Hari itu Billa pulang cukup sore sampai di kosan. Setelah melepas tas dan atribut Ospeknya, Billa langsung melesat ke kamar mandi, badannya sudah sangat lengket dan lelah. Sebelum pulang tadi Billa sempatkan untuk membeli makan malamnya. Setelah mandi Billa langsung menggelar sajadah untuk menunaikan kewajiban setiap Muslim. Di sujud terakhirnya Billa memohon untuk diteguhkan untuk Istiqomah dalam keadaan apapun. Selesai salam Billa tidak langsung beranjak dari sajadah. Dia sempatkan untuk mengadu kepada sang pemilik segalanya, 'Aku sangat merindukan Ara, dia pasti sudah berangkat ke Bogor' batin Billa. Selesai berdoa Billa pun mengambil benda yang selalu di bawa kemanapun saat Billa pergi. Benda mungil tetapi sangat suci itu dia buka dan mulai melantunkan Ayat demi Ayat dengan suara merdu nan indah di dengar. Billa bahkan menyempatkan waktu untuk muroja'ah hafalan Qur'an nya beberapa surat. Untuk menjaga hafalan memang sangatlah susah, harus sering di ulang dan sering di pakai untuk sholat Sunnah. Billa selalu mengingat pesan para Asatidz yang membimbing hafalannya dulu. Hafalan harus di jaga dengan sering memakainya untuk sholat wajib maupun Sunnah.
.
Setelah selesai sholat dan mengaji Billa beranjak menuju kasur dan langsung merebahkan tubuhnya yang letih. Dalam hening Billa menatap langit-langit kamar yang dia huni sendirian. 'Kenapa Syafik terus menghubungiku, bukankah dia seharusnya sudah ke Bogor bareng rombongan Ara, apa mereka masih boleh memegang ponsel sebelum di titipkan kepada pengurus ya.. ?' batin Billa. Tanpa menunggu lama, Billa langsung mencari benda pipih itu di dalam ransel nya. Sejenak Billa melihat pesan yang Syafik kirim kan tadi siang. 'Apa aku harus membalasnya ?' batinnya.
"Kenapa mengabsen sampai dua kali ?" isi pesan Billa.
Tanpa menunggu lama pesan sudah berubah warna menjadi biru, yang artinya sudah di baca oleh pemilik nomor.
"Kenapa baru di balas ? Apa kamu punya waktu untuk bicara denganku sekarang ?" balas Syafik.
Tidak ada yang tau bagaimana senangnya hati Syafik sekarang karena pesannya di balas oleh Billa, seharian penuh mukanya datar dan dingin ketika di sapa dengan teman-temannya. Sekarang sudah senyum-senyum sendiri sambil menatap ponsel, menunggu balasan dari seseorang yang telah mencuri perhatian nya.
"Ya" jawab Billa.
"Astaga, Kenapa dia cuek sekali sih, Bagaimana ini. Apakah aku harus menelfon nya sekarang ? Tapi bagaimana memulainya, chat ku saja baru di balas masa iya langsung telfon." Ucap Syafik sambil mengacak-acak rambutnya karena bingung.
"Kamu kenapa sih, bingung gitu.? tanya Rahman kepo.
"Buruan kalo mau ngomong sama Billa, besok kita sudah tidak boleh lagi memegang ponsel. Besok sudah mulai khutbah ta'aruf."
"Hmmm, Aku akan menelfon nya, tapi tolong kamu keluar dulu aku butuh privasi" jawabnya sambil mendorong punggung Rahman menuju pintu kamar. Tanpa menunggu lama lagi Syafik langsung mengambil ponselnya di atas nakas dan mengklik nomor Billa. Dering pertama tidak diangkat, sampai dering ketiga panggilannya mulai terhubung dengan nomor tujuan.
"Assalamualaikum" ucap yang di sebrang, suara lembut tapi penuh penekanan itu mampu membuat si pendengar berdesir dan membuat lengkungan manis di bibirnya.
"Waalaikumussalam," jawabnya dengan lembut.
"Ehem," sedikit berdehem untuk menghilangkan canggung yang mendadak menyerangnya. Namun sebelum Syafik melanjutkan perkataan, Billa sudah lebih dulu menyerobot membuat Syafik seketika merapatkan bibirnya lagi dan mendengarkan Billa berbicara.
"Apa kalian sudah sampai ?"
"Hem, kami baru sampai tadi pagi" jawabnya sambil tersenyum.
"Syukurlah, kenapa masih di perbolehkan memegang ponsel ?"
"Karena belum saatnya di kumpulkan ke petugas, besok kami sudah harus mengumpulkannya ke petugas. Jadi hanya hari ini kami ada kesempatan untuk memegang ponsel."
"Baiklah kalau begitu, aku ingin menghubungi Ara, kamu kenapa menelponku. ?"
"Tidak ada apa-apa, hanya memastikan sesuatu saja. Apa aku boleh bertanya kepadamu ?"
"Mau tanya apa ?"
"Apakah kamu sudah ada yang mengkhitbah ?" ucapnya tegas.
.
Deg.
.
Seketika membuat Billa terpaku bahkan melepaskan ponselnya begitu saja, namun tidak sampai jatuh ke lantai karena terhalang oleh bantal. Billa bahkan sampai berkedip berkali-kali memastikan bahwa ini bukanlah halusinasi atau mimpi. Sebelum tidur di buat syok karena sebuah pertanyaan yang lolos dari pemuda yang juga baru saja memulai kuliah. Di seberang sana tentu saja syafik memahami apa yang terjadi pada Billa, dia sudah menimbang dan memikirkan segalanya sebelum menanyakan hal ini. Siap untuk menerima apapun resikonya. Syafik pun menarik napas dan mulai mencoba menetralkan kecanggungan.
"Ehem, Bill ?"
"Billa ?"
"Bill..., ?"
Tidak ada sahutan dari yang di seberang membuat keadaan semakin hening dan tentu saja canggung luar biasa. Syafik menarik napasnya perlahan dan membuangnya secara kasar. Diusapnya tengkuk yang tidak gatal dan mulai mencari topik untuk membuat suasana menjadi nyaman.
"Aku belum ada yang mengkhitbah." Ungkapnya tenang. Membuat Syafik bernafas lega dan tersenyum hangat.
"Baiklah, maka izinkan aku untuk mencobanya setelah lulus dari sini Annisa," ucapnya lembut.
"Haha, kamu ini ada-ada saja, kuliah saja baru mulai sudah mau mencoba khitbah perempuan setelah lulus. Cobalah untuk memikirkan matang-matang sebelum mengucapkannya. Apa kamu tau, bahwa ucapan mu itu sama saja membuatku terbelenggu dalam perasaan yang samar dan abu-abu ?" jawabnya tegas.
"Bukan begitu, aku serius. Setelah lulus dari sini aku akan melamar mu sungguh-sungguh dan kumohon jaga dirimu hanya untukku. Aku sudah mengatakannya kepada Ayah dan Ibuku. Dan mereka menyetujui. Annisa Habibillah Hawaari, aku serius dengan ucapan ku.
"Aku tidak bisa menjawab pernyataanmu sekarang, beri aku waktu untuk memikirkannya. Lagipula aku tidak mengenalmu. Kita hanya teman satu angkatan yang baru saja lulus dan tidak saling mengetahui sama lain.
"Kata siapa sama lain ? Aku mengetahuimu dan sangat faham tentang kamu. Tanpa kamu beritahu profilmu aku sudah mengetahuinya Billa" ucapnya lembut.
"Benarkah ? Kalau begitu kirimkan CV mu kepadaku agar aku mempelajari biodata mu lebih dulu. Aku akan menjawabnya setelah kalian boleh menggunakan ponsel kembali." Jawabnya gamblang.
"Iya, Kirimkan email mu sekarang, sampai jumpa lagi Annisa, semoga selalu Istiqomah. Assalamualaikum."
"Aamiin, waalaikumussalam." Ucapnya datar.
.
Adzan isya berkumandang membuat hamba Allah yang rapuh itu seketika bangun dan bergegas mengambil air wudhu dengan khusyuk. Terlatih sholat tepat waktu membuatnya secara spontan melakukan kewajibannya sebagai Muslim yang mencoba thaat. Gadis itu menggelar sajadah dan memakai mukena dengan rapih, memulai menghadap sang ilahi dengan tumakninah. Tanpa Billa sadari air mata jatuh begitu saja saat hidung dan keningnya jatuh tepat di sajadah. Membuatnya hanyut dan menumpahkan segala keresahan yang melanda hati yang belum siap untuk melangkah jauh. Empat rakaat Billa selesaikan dengan khusyuk. Tangannya menengadahkan ke atas meminta petunjuk dan solusi yang paling baik untuk masa depannya. Gadis itu hanyut dalam air mata yang tidak diminta jatuh, membuatnya sesekali mengambil tisu untuk mengusap nya. 'Ya Rabb..., kenapa dia datang pada waktu yang belum tepat' batinnya sekali lagi. Membuat Billa harus mengontrol emosinya agar tidak menangis lagi. Gadis itu berupaya menarik dan membuang napas secara perlahan dan berulang-ulang sampai membuatnya tenang.
.
Ding.
.
"Bill.. ?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 95 Episodes
Comments