Matt sebenarnya sama sibuknya dengan Vina. Tapi khusus untuk Michele, dia bisa meninggalkan semuanya. Dia bisa menyuruh sekertaris dan orang kepercayaan untuk mengurus kantor.
"Pa..."
Michele keluar dari kamar Matt. Dia membuka pintunya, mengintipnya sejak tadi.
"Halo, urus semuanya di kantor ya. Saya akan datang terlambat."
Matt sedang menelpon orang kantor. Dia mematikan ponselnya setelah melihat Michele keluar dari kamar.
"Iya sayang. Ada apa?" Matt mendekati Michele. Berlutut di depan Michele.
"Michele menyusahkan papa dan mama ya?"
"Tidak. Kenapa bilang begitu. Ayo mandi, dengan papa. Nanti papa minta mbak untuk mengurus pakaian dan perlengkapan sekolah kamu. Papa antar ke sekolah. Bagaimana?"
"Iya pa."
Senyum Michele kembali mengembang setelah mendengar ucapan dari sang papa. Matt meminta baby sister untuk membantu Michele siap-siap ke sekolah. Sementara dia sendiri, siap-siap ke kantor. Dia mandi dengan cepat dan memakai jasnya. Dari dulu pun, Matt Sendiri yang meminta kepada Vina, untuk tidak mengurus dia seperti suami. Tidak menyiapkan pakainnya dan juga hal yang lain untuk dia. Dia bisa sendiri atau menyuruh pembantu di rumah. Vina sangat tak keberatan. Karena dulu dia juga benci kepada Matt, beberapa kali Vina mau bunuh diri, beberapa kali Vina mau menghilangkan bayi dalam kandungannya, Michele, tapi Matt selalu melarang dia. Matt yang selalu mencegah dia. Sampai Vina melahirkan dan Vina sering tak pulang. Karena waktu itu Vina masih marah.
Matt sudah selesai. Dia ke kamar sang anak untuk melihat persiapan Michele.
"Sudah sayang?"
Pintu kamar Michele tak ditutup. Matt bisa langsung masuk. Michele sedang merapikan seragamnya. Dia mengangguk.
"Sudah papa. Kita sarapan dulu?" Tanya Michele dengan manisnya.
"Tentu. Bawa tasnya sayang." Matt mengulurkan tangannya untuk menggandeng Michele. Michele menggendong tas sekolahnya, lalu dia meraih tangan sang papa, menggandengnya dan turun bersama dengan sang papa.
Mereka ada di meja makan, di ruang makan. Di sana sudah banyak sekali menu sarapan hari ini. Ada pembantu, bibi, yang menyiapkan semuanya. Matta mengambil makanan untuk dirinya sendiri. Michele dibantu baby sisternya. Mereka makan dengan tenang. Tak ada pembicaraan apa pun. Selesai makan, keduanya berangkat. Matt meminta supir untuk menyiapkan mobil. Matt membukakan pintu mobilnya untuk Michele.
"Silakan tuan putrinya papa yang cantik." Matta menunduk seperti mempersilakan masuk seorang putri kerajaan.
"Terima kasih papa sayang." Ujar Michele. Masuk ke dalam mobil. Setelah itu Matt yang masuk.
"Jalan pak. Ke sekolah Michele dulu ya." Kata Matt kepada supirnya.
"Baik tuan."
Mobil mereka mulai berjalan menuju keluar rumah. Di depan ada jalan kecil, jalanan depan komplek, mereka harus keluar sampai ke jalanan utama dan menuju ke sekolah Michele.
"Bekalnya sudah dibawa?" Tanya matt melirik Michele. Michele mengangguk.
"Tadi sudah dimasukkan oleh mbak, papa."
"Ok."
Tak lama mobil mereka berhenti di depan sekolah Michele. Matt ikut turun dan mengantar Michele sampai ke depan pintu gerbang. Matt berjongkok di depan Michele.
"Selamat sekolah, jangan nakal dan yang rajin ya sekolahnya cantiknya papa." Matt mencolek hidung Michele.
"Iya papa." Michele mencium pipi papanya.
"Michele, masuk yuk." Ada teman Michele yang mengajak Michel. Seorang anak perempuan. Michele melambaikan tangan kepada Matt.
Matt melihat michele sampai masuk ke kelas. Setelah itu dia kembali masuk ke dalam mobil. Matt menelpon sekertarisnya yang ada di hotel.
"Halo, salsa sudah bangun?" Tanya matt di telepon.
"Sudah tuan."
"Apa keadaannya baik-baik saja?"
"Iya sepertinya. Nona sedang di dapur, sedang membuat makanan. Dia tidak meminta saya memesan makanan dari hotel setelah melihat kulkas."
"Ok."
Matt langsung mematikan ponselnya. Matt meminta supirnya untuk ke hotel. Dia kesal sekali dengan pagi ini dan kelakuan Vina. Dia ingin menghilangkan stres dengan bertemu dan bermain dengan salsa.
"Urus semuanya di kantor. Hari ini saya tak akan datang ke kantor."
Matt di tengah jalan kembali menelpon ke kantor. Moodnya hancur mau meeting dan yang lainnya. Dia harus menyembuhkan kekesalannya dulu, kalau tidak dia tak bisa berkonsentrasi. Matt langsung mematikan ponselnya. Tak mau tahu mereka pusing harus bagaimana karena Matt.
"Pak, beli kopi di depan. Americano delapan shot, gak pakai gula." Katanya kepada supir.
"Baik tuan."
Supir itu berhenti di depan sebuah tempat pemesanan kopi. Dia membeli apa yang Matt pesan. Matt menunggu sambil memijat kepalanya. Memejamkan mata merasakan sakit kepala yang dia alami sekarang.
"Tuan."
Supir Matt sudah kembali. Dia masuk ke mobil dan memberikan kopinya kepada Matt. Matt langsung meminum kopi yang super pahit itu. Matt meminta supirnya untuk mengantar dia ke hotel. Tak jadi ke kantor.
***
"Nona, tuan akan kemari. Saya diminta memberitahu nona supaya nona bisa bersiap."
Sementara di hotel, sekertaris Matt yang sejak kemarin berjaga di hotel menemui salsa yang sedang memasak. Salsa terkejut mendengar itu.
"Saya harus apa?" Tanya salsa kepada sekertaris Matt.
"Hanya diam saja. Lanjutkan saja kegiatan nona. Saya hanya ingin memberitahu saja. Nona bisa memakai parfum yang sudah taun Matt suka."
"Oh. Ok."
Sekertaris itu permisi pergi dari dapur. Salsa tak mau mengecewakan pelanggan mahalnya dan pertamanya itu. Dia mematikan kompornya. Menciumi bau tubuhnya. Apa bau masakan, karena dia sedang memasak. Salsa bergegas ke kamar. Dia mengambil parfum yang ada di sana, diatas meja rias. Banyak sekali botol parfum, tapi ketika salsa coba, semua wanginya sama.
Salsa menyemprotkan beberapa kali, sampai dia rasa cukup banyak dan sangat wangi, tapi tidak terlalu. Perut salsa keroncongan. Dia kembali ke dapur. Jalan salsa pun masih susah karena semalam. Dia berjalan dengan pelan.
Salsa sedang menikmati stik yang dia goreng. Sampai tiba-tiba ada yang memeluknya dari belakang. Menubruk badannya dari belakang. Tangan kekarnya memeluk erat pinggang salsa. Kepalanya bersandar di bahu salsa, salsa merasakan ada yang mencium leher jenjang salsa.
"Saya kangen sama kamu. Apa masih sakit? Tidak bisa melalukannya pagi ini juga?"
****! Salsa hampir saja mengumpat di dalam hati. Tapi dia juga tahu kalau dia juga bekerja dan sudah dibeli. Salsa tak bisa menolak dan melawan. Salsa berbalik, Matt malah makin memeluk salsa dengan erat, dia meraih bibir salsa, mencium bibir salsa dan perlahan menjadi **********. Salsa pun mengimbangi permainan Matt. Matt menggendong salsa untuk duduk di atas mini bar dapur. Salsa menunduk, melingkarkan tangannya ke leher Matt sementara tangan Matt ada dipinggang salsa. Mereka terus menikmati bibir satu sama lain. Sampai nafas keduanya tersenggal-senggal.
"Makasih sayang. Kamu benar-benar memuaskan."
Matt yang menghentikannya. Salsa hanya diam mengangguk sambil mengatur nafasnya yang hampir habis. Cup! Matt masih suka melihat bibir merah salsa. Dia mencium bibir salsa lagi.
"Saya mau ke kantor dulu."
Mood Matt jadi bagus lagi. Dia meninggalkan salsa begitu saja.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments