Witma dan Reka refleks menoleh ke arah pintu, di sana Endang sudah berdiri dengan tatapan yang tidak bisa diartikan.
"Katakan pada Witma kalau kamu bersedia menikahi Lisa, gadis yang terlahir dari keluarga terpandang, tidak penyakitan yang pasti dia bisa memberikanmu keturunan, karena dia tidak mandul!"
"Bu, jangan mengatakan itu, Witma tidak mandul. Witma juga tidak mempunyai keturunan seperti itu," kata Witma membela diri, karena Reka yang diharapkan membela dirinya hanya diam saja. "Biar waktu yang akan menjawab, Ibu cukup mendoakan saja karena doa seorang Ibu tembus sampai langit ke tujuh." Witma menarik nafas, hingga beberapa detik kemudian ia dihembuskannya pelan. Dan ia berkata, "Supaya malaikat kecil itu secepatnya hadir di dalam rahim ini." Witma tersenyum sambil mengelus perutnya yang datar.
"Mau jungkir balik berdoa, jika kamu mandul, akan tetap mandul! Ya kali Allah akan menitipkan anak di rahimmu. Kamu jangan mimpi!" Tatapan Endang terlihat sinis. "Pokoknya kamu harus merestui Reka menikah lagi, tidak ada kata penolakan karena ini juga demi kebaikan kamu."
"Tidak Bu, mau sampai kapan pun, Witma tidak akan pernah membiarkan Mas Reka menikah lagi." Witma merasa Endang benar-benar keterlaluan, ia tidak pernah menyangka ibu mertuanya itu akan berubah drastis setelah ia dan Reka menikah. Padahal dulu saat mereka masih berpacaran Endang begitu baik kepada Witma.
"Apakah dengan cara begini Ibumu mendidikmu? Tidak menghormati yang lebih tua, cuih … ternyata Reka benar-benar salah dalam memilih istri." Endang menutup pintu kamar dengan sangat kasar setelah mengatakan itu.
Witma lagi-lagi mengelus dadanya, ia merasa rasa sabarnya harus diperluas lagi. Karena menghadapi ibu mertuanya itu membutuhkan stok sabar yang tiada batas. "Mas, tidak bisakah kamu membela aku sedikit saja? Aku tidak bermaksud membuatmu durhaka kepada Ibu." Witma menatap langit-langit kamarnya, supaya air matanya tidak kembali tumpah. "Aku cuma mau, kamu mengatakan kalau aku tidak mandul dan juga berhenti menyuruh Ibu terus-terusan memintamu untuk menikah lagi."
Reka menjawab, "Aku tetap akan memihak kepada Ibuku, jika kamu keberatan dengan apa yang telah dikatakannya, silahkan kamu pulang saja kerumah Ibumu."
"Mas, apa yang kamu katakan? Kenapa kamu malah berkata begitu?" Witma tidak menyangka Reka akan mengatakan itu pada dirinya. "Ini pernikahan yang sah secara Agama dan Negara, jangan kamu buat mainan."
"Ibuku yang telah bersusah payah membesarkan aku, lalu sekarang kamu menyuruhku untuk melawannya. Lebih baik aku membuangmu saja, dasar wanita tidak tau diri." Reka kemudian menyambar jaket entah ia mau pergi kemana. Namun, tepat di ambang pintu ia menghentikan langkah kakinya hanya untuk mengatakan. "Dasar! Wanita yang tidak pandai berterima kasih!"
"Mas, bukan maksudku begitu. Jika kata-kataku kurang berkenan di hatimu, tolong maafkan aku," lirih Witma yang tertunduk lesu dengan air mata yang menetes.
"Sudahlah, lebih baik aku pergi saja daripada terus menerus di sini membuat darahku mendidih," kata Reka yang membanting pintu kamar.
*
*
"Lepas, aku tidak mau melayani kamu lagi. Sudah tidak mampu bayar sok-sokkan mau ajak aku untuk menginap di hotel," gerutu Lisa pada laki-laki yang ada di depannya saat ini.
"Lis, untuk kali ini saja. Aku benar-benar butuh kehangatan dari tubuhmu," kata laki-laki itu. "Ayolah, nanti aku bayar seperti biasa."
"Aku tetap tidak mau Baron!" Lisa membentak laki-laki yang bernama Baron itu. "Lepas sebelum aku berteriak." Lisa mengancam Baron.
Baron tertawa lepas. "Lisa apa kamu lupa? Tempat ini begitu sepi mana ada orang yang akan menolongmu." Baron mulai mendekati Lisa.
Lisa celingak-celinguk setelah menyadari
ucapan Baron. Ia juga mundur karena melihat Baron semakin mendekatinya. "Jangan berpikiran yang macam-macam Baron, Aku bisa berteriak sekencangnya supaya orang mendengarku."
"Aku tidak akan melakukan apa-apa Lisa, asal kamu mau melayani aku satu kali saja, aku janji akan transfer uangnya jika aku gajian nanti." Baron menarik pinggang Lisa. "Disini saja, kamu cukup menunduk jika tidak mau pergi ke hotel." Kemudian Baron mengangkat dres yang Lisa kenakan.
"Hotel matamu," desis Lisa. "Palingan ke hotel kamu akan memintaku untuk membayarnya juga pakai uangku sendiri." Lisa menepis tangan Baron. "Enyahlah dari hadapanku, karena aku mau pulang." Lisa berani menepis tangan Baron karena ia melihat seseorang yang ia kenal dari kejauhan sedang menuju ke arahnya.
"Lisa seben—"
"Tolong … tolong … tolong, ada yang mau memperk*saku!" Lisa berteriak meminta tolong memotong ucapan Baron. "Tolong, siapapun yang ada di sana cepatlah kemari dan tolong aku." Lisa dengan gerakan cepat menyobek dressnya sendiri supaya di kira benar-benar mau diperk*sa.
"Apa-apan ini Lisa, bukankah kamu adalah wanita ma—" Lagi-lagi ucapan Baron terputus di saat sebuah batu berukuran genggaman tangan mengenai kakinya.
"Brengsek, menjauhlah darinya. Sebelum aku menghabisimu!" teriak Reka.
"Reka tolong aku … ." Lisa berlari dan langsung saja berhambur ke dalam pelukan Reka.
"Pergilah, jika kamu masih sayang dengan nyawamu." Reka membalas pelukan Lisa.
Baron yang mengenal siapa Reka tanpa mengucap satu kata pergi begitu saja. Karena ia tidak mau berurusan dengan Reka yang terkenal sebagai anak buah salah satu preman yang paling ditakuti.
Dan sejak saat ini hubungan Reka dan Lisa mulai terjalin.
•••••
Beberapa bulan kemudian.
🍃🍃🍃🍃
Bulir keringat mulai membasahi ranjang di sebuah kamar hotel elit di pusat kota. Udara hangat masih menyelimuti dua insan yang tengah memadu kasih di atas ranjang itu. Tampak Reka tengah menikmati tubuh seorang wanita di atasnya. Keadaan sang wanita itu terlihat pasrah dengan setiap sentuhan dan gerakan yang Reka lakukan.
"Reka, mau sampai kapan kamu menyembunyikan aku dari istrimu yang bodoh itu?" tanya wanita itu yang ternyata adalah Lisa. Wanita yang dibawa oleh Endang beberapa bulan yang lalu kerumahnya. "Aku ingin kamu menikahiku secepatnya, karena aku sudah bosan begini terus menjadi wanita simpanan, sekaligus pemuas nafsumu!"
Reka merasa kesal mendengar ucapan Lisa, membuat hasratnya yang sedang bergairah kini seketika sirna. Reka pun melepas penyatuan mereka dengan beranjak dari tubuh Lisa. "Tunggu waktu yang tepat, aku belum siap melakukan apa yang tadi kamu minta," ucap Reka menahan nafasnya beberapa saat, sampai akhirnya ia menghembuskannya dengan sangat kasar. "Tolong bersabarlah, aku berjanji akan menikahimu."
"Sabar katamu, ini sudah enam bulan Reka, kita melakukan hubungan terlarang ini tanpa ada ikatan. Pokoknya aku mau kamu menikahiku dalam waktu dekat ini!" pinta Lisa dengan raut wajah yang penuh dengan penekanan. "Nikah siri pun tidak masalah, asal aku dan kamu bisa bersama tidak bersembunyi lagi seperti sekarang ini."
Reka tidak percaya mendengar ucapan Lisa. Ia tidak pernah berpikir sampai akan menikahi Lisa karena selama ini ia hanya menginginkan uang Lisa saja. "Jujur, aku belum siap Lisa."
Lisa terkekeh mendengar kalimat Reka. Ia pun berkata, "Siap atau tidak, aku dan kamu harus tetap menikah." Ia kemudian menyeringai puas setelah mengatakan itu.
Reka mengacak rambutnya sendiri dengan gusar. Ia lalu membalas ucapan Lisa. "Beri aku waktu lagi, aku mohon." Reka berharap Lisa mau memberikannya tambahan waktu. Tapi ternyata Lisa tetap bersih kukuh dengan pendiriannya.
"Aku tidak bisa menunggu terlalu lama lagi Reka, tolong kamu mengertilah keadaanku saat ini. Karena aku … ." Lisa sengaja menggantung kalimatnya dan memberikan sesuatu ke Reka.
"Kamu kenapa?" tanya Reka sambil mengambil benda kecil yang Lisa berikan. Terlihat bentuknya panjang dan memiliki dua garis merah di tengah-tengahnya. Ia lalu menatap Lisa dengan tatapan penuh kebingungan. "Apa maksud semua ini?" tanya Reka sekali lagi dengan suara paru.
"Aku hamil," jawab Lisa tanpa melihat ke arah Reka. "Sebentar lagi kamu dan aku akan menyandang gelar sebagai orang tua," sambungnya lagi.
"Katakan ini semua tidak benar." Reka mengangkat test pack itu. "Mana bisa kamu hamil secepat ini, sedangkan Witma sampai sekarang tidak kunjung hamil."
Lisa terkekeh geli sambil berkata, "Itu karena wanita bodohmu mandul Reka!" Nada suara Lisa terdengar begitu mengejek.
*
*
"Hari ini Ibu ada arisan, kamu sudah tahu kan, apa yang harus kamu lakukan?" Endang berdiri di belakang Witma yang sedang memasak untuk makan siang.
"Iya, Bu, jadi … Witma harus masak apa saja?" tanya Witma.
"Masak yang enak-enak, supaya teman Ibu nggak kapok datang ke sini." Endang berbalik setelah mengatakan itu namun Witma dengan cepat memegang pergelangan tangan Endang. "Ada apa lagi?" Endang menepis tangan Witma dengan kasar. "Cepat katakan! Waktu Ibu terlalu berharga untuk melayanimu."
Witma menunduk sebelum berkata, sambil mengulurkan tangannya yang ditepis tadi. "Uang, buat beli lauknya mana, Bu?"
"Minta sama Reka, bukankah dia sudah memiliki pekerjaan yang tetap, pasti sekarang dia banyak uang!" Suara Endang terdengar tidak ramah bintang lima. "Tunggu apa lagi? Sana cari Reka ke tempat kerjanya sekarang!" seru Endang memerintahkan Witma untuk pergi mencari Reka.
"Tapi, Bu … ."
"Nih alamatnya, kamu cari saja Reka di sana," kata Endang sambil menyunggingkan senyum simpul.
Witma mengambil kertas kecil yang Endang berikan. "Hotel, bukankah ini letaknya di pinggir kota?"
"Iya, lebih baik kamu pergi saja. Lagipula hotel itu tidak terlalu jauh. Reka bekerja di sana sebagai cleaning service paruh waktu," kata Endang memberitahu Witma. "Oh, ya. Satu lagi pakai saja uangmu untuk ongkos ojek," ujar Endang dan langsung pergi setelah mengatakan itu dengan perasaan yang bahagia.
"Cleaning service, Bukankah Mas Reka selalu mengatakan kalau dirinya hanya bekerja di bengkel saja?" Witma bertanya-tanya di dalam benaknya sendiri. Sambil membersihkan meja dapur yang tadi kotor bekasnya memasak.
*
*
"Permisi, apa di sini ada pekerja cleaning service yang bernama Reka Akram?" tanya Witma ragu-ragu pada resepsionis yang ada di depannya saat ini.
Mula-mula Witma ragu dengan ucapan Endang kalau Reka bekerja di hotel itu, tapi setelah lama berpikir ia akhirnya percaya begitu saja karena belakangan ini Reka selalu pulang terlambat dari biasanya. "Apa ada?" tanya Witma sekali lagi.
Resepsionis itu menatap Witma dari atas sampai bawah dan berkata, "Maaf, Bu. Disini tidak ada pekerja cleaning service yang bernama Reka Akram." Resepsionis itu menunjukkan daftar nama siapa saja yang bekerja di sana sebagai cleaning service ke Witma. "Ibu bisa lihat sendiri," sambungnya lagi.
Witma terlihat bingung. "Jadi, menurut Mbk, suami saya tidak bekerja di sini?" Witma mengambil ponselnya yang LCDnya sudah retak. "Ini suami saya Mbak, coba deh Mbak lihat." Witma langsung memperlihatkan beberapa foto Reka yang ada di ponselnya. "Apa Mbak kenal atau pernah melihat suami saya?"
Resepsionis itu terlihat sedang mengingat-ngingat. "Sekali lagi maaf Bu, kami tidak mengenal suami Ibu dan juga dia bukan pekerja cleaning service di sini," kata resepsionis itu menjelaskan.
"Baiklah, kalau begitu saya permisi. Mungkin saya salah hotel," ucap Witma. Yang kemudian berbalik tapi tiba-tiba saja ia tidak sengaja menabrak seseorang yang ada di belakangnya dimana wangi parfum orang itu sangat ia kenal.
"Maaf, saya yang salah. Jalan sambil bermain ponsel." Suara lembut yang dulu membuat Witma terasa nyaman kini mengusik relung hatinya lagi. "Kamu tidak apa-apa, kan?"
Witma semakin menunduk karena ia mengenal suara itu milik siapa. "Kak Arash, Witma yang seharusnya minta maaf," ucap Witma lirih.
Saat mengetahui yang ada di depannya saat ini adalah Witma, Arash langsung saja mengajak Witma bicara. "Kamu ngapain di hotel? Dan mana suamimu?" tanyanya.
"Mas Reka … ada di rumah kak," jawab Witma. "Kalau begitu Witma pulang dulu."
"Tunggu, bukankah itu suami kamu?" tanya Arash saat melihat Reka berjalan ke arah mereka sambil bergandengan tangan dengan Lisa.
Witma menoleh dan bisa melihat dengan jelas kalau Reka saat ini sedang bersama Lisa mereka terlihat seperti pasangan kekasih. "I-iya, i-itu Mas Reka …," jawab Witma terbata-bata.
"Ya sudah, kakak masih ada urusan. Assalamualaikum." Arash bergegas pergi karena ia tidak mau Reka melihatnya.
Witma berusaha terlihat biasa saja dan menjawab salam Arash. "Wa'alaikumussalam."
Bersambung.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments
Boru Silalahi
astaga reka ternyata punya peliharaan penggigit
2023-01-31
1
cinta semu
istri yg lugu ...smg ke buka mata n hati u ..witma
2022-12-16
2