Suzanne berbaring di kasurnya, matanya menatap lurus ke langit-langit kamarnya. Ayah dan kakaknya sudah pergi sejak beberapa saat yang lalu. Mereka memberitahu Suzanne bahwa mereka sudah tau siapa pelaku yang mencelakai Suzanne dan mereka akan segera menangkapnya.
Dari cerita Kaisar dan Oliver, Suzanne tau bahwa yang menarik jiwanya kemari kemungkinan besar adalah mana dari sang Kaisar, tapi ia tidak mengerti kenapa dari banyaknya jiwa di alam semesta, dirinyalah yang tertarik masuk ke dalam tubuh ini, dia juga masih belum tau apakah jiwa Suzanne yang asli sudah meninggal atau mereka hanya bertukar tempat saja.
"Tuan putri, Anda tidak tidur?"
Suzanne bangkit, ia duduk, menatap Doreen yang baru saja masuk ke kamarnya.
"Aku tidak bisa tidur,"
"Apa Anda mau berjalan-jalan ke taman seperti biasanya?" tawar Doreen.
Suzanne terdiam sejenak lalu mengangguk pelan.
"Kalau begitu mari saya bantu berganti pakaian,"
Suzanne hanya menuruti perkataan Doreen, tapi siapa sangka butuh hampir satu jam hanya untuk berganti pakaian dan merias rambutnya. Padahal Suzanne hanya akan pergi ke taman, ia jadi tidak bisa membayangkan berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk berdandan sebelum mendatangi acara-acara resmi.
"Doreen, aku hanya ingin berjalan-jalan di taman, bukankah ini berlebihan?" tanya Suzanne.
"Tuan putri, ini tidak berlebihan, ini adalah pakaian yang sangat pantas untuk dipakai oleh Anda ketika Anda keluar kamar," jelas Doreen.
"Ah, terserahmu saja," ucap Suzanne kesal.
Setelah selesai dengan dandanannya, Suzanne berjalan keluar dengan Doreen dan Doughlass sebagai pendampingnya. Langkah Suzanne terhenti ketika melihat ada orang lain di taman yang seharusnya kosong, bagaimanapun juga Doreen bilang taman itu adalah miliknya, jadi seharusnya jika ada seseorang di sana itu atas izinnya, kecuali jika dia adalah penjaga kebun atau keluarga kerajaan.
"Siapa?" tanya Suzanne.
Lelaki itu menoleh, ia langsung menjatuhkan lututnya dan menundukkan kepalanya memberi salam.
"Salam kepada bintang kekaisaran, Yang mulia putri Suzanne,"
Oke itu sedikit belebihan, tapi dia tampan, ya walaupun tidak lebih tampan dari ayahku, batin Suzanne.
"Siapa?" tanya Suzanne lagi.
"Tuan putri, beliau adalah Grand Duke Kenneth Campbell, beliau merupakan panglima pasukan kesatria Windfall," jelas Doughlass.
"Selamat siang, Grand Duke, apa yang sedang Anda lakukan di taman ini?" tanya Doreen.
"Ah, saya tidak sengaja masuk ke sini saat mengejar putra saya tadi, saya pikir dia ada di sini," jawab Grand Duke.
"Ah, apa Tuan muda sudah memulai pelatihannya?" tanya Doughlass.
"Ya, seharusnya begitu, tapi dia malah melarikan diri," jawab Grand Duke dengan nada kesal.
Putra Grand Duke, kalau aku tidak salah ingat namanya Javier, dia adalah tokoh utama yang membawa Suzanne menuju kematian. Aku jadi penasaran setampan apa dia sampai bisa membuat Suzanne tergila-gila padanya, batin Suzanne.
"Mungkin dia bersembunyi di sekitar sini, tapi bagaimana dia tahu tentang taman ini?" tanya Suzanne.
"Saya memang sudah dengar tentang Tuan putri yang kehilangan ingatannya, tapi Saya tidak menyangka Anda melupakan semuanya," ucap Grand Duke.
"Hmmm, aku tidak mengerti maksudmu," balas Suzanne bingung.
"Anda yang memberitahu putra saya tentang taman ini, Yang mulia," jelas Grand Duke.
"Eh, kami saling mengenal?" tanya Suzanne sedikit kaget.
"Apa maksudnya itu, kau tidak mengingatku?"
Suzanne terlonjak, ia menatap anak laki-laki yang tiba-tiba muncul di belakangnya itu.
"Apa-apaan ini, siapa kau?" tanya Suzanne kesal.
Astaga, kenapa dia sangat tampan, jerit Suzanne dalam hati.
"Javier, di mana sopan santunmu!" sentak Grand Duke, "maafkan putra saya, Yang Mulia," Grand Duke membungkuk minta maaf.
"Ah, tidak masalah, aku hanya terkejut tadi," balas Suzanne cepat.
Ah, jadi dia Javier, pantas saja Suzanne tergila-gila padanya, di umur segini saja dia sudah sangat tampan, mungkin saat dewasa nanti dia bisa lebih tampan dari ayahnya, batin Suzanne
"Javier, beri salam yang benar," titah Grand Duke.
"Maafkan kelancangan saya, Yang mulia. Perkenalkan, saya Javier Campbell, senang bertemu dengan Anda lagi," Javier berlutut memberi salam, tangannya meraih tangan Suzanne dan mengecupnya.
"Ah, hallo Javier, maaf aku tidak mengingatmu," ucap Suzanne pelan.
"Tidak masalah, Tuan putri, Anda bisa mengingatnya lagi perlahan," balas Javier sembari tersenyum manis.
"Berapa lama kita berteman?" tanya Suzanne.
"Sudah dua tahun, Tuan putri," jawab Javier.
"Ah, pasti menyenangkan kalau aku bisa mengingatnya," ucap Suzanne sedih.
Aku benar-benar berpikir itu pasti menyenangkan, batin Suzanne.
"Tidak masalah, kita bisa mulai berteman lagi, kan," balas Javier santai.
"Kalau begitu mohon bantuannya kedepannya, Vier," Suzanne mengulurkan tangannya.
Javier tertawa, "panggilan yang sama, cara berteman yang sama, Anda masih tetap sama, Tuan putri," Javier menjabat tangan Suzanne.
"Ah, dulu aku juga memanggilmu begitu?" tanya Suzanne.
Aku tidak tau, karena di novel Suzanne memanggilnya tuan muda, batin Suzanne.
"Benar sekali, Anda memanggil saya Vier, dulu," jawab Javier.
"Javier, ayo kita mulai latihannya, sudah cukup dengan permainan petak umpet ini," sela Grand Duke.
"Ah, Ayah, ayolah, aku baru selesai dengan pelajaran tata kramaku, seharusnya ayah memberikan sedikit istirahat padaku!" protes Javier.
"Javier, tahun depan kau harus mulai masuk academy, jika kemampuan berpedangmu tidak juga berkembang maka kau tidak akan bisa masuk ke kelas kesatria," ucap Grand Duke.
"Ayah, kita bisa menunda waktu aku masuk ke academy kan, tidak harus buru-buru, tahun depan usiaku baru enam belas tahun," balas Javier.
Tidak bisa Javier, ayahmu sakit, itulah yang terjadi, dia takut waktunya tidak akan lama lagi karena belum ada yang bisa menyembuhkan penyakitnya, batin Suzanne sembari menatap Grand Duke yang terlihat memijat pelipisnya.
Dalam novelnya bahkan dia meninggal sebelum kau lulus dari academy, dan itu membuat kau sangat menyesal karena tidak ada di sampingnya di saat-saat terakhirnya. Meskipun dalam novelnya yang kau tahu adalah bahwa ayahmu terluka dalam perang dan meninggal karena luka itu, tapi sebenarnya bukan hanya luka itu yang membunuhnya, tapi juga penyakitnya, batin Suzanne.
"Javier, ayah tidak mau mendengar alasan apa pun lagi darimu. Ayo kita latihan!" tegas Grand Duke.
"Vier, sebaiknya dengarkan ayahmu," ucap Suzanne mencoba membantu Grand Duke.
Javier terdiam sebentar lalu berucap, "oke, baiklah,"
Grand Duke tersenyum senang, "kalau begitu kami pamit undur diri, Tuan putri. Semoga hari Anda menyenangkan," ucap Grand Duke sebelum pergi bersama Javier menuju tempat latihan.
Omong-omong, di dalam novel di jelaskan bahwa ibu Suzanne meninggal saat Suzanne masih kecil, tapi tidak ada kejelasan kapan tepatnya beliau meninggal, bagaimana jika sekarang ibunya masih hidup, apakah aku bisa merasakan kasih sayang ibu lagi? Suzanne menatap Doreen lamat-lamat haruskah aku tanyakan padanya?
"Doreen, aku hanya penasaran, sedari tadi aku sudah bertemu Ayah, Kakak, dan Lucian, tapi ... di mana ibu?" tanya Suzanne pelan.
Doreen terkejut, begitu juga Doughlass yang langsung menunduk dalam.
"Doreen?"
"Tuan putri, biar Baginda Kaisar yang menjawab pertanyaan Anda, mari saya antar ke ruang kerja Kaisar," sela Doreen cepat.
Suzanne hanya diam, ia mengikuti Doreen ke ruang kerja ayahnya. Sepanjang jalan mereka bertiga hanya diam tanpa ada yang berniat memulai percakapan sampai akhirnya mereka sampai di ruang kerja Kaisar yang di jaga oleh dua orang pengawal.
"Salam kepada bintang kekaisaran, Yang mulia Putri Suzanne," kedua pengawal itu memberi salam.
"Apa Ayah di dalam?" tanya Suzanne.
"Beliau di dalam, Tuan putri," jawab salah satu pengawal.
"Aku mau bertemu ayah, buka pintunya," titah Suzanne.
Keduanya mengangguk lalu membukakan pintu untuk Suzanne, mempersilahkan Suzanne masuk sementara Doreen dan Doughlass menunggu di luar.
"Anne, apa yang kau lakukan di sini?" tanya Kaisar Taylor yang kebingungan melihat putrinya datang ke ruang kerjanya.
"Papa, aku hanya penasaran tentang ibuku, jadi aku bertanya pada Doreen, tapi Doreen menyuruhku bertanya langsung pada Papa, memangnya ada apa?" Suzanne berterusterang tentang tujuannya.
Kaisar Taylor terdiam, ia meletakkan penanya, bangkit dari kursinya dan langsung memeluk Suzanne erat.
"Maaf ayah harus mengatakan ini, tapi Ratu sudah meninggal satu tahun yang lalu sayang," bisik Kaisar Taylor pelan.
Kaki Suzanne melemas, "begitukah?"
Kenapa? Dia bukan ibuku, tapi kenapa rasanya sesakit ini. Apa karena aku berharap dia masih hidup? Seharusnya tidak sesakit ini, tapi ini rasanya sangat sesak, batin Suzanne.
"Maaf sayang," lirih Kaisar Taylor merasa bersalah.
"Kenapa?"
"Maaf,"
"Bukan itu, maksudku, apa penyebab kematian ibu?"
"Dia dibunuh, maaf sayang, maaf karena ayahmu ini gagal melindungi ibumu," Kaisar Taylor menunduk penuh rasa bersalah.
Suzanne menangkup wajah ayahnya, "bukan salah Ayah, ini hanya takdir yang kejam,"
Kenapa? Seharusnya aku biasa saja melihat ini karena kamu bukan ayahku, tapi kenapa rasanya sangat sakit melihat wajahmu yang terlihat menderita ini? Suzanne, sebenarnya apa yang terjadi padaku? batin Suzanne frustrasi.
"Anne, mau melihat foto ibu?" tawar Kaisar Taylor.
"Mau," jawab Suzanne semangat.
Kaisar Taylor berdiri, ia membuka tirai yang menutupi tembok di samping meja kerjanya. Tirainya terbuka dan menunjukkan lukisan seorang wanita yang sangat mirip dengan Suzanne.
"Itu ibu?" tanya Suzanne.
"Iya," jawab Kaisar Taylor.
"Cantik, bahkan sangat cantik," ucap Suzanne.
Dia sangat cantik sampai membuat aku merinding, tapi perasaan aneh apa ini? Hatiku rasanya tercubit dengan kenyataan bahwa aku tidak akan pernah melihatnya secara nyata, batin Suzanne.
"Ibumu memang cantik, secantik kamu," balas Kaisar Taylor.
"Papa, aku akan kembali ke kamar, aku rasa aku mulai lelah. Aku pamit dulu," ucap Suzanne sebelum pergi meninggalkan Kaisar Taylor tanpa menunggu balasan darinya.
Kaisar Taylor menatap pintu ruang kerjanya yang baru saja tertutup.
"Ruby ... putri kita tumbuh begitu cepat,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 33 Episodes
Comments
MICE
Pak GWS! muji anak jangan kek gombalin cewek dong
2022-12-02
1
MICE
Tenang sayang, nggak ada male lead burik di dunia satu dimensi
2022-12-02
1