang kala itu sedang tergerai.

Melihat situasi seperti ini, Randy pun langsung menutup pintu ruangan BK lalu berkata, “Kalian,...”

“Ya. Kami sudah menikah,” sahut Alvaro.

“Apaaaaaaaaaaaaa????????”

Bersambung...

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!