Ternyata Bang Irsyad benar-benar tidak pulang semalam.
Speechless...
Tak mampu berkata apa-apa lagi. Selain mematung seorang diri di kamar dingin nan sepi.
Aku menunggu sampai dini hari. Berniat untuk mengajaknya bicara serius soal keinginannya menikahi Katliya.
Tadi pagi, aku tak sempat berkata apa-apa selain diam dan...pingsan. Bahkan ketika tersadar, Bang Irsyad telah pergi yang kata asisten rumah tangga-ku ketemuan teman kerjanya dimasa lalu. Dan sampai pukul lima pagi pun suamiku itu tak kunjung pulang menampakkan batang hidungnya.
..............
Mandi dengan tatapan kosong namun fikiran penuh meluber nyaris membuat orang menyangka aku pasti punya niatan bunuh diri.
Padahal tidak.
Aku, tak sedikitpun terbersit rasa ingin mengakhiri hidup. Justru terpacu adrenalin yang tinggi untuk menguak rasa penasaran di jiwa ini. Mengapa pilihan Wanita Idaman Lain itu jatuh pada Katliya?
Secara dilihat dari wajah, -maaf- wajahku jauh lebih manis dan lebih cantik dari gadis itu.
Dilihat dari segi penampilan, walau tubuhku besar tetapi untuk tatanan kelasku jauh di atas Katliya.
Katliya, gadis sederhana berusia 28 tahun. Bisa dikatakan gadis matang, dan nyaris tak pernah kulihat tingkahnya berlebihan. Bahkan untuk memakai lipstik warna merah terang pun, Katliya tak punya keberanian.
Sejak kapan Katliya menarik hati suamiku? Sejak kapan? Mengapa aku terlihat begitu bodoh bahkan sampai tidak punya pemikiran akan ada hubungan terlarang antara Bang Irsyad dengan Katliya? Mengapa mataku seolah tertutupi selama ini?
Aku menggelengkan kepala. Lagi-lagi tak percaya. Suara Ratih berteriak memanggil-manggil namaku dari balik pintu kamar mandi.
"Bu Liana! Bu Lianaaa...!"
Dengan rambut basah dan wajah sembab karena seharian kemarin menangis tak berhenti, aku menjulurkan leherku. Menampakkan diri dari balik pintu kamar mandi.
"Ada apa, Ratih?" tanyaku lemas.
Tangan Ratih dengan sigap menarikku keluar dari kamar mandi.
"Ibu mandi sudah lebih dari dua jam! Saya khawatir, Ibu kenapa-kenapa!"
Ratih menuntunku keluar dari kamar mandi. Tangannya masih menempel di bahuku. Dia melap seluruh wajahku dengan lembut dan memperlakukanku bagaikan gadis cilik berusia lima tahun.
Ia sedikit kesusahan membantu memakai dress yang kupilih dan kusediakan sebelum mandi. Itu karena bodi-ku yang cukup lebar. Sehingga kesulitan lumayan banyak dalam usahanya mengenakan dress terusan yang ingin kupakai.
Ratih, sudah bekerja lima tahun denganku. Usia kami hanya beda setahun. Aku lebih tua dari Ratih yang sudah beranak dua.
Aku memperhatikan tubuh Ratih, lalu naik ke wajahnya.
Ratih jauh lebih cantik dari Katliya. Ratih jauh lebih manis dan lebih pintar dariku. Dia juga pandai memasak. Aku lebih sering mendengar Bang Irsyad memuji masakan Ratih ketimbang masakan Katliya. Kenapa? Kenapa Katliya? Padahal ada banyak perempuan lain di sekitar kita, Bang? Kenapa pilihanmu jatuh pada Katliya?
Jatuh lagi air mataku.
Kini aku tak peduli pada pandangan Ratih padaku. Bodo amat, terserah apakah dia akan iba hati dan kasihan melihat nyonya majikannya yang patut dikasihani.
Ternyata Ratih juga meneteskan airmata, walau tanpa banyak bicara.
Kurasa rahasia rumah tanggaku ini telah Ia ketahui juga. Katliya memang bukan orang asing bagi kami semua.
Bagaimana tidak, empat tahun bersama... Bukanlah waktu yang sebentar.
Kami terbiasa bercanda, mengobrol bersama. Bercerita apapun juga, bahkan sampai pada hal yang paling sensitif dan menyangkut rahasia wanita.
Aku dan para karyawatiku berusaha tidak membuat jarak apalagi membangun pagar pembatas diantara kita.
Karena aku lebih ingin menganggap mereka semua adalah saudara, bukan pekerja. Yang harus selalu taat dan patuh perintahku karena rasa takut juga enggan melawanku.
Yang kuingin, semua karyawan kami bekerja enjoy dari hati tulus, memberikan loyalitas tinggi untuk kemajuan bersama toko online yang kubangun dengan motto kekeluargaan. Nyatanya...
..............
..............
Berbekal secarik kertas yang ditorehkan Gendis, salah satu karyawati toko online-ku atas tekanan Ratih. Aku berhasil mendapatkan alamat lengkap rumah keluarga Katliya.
Kini tubuh besar ini sudah berdiri tegak di depan pintu rumah orangtua Katliya yang tampak sepi tak berpenghuni.
Rumah yang sederhana, untuk ukuran masyarakat pada umumnya. Bahkan kuperhatikan seksama, tembok luar rumahnya masih berupa batako yang belum dipelur adukan semen.
Hhh...
Helaan panjang nafasku, pertanda aku siap untuk menguak kehidupan Katliya yang memang baru kusadari agak misterius dan rada tertutup oleh sikap kalem serta pembawaannya yang pendiam.
Tok tok tok
Tok tok tok
Ketukan tanganku mulai agak keras dan terdengar lebih jelas.
Tok tok tok
"Assalamualaikum! Permisi...! Apakah ada orang? Permisi!"
Sepi. Tiada jawaban.
Kutengok jendela rumahnya yang ternyata gelap tertutup gorden.
Sepertinya kosong, tak ada orang di dalam.
Aku melipir ke rumah sebelah. Berniat menanyakan keberadaan sang tuan rumah.
"Orang tua Katliya sudah sebulan pindah dari rumah ini, Mbak! Katanya sih, ke rumah baru mereka yang lebih besar di daerah Pangeran Jayakarta Kota."
Aku ternyata harus menelan pil pahit. Tak bisa menemui kedua orangtua Katliya dan mengatakan kalau putri kesayangannya akan menikahi suami orang.
"Apa Ibu tahu alamat lengkapnya?" tanyaku menelisik. Sayangnya langsung dijawab gelengan kepala.
Pencarianku sia-sia. Dan harus berakhir begitu saja.
Oh tidak! Aku akan mencari alamat kostan Katliya! Harus kudatangi! Harus kuintai siapa tahu suamiku sedang asyik bermesraan dengan gadis matang itu!
Aku masih menyimpan data Riwayat Hidup Katliya yang kuambil dari map curriculum vitae miliknya sepuluh tahun lalu.
Tertulis jelas dan lengkap alamat kostannya. Katliya memang sudah tinggal terpisah dengan orangtuanya sejak tamat SMA. Sedikit ada kesamaan dengan kisah hidupku. Tapi dia lebih beruntung karena kedua orangtuanya pasangan suami istri yang saling setia, tidak berpisah seperti kedua orangtuaku.
............
"Cari siapa, Mbak?"
"Kostannya Katliya, Mas!"
"Katliya ya? Oh keponakannya Eyang Subur? Dia memang pernah nge-kost disini. Tapi sejak sebulan lalu sudah pindah. Katanya tinggal bareng sama orangtuanya di daerah Kota."
Ternyata... Katliya juga sudah pindah.
"Mas pernah lihat pria ini kesini? Ke kostan-nya Katliya, sebelum Katliya pindah?" tanyaku menyelidik.
Kuambil beberapa lembar foto Bang Irsyad yang memang sudah kusiapkan sebelum pencarian.
"Hm... Pernah lihat! Ini khan... Tunangannya!"
"Tunangan?" Sontak aku kaget.
"Iya. Akhir bulan lalu mereka malah bikin acara tukar cincin di bangunan aula sebelah!"
"Tu_tukar cincin? Acara tunangan?"
"Malah kedua orangtua Liya dan orangtua tunangannya juga hadir koq, kalo gak salah!"
Bibirku seketika bergetar.
Keringat dingin mengucur deras di seluruh tubuh dan wajah.
Orangtua Bang Irsyad turut hadir? Ayah Idham dan Bunda Agis ikut datang menyaksikan acara tunangan mereka? Benarkah yang kudengar?
BERSAMBUNG
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 134 Episodes
Comments
Zalianty Zent
ini keluarga kecao semua😡
2022-11-11
0
ÇÇantikÀÀÀ
ternyata oh ternyata
2022-11-10
1
lina
astaga bener2
2022-11-10
0