"Dia ...," gumam si Pria tak percaya dengan apa yang ia lihat.
"Anjir, cakep bener ...," seru Ciko yang baru saja keluar dari mobil.
"Ken, lo kenapa? Kok bengong begitu, pertama kali liat cecan ya?" ucap Ciko dengan kedua alis yang hampir menyatu.
"Woy, Kenan! Nyaut ngapa?" lanjut Ciko yang kesal karena ucapannya tak kunjung digubris oleh sahabatnya, Kenan.
Kenan berdecak sebal, sahabatnya yang satu ini sangat memuakkan. Jika boleh, ingin sekali ia menenggelamkan sahabatnya itu.
Ciko bergidik ngeri ketika Kenan menatapnya dengan tatapan tajam, lebih menyeramkan daripada setan, pikir Ciko.
"Ko, kemampuan medis lo masih ada 'kan?" tanya Kenan membuat Ciko mendelik.
"Masihlah, gue itu 'kan dokter legendaris yang terkenal di seantero dunia" jawab Ciko percaya diri seraya membusungkan dadanya.
Pria yang bernama Kenan itu mengangkat tubuh Elora, tatapannya tak bisa lepas menatap wajah Elora. Kenan tak menduga bahwasanya ia telah bertemu dengan wanita yang menyelamatkannya.
Tidak ada sesuatu yang berubah dari si penyelamatnya, kecuali wajahnya yang terdapat bekas air mata serta hidungnya yang memerah.
'Apa yang membuatmu menjadi seperti ini?' batin Kenan bingung.
"Bagus kalau kemampuan medis lo masih ada, karena gue butuh kemampuan lo sekarang," ujar Kenan meninggalkan Ciko dengan Elora yang berada di gendongannya.
"Eh, Kenan. Tungguin gue!" Ciko berlari menyusul Kenan.
***
"Gimana?" tanya Kenan kepada Ciko.
Ciko mendengus sebal, sahabatnya yang pendiam mendadak cerewet. Padahal ia sudah bilang bahwa Elora tidak kenapa-napa, dan mungkin sebentar lagi akan siuman.
"Aish, Ken! Cerewet banget lo," seru Ciko ketus.
"Emang tu cewek siapa, sih? Jangan bilang lo jatuh cinta pada pandangan pertama, sama tu cewek?" sambung Ciko yang langsung mendapat tatapan tajam dari Kenan.
'Kebiasaan ....,' batin Ciko.
Kenan mengalihkan pandangannya pada Elora yang masih belum sadar, tatapannya yang tajam berubah menjadi teduh.
"Dia orang yang nolongin gue dulu," ucap Kenan sembari mengelus rambut Elora.
"Apa?" pekik Ciko kencang.
"Lo budeg?" tanya Kenan sinis.
"Masa co ---"
Perkataan Ciko yang mungkin akan menjadi sangat panjang terpotong oleh Elora yang bergerak gelisah dengan mata yang masih tertutup.
"Ko! Ini kenapa?" tanya Kenan panik.
"Mimpi buruk mungkin," jawab Ciko acuh.
"Kalau pingsan emang bisa mimpi?" Kenan kembali bertanya.
"Mana gue tau." Ciko mengedikkan bahunya.
Kenan meraih tangan Elora, sebisa mungkin ia berusaha untuk menenangkan Elora.
'Hahaha ... Kenan ku sudah dewasa,' batin Ciko gembira.
Tentu saja Ciko merasa gembira, secara ... Kenan itu selalu bersikap acuh kepada wanita. Sebagai sahabat, Ciko merasa khawatir kalau sahabatnya itu akan terus menjomblo seumur hidupnya, pasalnya ... Kenan sudah berusia 27 tahun tetapi belum sekali pun Kenan berhubungan dengan wanita.
Bukan tidak ada wanita yang mau mendekati dan menjalin hubungan Kenan. Namun, Kenan lah yang enggan untuk menjalin hubungan, alasannya tidak lain adalah trauma Kenan kepada wanita.
Lalu saat ini trauma Kenan seolah-olah menghilang, mungkinkah hati Kenan berhasil terketuk oleh Elora. Entahlah, Ciko hanya bisa berharap Kenan bisa menjalin hubungan dengan Elora, maka dengan begitu ia bisa segera menikah dengan pacarnya.
"Ayah ...!" teriak Elora dengan nafas yang memburu.
Elora mengedarkan pandangannya, ruangan itu sangat asing. Ditambah dua orang pria yang tidak ia kenali membuat ia menjadi was-was.
"Ka--kalian si--apa?" tanya Elora ter-gagap.
Tanpa perasaan Elora menghempaskan tangan Kenan yang ia cengkeram. Secepat kilat Elora menyingkirkan selimut yang menutupi tubuhnya, lalu ia menuruni ranjang tempatnya berbaring.
Baru saja kaki kanannya menapak ke lantai, tubuhnya langsung ambruk. Kakinya terasa sangat sakit, dan Elora pun teringat akan dirinya yang tadi tertabrak mobil, bisa jadi kedua pria itu adalah orang yang menabraknya, pikir Elora.
Melihat Elora terjatuh, dengan sigap Kenan menghampirinya dan berusaha untuk membantunya bangun. Sayangnya, niat baiknya itu ditolak mentah-mentah oleh Elora.
Kenan yang berhati keras itu mengabaikan penolakan Elora terhadap bantuannya. Ia menggendong Elora lalu menaruhnya kembali di atas ranjang, sedangkan Elora hanya bisa pasrah.
"Ciko, ambil kursi roda sana!" perintah Kenan.
Ciko bergegas pergi mengambil kursi roda sambil menggerutu serta menyumpah serapahi Kenan.
Sepeninggal Ciko, suasana di ruangan itu hening, tidak ada satu pun yang mau membuka suara. Elora yang memalingkan wajahnya dari Kenan, juga Kenan yang bingung untuk membuka percakapan.
"Apa masih ada yang sakit?" Kenan mulai membuka suara, berusaha mencairkan suasana.
Elora menggelengkan kepalanya sebagai jawaban dari pertanyaan Kenan.
"Saya meminta maaf atas nama teman saya, dia memang agak ceroboh sehingga bisa menabrak kamu," ujar Kenan lembut.
Elora hanya diam, pikirannya terus tertuju kepada ayahnya. Apa ayahnya masih ada, atau ... tidak! Elora harus yakin jika ayahnya masih ada.
"Saya juga mengucapkan terimakasih karena waktu itu kamu telah ---"
"Yuhu ... kursi rodanya sudah datang ...." Suara Ciko memotong ucapan Kenan.
Mood Kenan mendadak buruk, ia kehilangan kesempatan untuk mengucapkan rasa terimakasihnya yang besar untuk Elora. Mungkin ... di lain waktu saat momen yang tepat ia akan mengucapkannya pada Elora.
"Biar saya yang bantu." Kenan mengangkat tubuh Elora, lalu menaruhnya ke kursi roda.
"Sekarang kamu mau ke mana? Biar kami antar," tanya Kenan ramah.
"Antarkan saya kepada Ayah," jawab Elora dengan pandangan kosong.
Kenan dan Ciko saling pandang.
'Mampus'
Satu kata itulah yang ada di dipikiran mereka berdua.
"Ayah kamu di mana?" Ciko memutuskan untuk bertanya, pasalnya ... ia dan Kenan tidak tahu di mana ayahnya. Jangankan keberadaan ayahnya, nama dan orangnya saja mereka tidak tahu.
"Saya tidak tahu karena saat saya akan menyusul Ayah, anda malah menabrak saya," sinis Elora.
Ciko melirik Kenan, seolah berkata 'An*ing banget.'
"Yasudah, lebih baik kita mencarinya ke semua penjuru rumah sakit," putus Kenan yang sontak membuat Ciko membelalakkan matanya.
'Semua penjuru rumah sakit? Pincang-lah kaki gue,' batin Ciko kesal.
Kenan menepuk-nepuk pundak Ciko, maksudnya tidak lain adalah menguatkan Ciko. Sebab, Ciko-lah yang membuat Elora kehilangan jejak ayahnya, maka dari itu mau tidak mau Ciko harus bertanggungjawab kepada Elora.
Ciko serta Kenan yang mendorong kursi roda Elora keluar dari ruangan itu. Sebelum keluar, Kenan terlebih dahulu mengenakan kacamata hitamnya, menambah kesan keren pada dirinya.
Ciko? Orang itu berjalan lambat di belakang Kenan. Ia menebar pesona pada setiap wanita yang ia lihat, termasuk wanita yang sedang bergandengan dengan pasangannya.
'Enaknya jadi orang tampan,' batin Ciko senang.
"Maaf, nama kamu siapa?" tanya Kenan mulai membuka percakapan.
"Elora."
"Elora, saya ingin mengatakan sesuatu," ucap Kenan ragu-ragu.
"Katakan saja."
"Te---"
"Non Elora!"
*****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 55 Episodes
Comments