...Dan cerita ini
Tak ingin ku akhiri,
Jangan kau usaikan,
Aku ingin menua dengan mu,
Bersamamu, habiskan waktu
Menangis tersenyum segala
Akan baik-baik saja, saat kamu dan aku jadi kitaaaa
Suara merdu Rival terdengar begitu menenangkan, ini adalah latihan pertama mereka untuk lagu yang baru saja selesai ditulis liriknya oleh Bara lalu musik yang sedikit di aransemen denban petikan gitar Rival. Ketiganya sedang berlatih untuk pertunjukan sekolah yang akan di adakan minggu depan, ditambah lagi lagi ini akan menjadi lagu mereka dalam mengikuti audisi di sebuah studio musik ternama.
Gibran yang berada di posisi bass terlihat begitu lihai memainkan alat musik favoritnya itu, lalu di sisi kiri ada Rival yang menjadi gitaris merangkap sebagai vokali, dan di urutan belakang ada Bara yang memegang posisi sebagai drummer sekaligus perncipta lagu terbaik di grup band The Grib yang sudah di bentuk sejak setahun yang lalu dan sudah menghasilkan karya-karya yang luar biasa menarik serta telah membawa pulang beberapa penghargaan antar sekolah.
"Kita istirahat sebentar!" Ujar Rival bersamaan dengan menghempaskan tubuhnya ke atas sofa.
"Oke, 15 menit!" Ujar Gibran yang segera mengambil botol minuman lalu membagikan kepada kedua sahabatnya.
Berbeda dari Rival yang langsung meneguk minumannya, Bara justru meletakkan botol minumannya di lantai lalu lanjut bermain drum.
"Berhentilah sebentar, kaki dan tangan mu juga butuh istirahat!" Jelas Gibran sembari menepuk bahu Bara.
"Ada beberapa ketukan yang harus di ubah, nggak enak aja dengernya!" Jelas Bara.
"Pak produser yang terhormat, yang tadi itu udah luar biasa bagus, nggak ada lagi yang harus diubah, yang ada harus latihan." Tegas Rival yang masih stay di tempat rebahannya.
Ucapan Rival sama sekali tidak membuat Bara berhenti, ia justru kembali memukul drumnya hingga suara dering ponselnya membuat ia terpaksa harus berhenti.
"Aku angkat telpon sebentar!" Jelas Bara yang langsung keluar dari ruang latihan.
Setelah merasa aman, Bara langsung menjawab panggilan dari seberang sana.
"Harus berapa jam lagi aku nungguin kamu?" Tanya Ira dari seberang sana.
"Aku lagi latihan, kak Ira aja yang pilihkan semuanya, aku ikut!" Jelas Bara.
"Aku kerja, aku juga sibuk nggak kamu aja."
"Kak, aku beneran nggak bisa datang, lagian mau pakai baju yang gimana pun aku oke, dekornya juga terserah, apapun itu aku ngikut pilihan kak Ira." Jelas Bara.
"Bara, papa beri waktu 10 menit, jika kamu belum juga tiba, maka papa yang akan jemput ke sekolah mu!" Tegas Bima setelah mengambil ponsel dari tangan Ira.
"Om, Bara lagi latihan, biar aku aja yang milih bajunya." Jelas Ira mencoba menenangkan Bima.
"Yang menikah bukan hanya kamu, tapi juga Bara, jadi dia juga harus datang. Kita aja bisa ninggalin kerjaan kita yang lebih penting, lalu kenapa dia nggak bisa ninggalin latihan band yang bahkan nggak guna sama sekali." Jelas Bima.
"Aku kesana sekarang!" Tegas Bara yang langsung mematikan ponselnya.
"Om, setiap sesuatu berharga bagi seseorang meski terkadang bagi orang lain itu adalah hal yang konyol. Musik penting bagi Bara sama halnya dengan pekerjaan kita." Jelas Ira.
"Pa, dengerin Ira, jangan buat Bara marah yang justru akan merusak segala sesuatu yang sudah kita atur dengan rapi, ayo kita kembali ke dalam." Ajak Dewi.
Bima nurut, ia lekas mengikuti Dewi kembali ke dalam butik, membiarkan Ira tetap di luar menunggu sang calon suami datang.
Ira masih betah duduk di depan butik dengan mata yang terus saja melirik ke arah jalan berharap Bara segera datang sebelum Bima kembali kesal. Sepuluh menit berlalu dan Bara belum juga muncul hal tersebut membuat Ira semakin gelisah bahkan kini ia beranjak ke parkiran sana. Langkah kakinya terus saja mondar mandir dari timur ke barat dengan mulut yang terus saja menggigit kuku dari ibu jari sebelah kanannya, yah itu adalah kebiasaan Ira saat ia sedang dilanda oleh rasa gelisah dan khawatir.
Saat motor Bara memasuki area parkir, Ira segera menghampiri.
"Sorry, gara-gara aku kakak malah kenak marah sama papa." Pinta Bara setelah turun dari motornya.
"Latihan kamu?"
"Nggak usah ngurusin hal konyol, ayo masuk!" Jelas Bara dan berlalu begitu saja.
"Huffff, baru aja mulai udah puyeng nih pala, gimana ceritanya nanti saat udah jadi suami, bakal pecah kayaknya." Gumam Ira pada dirinya sendiri.
"Masih pengen matung di situ? Buruan!" Seru Bara yang telah melangkah jauh dari Ira.
Tanpa jawaban Ira segera berlari menyusul Bara yang bahkan sudah sampai di depan pintu butik. Bara menghentikan langkahnya lalu sejenak menoleh pada Ira yang masih berdiri disampingnya.
"Hufff! Baiklah, aku cuma punya waktu beberapa menit, setelah ini aku harus kembali latihan, yang lain nungguin aku di tempat latihan. Apapun pilihan papa dan bunda, tolong iyain aja, please!" Pinta Bara.
"Hmmmmm!" Ujar Ira dan lekas masuk dengan sisusul oleh Bara.
Di dalam sana, Bima dan Dewi terlihat asyik melihat katalok baju penganti, bahkan terlihat jelas wajah keduanya yang tersenyum bahagia. Bara dan Ira mendekat lalu duduk di sofa tepatnya di samping kiri mereka.
"Gimana kalau yang ini? Kamu suka, Ira?" Tanya Dewi.
"Suka tante, cantik!" Jawab Ira.
"Menurut kamu, Bar?" Kini Dewi beralih memperlihatkan katalok tersebut pada Bara.
"Bagus banget bunda, keren. Aku pilih yang ini aja." Jelas Bara.
"Yakin?" Tanya Dewi memastikan.
"Iya" Jawab Ira dan Bara serentak.
"Waaah benar-benar pasangan serasi, bukan hanya seleranya yang sama tapi juga kompak." Jelas sang karyawan butik yang sedang melayani keluarga Bima.
"Makasih!" Ucap Ira dengan senyuman ramah.
"Kalian nggak mau lihat-lihat yang lain dulu?" Tanya Bima.
"Nggak usah om, ini tuh udah mewah banget. Aku benar-benar suka." Jelas Ira.
"Ya udah kalau memang udah fixs biar bunda yang uruskan, papa dan Ira masih ada pekerjaan di kantor kan? Dan Bara juga harus latihan, jadi sisanya biar bunda yang selesaikan sama mbaknya." Jelas Dewi.
"Ya udah nanti papa suruh Dalang untuk jemput bunda." Jelas Bima yang bangun dari tempat duduknya.
"Iya pa, makasih." Ujar Dewi.
"Oh ya Ira, saya harus ke suatu tempat ada pertemuan yang harus saya hadiri." Jelas Bima.
"Aku bisa naik taxi kok!" Jawab Ira.
"Loh kenapa naik taxi? Kan ada Bara yang ngantarin!" Ujar Dewi.
"Bara, antar Ira kembali ke kantor!" Suruh Bima.
"Pa, apa papa sengaja? Sekalian aja papa umumkan pada dunia kalau aku dan kak Ira akan menikah! Bukannya papa udah janji?" Gumam Bara yang mulai kesal dengan tingkah sang papa.
"Kan cuman ngantarin doang." Tegas Bima.
"Pa..." Gumam Bara.
"Bara, tolong antar aku ke kantor!" Ujar Ira.
"Bar, udah antar Ira balik ke kantor." Pinta Dewi.
"Terserah!" Gumam Bara dan lekas keluar.
"Papa duluan ya, sayang." Ujar Bima.
"Hmmmmmm"
_______________
Motor milik Bara terus melaju menelusuri setiap jalan, menembus kemacetan dan mengejar waktu yang terus berlalu.
"Berhenti Bar!" Pinta Ira saat keduaya melintasi persimpangan.
Tanpa jawaban Bara menepikan motornya.
"Gih balik latihan, dari sini aku naik taxi aja!" Jelas Ira yang hendak turun dari motor Bara.
"Jangan gila, yang ada papa bakal mematahkan stik drum aku. Aku akan mengantar kak Ira ke kantor." Tegas Bara yang membuat Ira mengurungkan niatnya untuk turun dari motor.
"Beneran nggak masalah?" Tanya Ira.
"Hmmmm, lagian orang-orang kantor nggak ada tuh yang kenal sama aku. Pegangan, aku harus ngebut!" Jelas Bara yang kembali menjalankan motornya.
🦋🦋🦋🦋🦋
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 100 Episodes
Comments
Sulaiman Efendy
UNTUNGNYA BANG SAM GK ADA HATI MA SAMA IRA,, JDI BARA GK TRLALU BNYK SAINGAN, KCUALI VINO SI BUAYA PACAR IRA, DN RATU PACARNYA BARA...
2023-06-13
1
LinShy
sampai sini masih bagus jalan ceritanya,,, masih suka.
hanya saja masih ada kata2 yang salah ketik and diperbaiki,,, tapi sklipun gitu aku rasa masalah salah ketik atau krn kesalahan auto keybord atau apa, masih bisa dipahami maksudnya,,,
2023-01-10
2
Harniah Harny
sekali update banyak ya..
2022-11-11
1