"Bunda!"
Aku tahu... Wanita paruh baya yang sudah kukenal hampir sebelas tahun itu tampak terkejut dengan kedatanganku.
Wajahnya terlihat jelas ketegangannya.
"Liana? Sama siapa? Mana Irsyad?"
Aku tak sanggup menahan gejolak rasa di jiwa ini. Seketika tubuhku berlari memeluk tubuh Bunda Agis, Bundanya Bang Irsyad.
"Jangan lari! Nanti kamu jatuh! Badanmu besar, Lian! Kalau jatuh, nanti Bunda kesulitan membantu!"
Ya Tuhan! Pendengaranku masih normal. Ibu Mertuaku justru terkesan body shamming kepadaku! Ya Tuhan! Apakah aku yang sedang sensitif, atau memang itu niatan Bunda Agis menyentil keadaanku?
"Bun...! Bang Irsyad tidak pulang semalam, Bun!" aduku pada Beliau, yang sudah kuanggap seperti Mama Kandungku sendiri.
"Hhh... Ada apa lagi? Hm? Ribut? Bertengkar?"
Kenapa Bunda bertanya seperti itu? Kami malah nyaris tidak pernah bertengkar selama lima tahun belakangan ini! Kami rukun-rukun, damai dan tenteram selama ini. Kukira rumah tanggaku baik-baik saja, ternyata... Tidak terduga sama sekali!
"Bunda tahu, dimana Abang Irsyad?" tanyaku pura-pura menyimpan kabar kalau orangtua suamiku ini sebenarnya ikut andil dalam kisah percintaan Katliya dan Bang Irsyad.
"Kemana Irsyad? Harusnya kamu yang lebih tahu, Lian! Kenapa malah bertanya pada Bunda yang tak tinggal serumah dengan Irsyad? Pertanyaan aneh!" cebiknya yang justru membuka tabir keanehan selanjutnya menurutku.
Apakah salah, jika aku bertanya soal keberadaan putranya? Apakah aneh pertanyaan yang kulontarkan padanya? Bukankah responnya lah yang tampak janggal dengan berpura-pura marah dan mengalihkan pertanyaanku yang sebenarnya sudah Beliau ketahui? Hm...
"Maksud Lian, mungkin Bunda atau Ayah pernah dengar dan tahu tentang Bang Irsyad. Atau mungkin Bang Irsyad cerita sendiri pada Bunda juga Ayah!"
"Cerita tentang apa? Soal apa? Pertanyaan kamu membuat Bunda bingung, Lian!"
Sengaja kutahan keinginan hati untuk membombardir dan mematahkan semua ucapan lidahnya yang pandai berkelit.
Aku masih harus mencari banyak bukti terlebih dahulu. Harus. Sebelum kubuka semua kedok permainan mereka dibelakangku yang menusukku tanpa ampun.
"Liana!"
Mataku membola. Terkejut dengan panggilan keras dari pria yang sepuluh tahun itu menjadi teman tidurku.
Bang Irsyad!
Rupanya kamu datang juga, menjemputku! Sepertinya,... Bunda-mu sudah memberimu kabar terlebih dahulu kalau aku ada dirumah mereka untuk membuka kedokmu. Tapi sayang, aku lebih dahulu tahu kedok kalian dan tipu muslihat yang kalian perankan!
Bang Irsyad menghampiriku. Wajahnya kaku tanpa ekspresi.
"Ayo pulang! Kita bicarakan di rumah, Liana!" katanya seraya menarik tungkai lenganku tanpa pikir panjang.
"Tunggu, Bang! Aduh sakit! Tolong jangan tarik aku seperti ini!" pekikku kesakitan.
Suamiku melepaskan pegangan tangannya. Netranya menatap kedua bola mataku.
"Ada yang ingin kutanyakan pada Bunda dan juga Abang!" ujarku tegas.
Dua wajah ibu dan anak itu terlihat tegang.
Kini aku justru yang deg-degan menahan gejolak amarah di dalam dada.
"Apa... Kalian benar-benar melakukan hal-hal gila di belakangku?"
Tiada jawaban.
Tapi aku yakin, Bunda Agis wajahnya seketika pucat pias bagaikan kertas daur ulang yang kurang sinar matahari.
"Ayo, pulang!"
Aku tak lagi menunggu jawaban suami serta ibu mertuaku. Hanya diam membisu dengan tatapan tajam tak percaya jika mereka bisa begitu kejam padaku.
Mobil Xenia yang kami beli dua tahun lalu secara cash itu berjalan laju sekali.
Bang Irsyad diam seribu bahasa. Wajahnya lurus menatap ke depan jalanan ibukota yang mulai padat merayap cenderung macet di jam pulang kerja.
.............
"Apa maumu?"
Pertanyaan yang harusnya keluar dari mulutku, tetapi justru kini terlontar dari bibir Bang Irsyad.
"Apa mauku?"
Aku balik bertanya dengan tubuh condong ke arah Bang Irsyad.
"Kau boleh kecewa. Itu wajar, mengingat ucapanku kemarin pagi soal keinginanku menikah lagi! Tapi jangan bertingkah gila! Itu terlalu berlebihan, Liana! Bunda belum tahu hubunganku dengan Katliya! Dan jangan tuduh Bundaku dengan fikiran negatifmu!"
Kuhembuskan hawa penat dari dalam dada ini. Tepat didepan muka tampannya yang penuh kedustaan.
"Apa aku tadi terdengar sedang menuduhmu dan juga Bunda? Apa pertanyaanku tadi menurutmu adalah pertanyaan gila? Fikir pakai otak, Bang!... Aku, kau buat gila dengan ucapanmu kemarin pagi! Kamu bilang, kamu akan menikahi Katliya tanggal 1 November nanti! Lantas, aku tidak boleh mencari tahu kenapa kamu jadi setega itu padaku, Bang! Apa salahku? Apa???"
Aku histeris.
Menjerit lepas tanpa sadar dan tanpa fikir panjang kalau justru keributanku membuat Bang Irsyad juga jadi lepas kontrol.
Plak
Sebuah tamparan mendarat di pipi kananku.
Tamparan pertama yang seumur-umur kudapatkan darinya selama sepuluh tahun berumah tangga dengannya.
"Bang?!?" pekikku, sungguh tak bisa kupercaya.
"Makanya kamu diam! Aku, aku...jadi tidak bisa menahan emosiku lebih lama lagi!"
Kutatap bola matanya yang terlihat gusar.
"Bang...!!! Hik hik hiks..."
Mataku berair. Pedih, perih bercampur dengan sakit hati yang kian menggunung.
Tangannya meraih pundakku. Tapi segera kutepis dan mundur menjauh.
"Liana..., maaf!"
Aku masih menatapnya dengan penuh kebencian.
"Tega kamu, Bang! Tega kamu menamparku demi untuk bisa menutupi dosa-dosa yang kau perbuat padaku!"
"Diam dulu, Liana! Izinkan aku bicara! Jangan memonopoli pembicaraan kita dan mau menang sendiri!" tukasnya, penuh pembelaan. Seolah tindakannya itu adalah benar dan aku yang salah.
"Apa salahku? Apa salahku??? Dan mengapa kau dengan sangat entengnya bilang minta izin ingin menikah lagi! Bahkan perempuan yang akan jadi maduku adalah karyawati yang sudah kuanggap adik sendiri!!!" teriakku kembali histeris.
Plak plak
Kini dua tamparan Bang Irsyad semakin membuat pipi kiri dan kanan serta hatiku tambah panas.
"Lihat dirimu, Liana! Lihat! Tengok di cermin! Seperti apa dirimu kini! Sudah untung aku bertahan sampai sepuluh tahun menerima semua kekurangan serta kelebihan bobot tubuhmu yang semakin menjadi! Aku sudah muak hidup bersama denganmu, Liana! Bahkan kau juga tak mampu memberikanku keturunan sebagai kebanggaan seorang wanita!"
Deg deg deg deg
Aku tahu, Bang! Aku sadar diri! Aku juga minder dengan tubuhku sendiri tanpa harus kau suruh aku untuk berkaca! Hik hik hiks...
Aku tahu, aku lemah dan tak punya daya. Tapi semua ini adalah suratan nasibku, Bang! Masih harus menunggu Kebesaran Illahi untuk memberiku kebahagiaan dengan kodrat sebagai wanita bersuami yang bisa hamil dan melahirkan! Tolong jangan salahkan aku dalam hal ini, Bang! Karena posisi kita sama! Kau dan Aku, sama-sama belum Tuhan beri kesempatan menyandang status sebagai Ayah dan Ibu.
Aku jatuh terduduk diatas lantai keramik kamar. Membiarkan Bang Irsyad berlalu tanpa kata, pergi melenggang ke ruang tengah rumah seolah tidak ada apa-apa. Seperti tidak terjadi kehebohan keributan kami yang memuncah setelah sekian lama nampak adem ayem berkeluarga.
Aku menangis. Meraung keras sekencang-kencangnya.
Sesekali Ratih seolah mengintip dari balik pintu kamarku yang memang tidak ditutup rapat oleh Bang Irsyad.
Sementara suamiku itu duduk bersandar di atas kursi makan sambil menghisap dalam-dalam rokok kreteknya.
Ya Tuhan! Inikah wujud asli pria yang sepuluh tahun menjadi suami yang baik hati, pengertian, romantis dan bijaksana?
Tuhan! Kemana suamiku yang dulu itu? Kenapa tiba-tiba perangainya jadi berubah dan berbeda seperti sekarang ini? Sungguh aku tidak mengenalnya lagi sama sekali!
Tetapi aku kembali harus menanyakan niatannya sekali lagi. Harus. Ini bukanlah tindakan yang bisa dianggap enteng. Karena menyangkut masa depan rumah tanggaku dengannya.
"Bang! Apa betul kamu ingin menikahi Katliya?" tanyaku setelah berhasil berjalan dengan langkah tertatih sempoyongan.
"Iya!"
Jawaban singkat yang dingin serta terdengar angkuh dan jumawa.
"Kenapa harus Katliya, Bang?"
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
nacl
udah main tangan, kata-katanya nusuk banget itu laki
2022-11-27
2
Yovi yanti Erfa
Lelaki bertingkah2 tinggal kan sj kt sebagai wanita bs hdp bahagia walaupun tanpa suami dan Tuhan sdh menyediakan berbagai pria di dunia ini dgn segala karakter,sft dan wajah kt tinggal memilih yg Tuhan telah sediakan untuk kt yg terbaik
2022-11-24
2
Yovi yanti Erfa
Suamiku dahulu pernah berkata kebahagiaan sebuah keluarga tdk semuanya terletak pd ank tp kebahagiaan sebuah keluarga bagaimana pasangan menciptakan nya dl seblm sy punya ank kami jarang bertengkar tetapi setelah sy punya ank kami malahan lbih sering bertengkar
2022-11-24
2