Bunda Ningsih tak henti menangis karena putri tunggalnya tak ada yang menemukan. Ia begitu sedih dan menyesal karena tidak menolong putrinya yang tertekan.
Selama ini, ia terlalu cinta pada suaminya sehingga membuatnya mengikuti apa saja ucapan dan keinginan suaminya itu. Padahal, tak jarang ia berbeda pendapat dengan suaminya itu. Namun, besarnya rasa cinta yang ia miliki pada sang suami, membuatnya tak pedulikan dirinya dan juga putrinya.
"Aku terlalu bodoh karena sudah menurutimu, Yah!" ucap Ningsih dengan sorot mata yang begitu marah.
Bagas memelototkan kedua matanya dan menatap tajam pada istrinya. Kepergian Syahlaa dari rumah itu membuatnya marah besar dan kecewa. Bagaimana pun ia sudah menyusun sebuah pesta yang akan begitu meriah esok hari. Ia juga sudah mengundang ribuan tamu yang akan hadir di acara pernikahan putri tunggalnya itu.
Tentu saja ia akan menanggung malu jika kabar larinya Syahlaa sampai tersebar ke penjuru dunia hingga disorot oleh awak media.
"Jaga bicaramu, Ningsih! Aku bukan orang bodoh yang tidak pantas kamu turuti!" ucap Bagas tak terima dengan ucapan istrinya.
Bagas memang seorang suami yang egois dan keras kepala. Dia selalu menganggap dirinya paling benar dan tak mau mendengarkan pendapat orang lain padahal dirinya belum tentu benar. Selama ia beranggapan dirinya benar, maka ia tak akan pernah mau mendengar ucapan dan pendapat orang lain walau itu lebih benar darinya.
"Tapi karena keinginannu ini, Syahlaa kabur dari rumah dan pergi entah kemana! Dia putriku! Darah dagingku! Aku nggak rela melihatnya tertekan sampai kabur seperti ini!" ujar Ningsih yang kini tampak menaikkan suaranya.
Bagas membusungkan dadanya. Benar, memang semua ini adalah keinginannya. Menikahkan putrinya dengan putra sahabatnya akan memberikan keuntungan baginya. Ia yang diiming-imingi sebuah kerja sama dan bisnis yang akan melejit membuat egonya semakin tinggi. Sehingga membuat dirinya memaksa sang putri tunggalnya untuk menikah dengan Berland. Padahal, Syahlaa sudah sering menolak dan menjelaskan jika gadis cantik itu tak mencintai Berland. Namun, ego dan keinginannya begitu besar sehingga tak peduli dengan perasaan putrinya.
"Ini bukan salahku! Aku hanya ingin memberikan kebahagiaan padanya. Putrimu saja yang keras kepala dan terlalu bodoh!" ucap Bagas dengan tatapan sinisnya.
Ningsih tampak membulatkan kedua bola matanya penuh, dan menatap kesal pada suaminya. Ia sangat tak terima putrinya di hina seperti itu. Bagaimanapun, Syahlaa adalah darah dagingnya. Hatinya begitu terasa perih dengan sikap dan ucapan suaminya itu.
"Apa, putriku bodoh? Beraninya kamu bicara seperti itu, Bagas!" Ningsih tak dapat lagi menahan emosinya. Ia pun beranjak dari duduknya dan menatap sengit pada suaminya.
"Dia keras kepala karena meniru sikap Ayahnya! Selama ini, apa yang kamu tunjukkan padaku? Pada Syahlaa? Hanya keegoisan dan keras kepalamu itu. Jadi jangan salahkan putriku jika dia keras kepala seperti dirimu!"
"Ningsih!" bentak Bagas dengan suara yang semakin meninggi. Kedua manik matanya terlihat merah karena amarah yang sangat dahsyat.
"Apa? Kamu nggak terima?" tantang Ningsih dengan tatapan penuh kemarahan. Ia tak bisa lagi terus-terusan diam disaat putri kesayangannya nekat kabur karena keegoisan Ayahnya sendiri.
"Sebaiknya jaga ucapanmu itu, Ningsih! Apa yang aku lakukan semata-mata demi kebahagiaan Syahlaa!" bentak Bagas lagi.
Ningsih mendelikan matanya dan tersenyum sinis, "Demi kebahagiaan Syahlaa kamu bilang? Apa aku nggak salah dengar? Atau kamu yang salah berucap?"
Bagas memutar bola matanya malas dan membuang napasnya kasar. Baru kali ini ia bertengkar dengan istrinya sendiri. Selama ini, sang istri selalu menuruti apapun pendapat dan keinginannya.
Tapi kali ini, istrinya itu berani membantah dan menyalahkannya.
"Bukankah kamu menikahkan Syahlaa dengan Berland semata-mata demi kelancaran bisnismu itu? Apakah selama ini kamu pernah tanyakan apa keinginan putrimu? Apakah kamu pernah tanyakan apa yang membuatnya bahagia, hah? Bahkan, putrimu menjerit dan meronta pun kamu nggak peduli. Menikah dengan Berland pun belum tentu mampu membuat Syahlaa bahagia. Karena, jelas-jelas dia menolak dan nggak mencintai lelaki itu." tegas Ningsih yang tampak menekan setiap ucapannya.
"Diam kamu!!!" bentak Bagas seraya melayangkan tangannya hendak menampar wajah istrinya.
Namun, dengan cepat Ningsih mundur dan menghindari tamparan suaminya. "Kamu nggak bisa menyentuh kulit tubuhku lagi, Bagas! Aku muak dengan semua keegoisanmu itu!"
Setelah berkata demikian, Ningsih pun berlari masuk ke dalam kamar lalu mengunci pintunya. Ia begitu muak dan kesal pada suaminya yang tak mau merendahkan hati dan egonya.
Sementara Bagas, ia tampak membuang napasnya kasar dan mengusap wajahnya frustasi. Baru kali ini ia semarah itu pada istrinya sampai hampir saja melukai wajah istrinya.
Di tempat lain, Syahlaa benar-benar ikut dengan Ustadz Syabil sampai ke kediaman Ustadz tampan itu. Syahlaa terlelap selama di perjalanan. Ia bahkan tak sadar jika kini sudah berada di kota Bogor daerah Empang.
"Astagfirullah, dia masih tidur. Bagaimana caraku membangunkannya? Dasar wanita malang," desis Ustadz Syabil saat ia sudah memarkirkan mobilnya di garasi.
"Aku bukan wanita malang, Ustadz. Tapi, wanita yang kurang bahagia," ucap Syahlaa yang ternyata mendengar apa yang Ustadz Syabil ucapkan tadi.
"Hah? Sudah bangun rupanya." Ustadz Syabil tampak membulatkan kedua bola matanya penuh dan sedikit kaget.
Syahlaa membuka kedua matanya dan mengangguk kecil. Ia pun menguap lalu menggeliat. Sudah seperti tidur nyenyak di dalam kamarnya sendiri.
"Ini dimana, Ustadz? Kamu nggak membawaku ke hotel, kan?" selidik Syahlaa dengan tatapan nakalnya.
Ustadz Syabil terbelalak kaget mendengar pertanyaan gadis di sampingnya itu. Sepertinya ia memang sudah salah pertimbangan. Mestinya tadi ia tak menolong gadis itu dan membiarkannya diculik. Bisa-bisanya gadis cantik itu menyamakan Syabil dengan para lelaki hidung belang.
"Astagfirullahaladzim. Sudah saya katakan jika saya bukan lelaki hidung belang. Atau mungkin Anda yang berharap saya bawa ke hotel, ya?" seloroh Ustadz tampan itu dengan tatapan kesalnya.
Syahlaa tampak terkekeh kecil dan seperti tidak ada beban. Tiba-tiba saja ia begitu happy ketika membuat orang lain kesal oleh sikapnya. Padahal, ia baru saja bertemu dengan pemuda tampan itu dan belum mengenalnya dengan jelas.
"Hehe..Maaf-maaf. Aku kan cuma nebak aja." Syahlaa menyengir kuda tanpa dosa.
Syabil hanya menggeleng-gelengkan kepalanya dan tak habis pikir dengan gadis cantik di sampingnya itu, "Nggak lucu!" Gegas ia membuka sabuk pengamannya.
"Aku memang nggak sedak melucu, Ustadz. Oh ya, apakah ini rumahmu?" tanya Syahlaa sambil celingukan mengedarkan pandangannya ke segala arah.
"Rumah kedua orangtuaku lebih tepatnya," jawab Syabil sengan wajah yang datar dan suara yang dingin.
Syahlaa manggut-manggut tanda mengerti. Ia tak menyangka jika Ustadz tampan itu benar-benar bersedia membawanya sampai ke rumah. Kini, ia tinggal memikirkan bagaimana caranya agar ia bisa hidup tenang dan damai tanpa gangguan Berland dan Ayahnya.
--bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments