Teko memaki-maki osin saat ia menghidangkan makanan yang ia masak sendiri. Saat itu osin membawa kedua anaknya ke dalam kamar, lalu mengunci pintu.
"Lihat ayahmu, dia protes dengan masakanku yang terlalu asin." Osin duduk di lantai sambil menyandar kemudian menyimpan ponselnya di atas ranjang.
"Maafkan aku ibu," Royco membuka kedua tangannya segenggam garam yang ia bawa untuk menaburi masakan ibunya.
"Royco menabur garam ke piring ayah, sisanya ia taburkan di mangkuk besar." Pecin kesal dengan kakaknya.
"Ha.. Ternyata kamu yang melakukan, jangan berbuat seperti itu lagi ya roy. Kamu lihatkan, ibu di bentak oleh ayahmu."
"Baik bu.. Maafkan royco." Lalu memeluknya.
Dua jam lamanya mereka diam di dalam kamar, kemudian osin membuka pintu dan membawa kunci mobil.
"Mau kemana kamu. Membeli garam. Aku tahu, masakanmu tak enak. Pasti membeli makanan siap saji saja." Teko terus menggerutu.
Osin hanya mengehela napas lalu mengajak kedua anaknya keluar rumah, "Ayah jahat, semoga ayah di kutuk oleh tuhan" Teriak pecin.
"Kalian membela ibumu? Sudah sana pergi, aku tak peduli. Ibumu tak pandai memasak, membosankan." Teko menekan tombol pijat, semua area tubuhnya terasa nyaman menggunakan kursi pijat canggih yang di rancang memijat seluruh tubuh. Ia membeli kursi pijat itu di jepang.
"Luar biasa dia menghasut kedua anaknya" Bergumam dalam hatinya.
Osin mengemudi mobil sambil menangis setelah kedua anaknya tertidur pulas di jok belakang, kemudian ia menepi di salah satu perumahan. Lalu masuk ke dalam rumah pamannya.
"Ada apa denganmu? Pasti bertengkar dengan teko lagi" Teriak pamannya yang saat itu berada di lantai 3 menoleh ke bawah lantai dasar.
"Aku menginap di sini seminggu saja ya paman, lalu masuk ke dalan kamar tamu."
"Ya, Pecin, royco kemari. Aku punya anjing baru." Teriak sang paman memanggilnya ke lantai 3.
Mereka berteriak dan berlari kegirangan, anjing shih tzu berbadan kecil dan berbulu panjang. Menggemaskan. Menggonggong menyambut pecin dan royco yang datang menghampirinya.
"Dia menyukaimu pecin, menjilat pipinya dan mengelus-elus." Royco seakan takut mendekati anjing kecil itu, lalu pamannya menggendongnya. Sambil berdiri melihat pecin bermain dengannya.
"Siapa nama anjing ini kakek" Royco tersenyum melihat tingkah lucu anjingnya.
"Ling-ling. Nama yang bagus bukan"
"Ya, bagus. Ling-ling kemari, ssh.. Shhh.. " Royco memanggilnya.
Osin mengunci pintu lalu menangis sejadi-jadinya ia tertekan dan kesal dengan perilaku suaminya yang tak pernah menghargainya.
"Tuhan. Berilah ia pelajaran, Ubahlah ia menjadi kucing gemuk, keledai atau badut. Apapun itu!! Aku lelah." Kemudian ia tertidur sambil memeluk boneka besar milik anaknya.
***
Teko bernyanyi sepuasnya ia merasa bebas tanpa osin dan kedua anaknya, sambil membuka kausnya lalu bergoyang. Memutar-mutarkan kaus di atas kepala.
Setelah beberapa jam ia masuk kamar kemudian duduk, keringatnya mengucur deras dari lehernya.
"Aku bisa kurus kalau menari-nari seperti ini setiap hari, rasanya lega tak ada perempuan cerewet itu di sini. Seandainya saja aku tak bekerja, hanya tidur makan dan bermain." Lalu ia terbaring tidur dan mendengkur di atas ranjang.
Pagi itu...
Teko menggaruk-garuk tubuhnya, yang terasa gatal. Kemudian kutu loncat ke atas sprei. "Kutu??? Kutuku sebesar ini, sejak kapan aku mempunyai kutu di rambut." Kemudian menangkapnya dengan cepat, ketika melihat tangannya yang berbulu seperti kucing. Ia berteriak dan jatuh ke bawah ranjang.
"Tanganku. Kakiku." Semakin kencang ia berteriak.
Perlahan ia melihat ke arah cermin besar di depan matanya sebelah ranjang kamar.
"Ini? Wajahku" Teko semakin mendekat dan menarik pipinya hingga terlihat semua giginya, Aku seekor KUCING." Menangis dan duduk seperti layaknya manusia.
"Ini hanya mimpi" menampar wajahnya beberapa kali, "Sakit. Ini nyata" Apa yang harus aku lakukan. Ia berjalan kesana kemari.
Dua hari ia termenung di balik jendela kamar, pemandangan kebun buah strawberry berada tepat di depan matanya. Ekornya bergerak kesana kemari seolah-olah ingin melompat.
"Aku lapar. Bagaimana caraku keluar dari kamar ini."
Teko melompat dari jendela ke bawah perkebunan milik tetangga, Brak. Jatuh di atas kandang anjing. Lalu berlari sekuat tenaga walaupun sedikit lemas, anjing hitam berbulu pendek dan galak menggunakan rantai hampir saja menggigitnya.
Napasnya terengah-engah, kemudian duduk di bawah kursi. Beberapa perempuan bersegaram sekolah memberinya makan, sepotong roti rasa keju yang menggoyangkan lidahnya.
"Meoong" Sahut teko sambil mengelus-elus kakinya.
"Lucu sekali kucing ini, sebaiknya kita bawa saja ke rumah. Terlihat kucing jalanan." Ujar salah satu perempuan berseragam abu putih.
"Jangan kak ayah akan mengusirnya kamu tahu kan ayah tidak menyukai kucing bahkan binatang berbulu lainnya. Lagi pula kucing ini gemuk, pasti ia tak kelaparan lihat saja perutnya."
"Baiklah kita pulang saja, bye. Kucing gemuk" Melambaikan tangan.
Teko yang berada di atas kursi panjang itu seketika diam sambil menjilat bekas makanan di kakinya.
"Sial mereka mengejekku gemuk, padahal aku tak makan selama berhari-hari." Lalu ia memperhatikan tukang bakso yang sedang melayani pelanggan.
"Aha. Dia tukang bakso coba aku meminta makanan padanya saja"
"Meoong. Meong.." Teko mengelus-elus kaki pedagang bakso itu. Lalu ia terpental ke atas tempat sampah.
"Kurang ajar dia kasar sekali pada binatang padahal aku kucing yang lucu." Seseorang yang memesan bakso seketika meninggalkan pesanannya lalu membawa teko, "Kucing yang malang, pedagang bakso itu tega sekali padamu." Pria berwajah oriental dan tampan membersihkan tubuh teko menggunakan tisu basah.
Pria tampan itu memberikan beberapa makanan kucing yang ia beli di minimarket untuk kucingnya, "Manis, makanlah kamu pasti laparkan? Aku membeli makanan ini untuk kucingku, tapi. Tak apalah kamu berhak mencicipinya." Sambil mengelus kepala teko hingga matanya tertarik ke atas.
Teko diam tak mau makan, ia pergi meninggalkan pria itu. "Aku tak suka makanan kucing, ingat itu. Aku bukan kucing. Rasanya seperti ikan busuk." Sambil berjalan ke rumahnya.
Teko tertidur di halaman rumahnya hujan turun sangat besar, membuat tubuhnya kedinginan. Berharap osin dan kedua anaknya pulang. Ia tak bisa masuk ke dalam rumah, semua pintu dan jendela tertutup rapat.
Kemudian ia teringat piring yang berada di atas meja halaman rumahnya, makanan yang osin sajikan untuknya "Ya makanan asin itu."
"Aku lapar tak apa rasanya tak enak, akan ku habiskan makanan ini." Menjilati piring hingga bersih. "Hahaha. Piring ini terlihat mengkilat aku pandai mencuci piring hanya dengan lidahku saja, rasanya aku mulai haus." Genangan air hujan di dalam pot bekas berada di bawah tangga, ia berjalan dan minum air hujan membuat perutnya kenyang.
Bersambung....
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments