Setelah lima tahun teko lengah membayar tagihan kartu kredit, ia berusaha kabur dan tak pulang ke rumah hingga dua minggu lamanya.
Suara bell berbunyi...
"Royco bukakan pintu ya, ibu sedang mencuci piring."
"Baik bu" Royco menggunakan sepeda mainannya menunju pintu ruang tamu, tetapi terdengar ketukan keras membuatnya berlari meninggalkan sepedanya.
"Ibu... Roy takut, monster berusaha membuka pintu." Sambil mencubit roknya, kemudian pecin menangis di dalam kamar. Baru saja terbangun dari tidurnya.
"Bentar sayang, ibu selesaikan satu piring dulu ya." Lalu mengelap tangannya. Sambil menyuruhnya masuk ke dalam kamar bersama adiknya.
Krek.. Suara pintu..
"Kenapa membuka pintunya lama sekali bu? Aku dari tadi diam berdiri di sini." Tegas penagih hutang berpakaian preman, sambil membawa selembar kertas.
"Maaf, mas dari mana dan ada urusan apa?"
"Pak teko ada di rumah? Kalau begitu kamu isterinya ya." Sambil menarik kerah jaket kulitnya.
"Benar mas, maaf suamiku sudah dua minggu tidak pulang ke rumah. Silahkan lain waktu datang lagi ke sini." Osin sedikit curiga, kepada pria berpakaian preman itu.
"Ibu tahu tidak, dia menunggak kartu kredit hingga 60 juta termasuk bunga."
"Maksudnya mas? Silahkan duduk di sana kita bicarakan baik-baik."
Mereka duduk lalu penagih hutang menjelaskan tunggakan suaminya sebanyak itu untuk apa saja, tertera belanja di salah satu toko barang mewah.
Raut wajah teko berubah drastis, kecewa, sedih, kesal bercampur aduk. Seperti tertampar keras hingga membuatnya kesakitan.
"Aku tidak tahu mas mengenai hutang sebesar itu, lalu bagaimana aku membayar tagihan?"
"Kalau tidak membayarnya hingga minggu depan, aku akan membawa masalah ini ke pengadilan."
"Tolong jangan lakukan itu, aku bisa melunasinya besok. Kemana aku harus membayar tagihannya?"
"Ibu transfer saja ke nomor ini" Menyodorkan kertas yang tertera nomor rekening.
"Baik-baik, kalau begitu masalah ini selesai." Osin memohon.
"Terima kasih atas perhatiannya, aku hanya di tugaskan saja. Semestinya pak teko bertanggung jawab. Permisi." Seketika penagih hutang itu menjadi sopan dan pergi meninggalkan rumahnya.
Osin menangis di tempat duduknya sambil mengelus dada, "Kamu tega teko, melemparkan masalahmu kepada aku dan anak-anak. Hutang sebesar ini aku yang menanggungnya. Uang yang kamu gunakan untuk bersenang-senang dengan perempuan. Perhiasan mewah yang tak pernah aku dapatkan selama menikah denganmu." Sambil menghela napas, osin masuk ke dalam rumah dan menguncinya.
"Ibu kenapa menangis" Pecin menhapus air matanya kemudian tidur di pahanya, sambil mengelus rambut pecin ia tertidur di atas ranjang. Sementara royco bermain dengan mainannya.
Sekitar jam tujuh malam osin membawa ponselnya di meja makan, kedua anaknya tertidur pulas di ranjang kamarnya.
"___Paman, aku ada perlu. Bolehkah aku meminjam uang."
"___Untuk apa? Tak perlu meminjam, aku berhutang pada ibumu beberapa tahun yang lalu.
"___Membayar hutang suamiku, 60 juta saja paman. Maaf sudah menganggu waktumu.
"___ Teko berulah saja, aku tak suka padanya. Sudah berapa kali paman menasehatimu. Jangan menikah dengannya. Kamu tidak berhati-hati memilih pasangan.
"___Aku tak ingin memikirkannya, penagih hutang itu menggangguku. Berjanji melunasinya besok. Ini nomor rekeningku 898***"
"___Hari ini akan paman transfer, apakah kamu memerlukan uang lebih untuk keperluanmu dan anak-anak?"
"___Tidak perlu, aku mendapatkan cukup uang setiap bulan dari usaha restoku."
"___Baiklah, tenangkanlah pikiranmu."
"___Terima kasih paman, selamat malam."
Suara bell berbunyi, teko berjalan perlahan-lahan dan membuka gorden kaca sebelah pintu. "Akhirnya, teko pulang di saat yang tepat."
"Kenapa kamu tak pulang saja sekalian?" Membuka pintu lebar-lebar. Ups, maaf aku kira suamiku. Seorang pria membawa pizza dua box besar.
"Ini benar dengan ibu osin?"
"Benar mas, aku osin."
"Tetangga sebelah memberikan pizza ini pada ibu, semua mendapatkan dua box. Selamat menikmati. Permisi." Kurir pizaa itupun pergi.
"Baik sekali tetangga di sini, aku bisa menikmati pizza bersama anak-anak."
Osin menyimpan pizza itu di atas meja makan, lalu masuk ke dalam kamar mandi menggosok giginya. Setelah selesai mencuci wajah ia menyisir rambutnya yang kurang terawat.
"Aku perlu merubah gaya rambut, sudah lama tidak merawat rambutku ini. Bahkan kulitku sedikit kusam." Lalu ia menyimpan ikat rambutnya di rak sebelah wastafel kamar mandi.
***
"Ibu.. Aku suka pizza" Teriak pecin berusaha meraih pizza yang berada di tengah meja makan, sambil berdiri di atas kursi.
"Hentikan, sabar ya nak. Ibu hangatkan dulu pizzanya. Duduk yang baik."
Osin memasukkan pizza tersebut ke dalam microwave, sambil membawa royco duduk di sebelah adiknya. Mereka memainkan sendok memukul-mukul piring, osin yang kewalahan mengasuh membiarkan mereka bermain sendok.
Pizza meat lovers yang meleleh membuat kedua anaknya tak tahan menyantap menu makan paginya itu, "Aku ingin keju itu, enak. Dua untukmu roy sisanya untukku." Bentak pecin.
"Kamu serakah, harus adil. Setengah untukku sisanya untukmu." Royco melempar sendok ke lantai.
"Eh eh.. Tidak boleh bertengkar, pecin lupa yang ibu ajarkan padamu? Berlaku adil pada saudaramu." Osin memberikan sepotong pizza masing-masing pada kedua anaknya.
"Ibu tidak makan?" Ujar pecin sambil mencicipi pizza dengan lahap.
"Tidak nak, ibu sudah sarapan sebelum kalian bangun." Lalu berjalan dan duduk di ruang televisi, lalu ia mengecek ponsel.
"___Terima kasih bu osin sudah membayar tagihannya."
"___Sama-sama mas, tolong kirimkan surat lunas ke alamat rumahku."
"___Baik bu."
Tiba-tiba teko pulang tanpa merasa bersalah, mengambil sepotong pizza dan makan bersama dengan kedua anaknya. "Ayah kenapa baru pulang, kita sudah lama menunggu."
Osin yang mendengar suara anaknya memanggil ayah langsung menuju ke meja makan, "Oo begini cara kamu pulang, membawa masalah lalu menyerahkan hutangmu padaku. Begitu?!"
"Aku berusaha melunasi hutangku, jangan membuatku stress" lalu pergi ke kamar.
"Seharusnya aku yang stress, mana tanggung jawabmu? Baru saja aku melunasi hutangmu, untung saja pamanku berbaik hati menolongku." Tegas osin emosinya memuncak.
"Benarkah? Maafkan aku osin" Berlutut di hadapannya.
"Aku maafkan, aku lelah.. Sudah berapa kali membawa masalah. Hanya untuk perempuan itu kamu menghabiskan uang, akhirnya aku yang membayar. Aku mau membersihkan halaman." Osin pergi dengan raut wajah yang kecewa.
"Dengarkan aku osin, aku tak akan mengulanginya lagu. Janji."
"Aku harap begitu" Menutup pintu kamar.
"Ibu mau kemana, aku ikut." Pecin dan royco mengikuti ibunya yang berjalan ke halaman rumah yang nampak dedaunan kering menutupi jalan.
Kedua anaknya senang membantu ibunya, mereka mengambil dedaunan lalu membuangnya ke dalam sampah, merebut sapu dari tangan ibunya di gantikan oleh pecin yang bersemangat membersihkan halaman.
Teko yang saat itu sudah mengganti pakaiannya berdiri di tengah pintu, lalu tersenyum. Lagi-lagi sifat nakalnya tak berubah. Ia memperhatikan kedua perempuan muda yang lewat depan rumahnya dari kejauhan ia mengedipkan matanya. Lalu perempuan itu menarik tengah hidungnya seperti babi. "Haaa? Kalian meledekku?" Mereka tertawa terbahak-bahak.
Bersambung..
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments