"Lepaskan tangan kotor anda!" ucap sang Ceo menepis tangan sekuriti itu.
"Maaf pak anda tidak bisa masuk, ini khusus wanita saja, jika ingin bertemu hanya diperbolehkan di luar saja," jelasnya.
"Saya Erlangga Harlan, pemilik tanah kawasan sini," ucapnya dengan angkuh.
"Keluarga Harlan? Terdengar suara wanita paruh baya di belakang Erlangga yang baru memasuki kawasan kosan itu.
"Mmmm maaf ada apa ini ribut-ribut?" Tanya wanita itu.
"Maaf Bu, Bapak ini memaksa untuk masuk kedalam, peraturannya kan tidak boleh begitu," jelas sekuriti tersebut.
"Maaf Tuan, jika ingin bertemu anda cukup disini," jelas wanita yang ternyata pemilik kosan itu.
"Termasuk keluarga Harlan?" ucapnya angkuh.
"Keluarga Harlan? Apa anda pewaris tunggal itu?" Tanya ibu kos tersebut.
"Ya benar," jawabnya tanpa membuka kaca mata hitamnya tersebut.
Wanita itu tampak menelan salivanya, karena memang kawasan disini pemiliknya adalah keluarga besar Harlan, dan Kosan ini terbangun atas dasar belas kasihan keluarga Harlan tersebut.
Tidak dilakukan penggusuran karena memang ternyata suami wanita yang pemilik kosan tersebut teman baik Tuan Harlan.
Tanah ini diberikan cuma-cuma oleh keluarga Harlan tersebut. Akhirnya karena berat hati dan wanita itu tahu tentang cerita hutang budi suaminya dengan keluarga Harlan itu akhirnya memutuskan membicarakan hal ini empat mata dengan Erlangga.
"Maaf Tuan, silahkan masuk kedalam," ucapnya dengan sopan.
Seolah memberi kode kepada sekuriti itu untuk tidak ikut campur, akhirnya Erlangga ikut masuk kedalam berjalan dengan angkuhnya dan banyak pasang mata wanita-wanita yang mengekos disana yang tampak berlalu lalang menatap gagahnya seorang Erlangga Harlan.
Mereka pun berada diruangan bawah, wanita itu menyuruh Erlangga untuk duduk dan menyuruh pelayannya menyiapkan minuman untuk Erlangga yang dianggap tamu agung tersebut.
"Tidak perlu repot-repot, anda cukup panggilkan seseorang yang bernama Rinjani Anindita," ucapnya yang tampak tidak ramah sama sekali dengan ibu kos itu.
"Baik Tuan," jawabnya datar.
Sikapnya yang angkuh bahkan sedikit tidak sopan tersebut, namun karena mengingat ada terikat hutang budi di zaman dulu membuat sang pemilik kos tak berkutik dengan keangkuhan pria itu.
Dari bawah panggilan bergema, namun tidak ada yang turun bahkan tidak terdengar langkah kaki dari Rinjani Anindita itu.
"Maaf Tuan, sepertinya Dita sedang tidak di kamarnya," ucapnya.
"Di sebelah mana kamarnya Dita?" Tanya pria angkuh itu.
"Ada di lantai dua atas paling akhir," jawabnya.
"Baik, biarkan saya naik ke atas," ucapnya berdiri dengan kaki yang jenjang dan jalan yang lurus.
Hanya bisa pasrah dan anggukan yang tampak begitu membingungkan jiwa ibu kos tersebut. Siang seperti ini didatangi anak konglomerat terkenal pemilik kawasan tanah di area tersebut.
Dia naik tangga demi tangga, banyak sosok mata memandangnya berjalan, ada juga wanita genit menyapanya namun dia yang angkuh, arogan bahkan cuek dan memiliki hati batu dan sikap seperti kutub utara itu hanya berjalan untuk menuju kamar seorang Dita saja.
"Dasar wanita kos-kosan murah!" umpatnya sambil berjalan.
Seperti arahan sang pemilik kos tersebut dia yang saat ini sudah berada tepat di depan kamar milik Rinjani Anindita itu mencoba membetulkan jasnya dan kacamatanya dan tetap membuat wajah datar tanpa terlihat bersalah tersebut.
Padahal hatinya diselimuti kegelisahan yang mendalam, namun dia yang merasa tinggi tetap mencoba menjadi pria yang seolah selalu bisa menang dari wanita.
Tok..tok!
Tok..tok!
Empat ketukan kuat, membuat Dita yang dari tadi malam tak henti mengeluarkan air mata, entah itu trauma dan penyesalan mendalam, dia yang terlelap karena lelahnya menangis akhirnya terkejut karena ketukan itu begitu kuat.
Mencoba mengikat rambut panjang sebahunya, wajahnya sembab Apalgi area bagian matanya terlihat membengkak. Kesedihan di wajah wanita itu tampak terlihat jelas.
"Siapa?" tanya Dita dari dalam dengan suara parau.
"Aku!" terdengar tidak asing namun masih penasaran Dita.
Cekrek…
Pintu terbuka sedikit lebar, Dita mencoba menolak dan menarik jas pria yang telah menghancurkan aset berharganya tersebut.
"Kau, pria brengsek! Pergi kau!" umpat Dita kesal dan marah.
Traumanya tampak membuat dia kuat dan marahnya saat ini benar-benar tidak terkontrol.
"Hey, tenanglah! Aku ini bosmu!" ucapnya lagi mencoba mengingatkan Dita akan siapa dirinya itu.
"Aku tidak perduli siapapun kau, intinya kau pria brengsek, kau sialan! Dan aku akan menuntutmu!" umpat Dita mengeluErkan amarahnya.
"Hey, berhenti mengumpatku begitu, kau ini wanita murahan saja, jangan terlalu berlagak tinggi, sampai kau mau menuntutku, aku akan memberi konpensasi atas kejadian tadi malam!"
"Tidak! Aku tidak ingin apapun darimu! Kau pergi!" Pintu itu ditutup dengan kuat dan tangisan wanita itu pecah saat ini.
"Dita! Buka pintunya!" Bentak Erlangga.
"Aku ingin memberimu tawaran bagus!" Teriaknya lagi.
"Diam kau, pergi sana aku tidak akan mendengErkan apapun lagi dari mulut pria sialan sepertimu!" Umpat Dita dari dalam.
"Dita, kau dengar ini, jika kau bersedia kita menikah sekarang!" ucapnya tiba-tiba.
Entah mengapa pria arogan itu mengucapkan kata menikah dengan Dita yang tampak memberontak tersebut. Dita pun yang masih dalam amarahnya tersebut masih saja mengumpat seorang Erlangga.
"Tidak, aku tidak akan menikah dengan pria brengsek sepertimu, tidak tahu malu!" jawabnya.
"Oke baiklah, jika kau ingin menuntutku, kau tidak memiliki bukti apapun itu, dan aku juga tidak akan membiErkanmu menjatuhkan kehidupanku dan perusahaan, kupastikan kau yang sengsara!" ucap Erlangga mengancam.
Tidak ada sahutan apapun, akhirnya Erlangga meninggalkan kamar Dita tersebut, dengan wajah memerah.
"Sialan! Wanita seperti dia saja aku harus mengemis agar membuat kesepakatan?" Lihat saja kau akan menghubungiku kembali! Aku tahu wanita sepertimu akan gila uang!" umpatnya kesal.
Berjalan tanpa melihat kiri kanan, wajah memerah namun masih tampak menunjukkan kegagahannya didepan semua orang.
Memang terdengar suara keributan, namun ibu kos sudah menyuruh para anak kosnya tersebut agar tidak ada yang ikut campur akan hal ini.
Dia masuk ke arah parkiran dimana mobilnya terparkir disana dan telah menutup pintu mobil itu dengan kuat saat ini.
"Sial! Wanita sial!" Lihat saja kau akan bertekuk lutut denganku!" ucapnya.
Melihat jam dinding udah hampir setengah dua, Dita menggapai ponselnya saat ini. Dari tadi malam sengaja dia tidak aktifkan.
Baru saja ponsel itu dia aktifkan, masuk notifikasi bertubi-tubi dari ponselnya tersebut. Entah itu pesan dari Erkan atau dari adiknya yang berada di kampung jauh disana.
"Kak, Ayah kita drop, sekarang kami sedang dirumah sakit, dan biaya yang harus dibayarkan untuk perawatan ini sekitar 20 juta," pesan itu dibaca dengan sambil meneteskan airmata.
Tinggal Ayahnya saat ini yang bisa membuatnya kuat, ibunya telah lama meninggalkan mereka. Setelah lahirnya adik ketiganya yang bernama Satria.
Dan adiknya itu pun sudah tumbuh dewasa masuk di kelas 1 sekolah menengah pertama saat ini. Sedangkan adik keduanya telah masuk sekolah menengah atas. Adik pertamanya pula seorang wanita yang wajahnya tidak kalah cantik dengan Dita sekitar dua bulan lagi akan masuk di bangku perkuliahan.
Banyak tanggungan kehidupan yang harus dia jalani, saat ini tabungannya menipis, 20 juta bukan angka yang sedikit. Memang gajinya lumayan di perusahaan itu, namun karena selalu mengirim ke kampung saat ini uang seperti itu sangat banyak dan sulit dia dapatkan.
"Dimana aku harus cari uang 20 juta ini," tanyanya dalam hati.
Hanya bisa menatap ponselnya tersebut. Saat ini pula masuk kembali notifikasi pesan chat yang bertuliskan nama CEO Galau. Siapa lagi kalau bukan Erlangga Harlan.
Dita tahu kisah cinta Erlangga yang diputuskan oleh pacarnya yang barada di prancis saat ini. Kabar ini sudah tersebar apalagi Erkan juga telah menceritakan tentang itu.
Makanya Erlangga pulang ke Indonesia dan mau menggantikan posisi ayahnya tersebut. Karena memang Miranda kekasih yang dia cintai dan selalu dia ikuti kemanapun itu akhirnya menyelingkuhi dirinya tersebut.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments