"Apa Jani sudah dirumah ya?" tanya Erkan dalam hatinya saat ini.
Dia yang sedari tadi sudah sampai di apartemennya itu, dan bersantai menikmati bulan yang selalu menjadi pavoritnya.
Meneguk secangkir kopi dengan mengingat sang pujaan hati itulah kegiatan malam yang selalu Erkanlakukan sebelum dia terlelap.
Ya! Rinjani Anindita yang sering dipanggil Dita itu, namun Erkanmemiliki panggilan khususnya yaitu Jani. Menurutnya itu panggilan yang cukup manis untuk seorang wanita bertubuh mungil rambut hitamnya yang lewat sebahu itu, pinggang yang ramping kulit yang putih bersih.
Senyumnya juga menawan, ada lesung pipi disebelah kanan pipi wanita mungil itu. Dia wanita tangguh yang kuat, yang merantau jauh dari kampung halamannya demi menghidupi keluarganya yang serba kekurangan.
Dia bekerja keras untuk keluarganya, untuk seorang Ayah yang harus selalu cuci darah karena penyakit leukemia, dan ada juga komplikasi jantung.
Serta 3 orang adik yang masih dalam tanggungan hidupnya saat ini. Dua orang adik lelaki, dan 1 orang adik perempuannya yang sebentar lagi harus masuk kuliah.
Banyak beban yang mengharuskan Rinjani Anindita itu bertahan di perusahaan yang saat ini telah menghancurkan masa depannya.
Malam itu Erkana mencoba menghubungi Jani, namun ponsel Jani tersebut tidak aktif sama sekali.
Entahlah pikir Erkan mungkin saja baterai ponselnya habis, atau Jani sudah terlelap.
Malam yang sendu itu dia habiskan dalam kamar mandi kosannya yang kala itu sebelum menjadi istri Ceo Galau tersebut Rinjani Anindita mengekos karena biaya kos biasa tidak terlalu mahal untuk tubuhnya yang mungil.
Malam sendu itu berlalu dengan cepatnya, keesokan harinya Dita tidak masuk ke kantor, tubuhnya merasa sakit dan dia meriang.
Trauma yang cukup mendalam doa rasakan, sedangkan saat ini terlihat jam setengah 7, Erlangga terbangun dari sofa berwarna crem itu dengan kepala yang cukup pusing, serta pakaian yang tak teratur.
Dia tersandar memegangi dahinya saat ini, mencoba mengingat semua kejadian malam tadi. Melihat ada sedikit bercak darah tertinggal di ujung sofa itu, membuat jantung Erlangga berdegub kuat.
"Darah?"
"Apa yang kulakuan tadi malam?''
"Astaga!" Dia meremas rambutnya dengan kuat, bahkan saat ini dia dengan cepat masuk ke kamar mandi untuk membereskan tubuhnya yang masih berbau alkohol itu.
Untung saja dalam ruangan itu ada beberapa pakaiannya yang selalu disiapkan Dita setiap harinya. Karena Erlangga tipe pria yang jika ada pertemuan atau meeting dengan klien penting dia tidak ingin memakai pakain yang sama.
Dia membereskan segalanya, tidak tampak begitu lama, ruangan itu dia semprot dengan parfume andalannya tersebut.
"Huh…tenag Erlang, Loe gak sengaja dan ini bisa dibicarakan!" ucapnya sendiri pada dirinya.
Mencoba mengambil gagang telpon, dan menekan nomor telpon Dita disana. Bahkan tidak ada sedikit deringan yang terdengar.
Wajah Erlangga sedikit panik saat ini, dia pun mencoba menghubungi Erkan. Erkan yang masih dalam perjalan ke kantor pagi itu dengan cepat mengangkat panggilan sepupu sekaligus Ceonya itu.
"Hallo Pak Ceo!" ucap Erkan lebih awal.
"KAN, kau dimana? Apa Dita bersamamu?" tanya Erlangga yang langsung tutup point.
"Dita? Tidak, dia tidak bersamaku, memangnya kenapa? Apa dia belum sampai?" tanya balik Erkan.
"Kalau dia udah sampai gak mungkin aku hubungi kau Erkan!" jawabnya sedikit geram.
"Kau sudah menghubungi ponselnya?" tanya Erkan mulai cemas.
"Sudah, tapi tidak masuk sama sekali, dia tidak ada bicara apapun drnganmu semalam?" Siasat Erlangga.
"Tidak ada, terakhir kami bersama saat mau pulang, itu pun dia kan menjumpaimu terakhir kali yang kau menelponnya," jawab Erkan.
"Hem..baiklah aku tutup dulu," ucap Erlangga tampak semakin cemas dan jantungnya berdegup dia tidak ingin meneruskan perbincangan di talian telepon itu.
Erkan bingung dengan suara dan kegelisahan yang cukup jelas digambarkan dalam talian telepon tersebut. Dia pun yang mencemaskan pujaan hatinya, mencoba menekan nomor ponsel Dita yang dia panggil Jani itu dengan cepat.
"Nomor yang anda tuju sedang tidak aktif."
Benar kata Erlangga, bahkan panggilan itu tidak terhubung sama sekali. Kemana Rinjani Anindita saat ini??
Entahlah kedua pria yang tak jauh berbeda usia itu sama-sama merasa gelisah dan gundah gulana.
Jika Erkan dia gelisah karena memang dia cinta dengan Rinjani Anindita. Sedangkan Erlangga pula dia gelisah karena takut Dita akan membuka mulutnya serta menuntutnya dengan kasus pelecehan, maka reputasi sebagai ceo arogan pria dingin sedingin kutub utara selatan barat daya itu bakalan hilang dalam pandangan staf-staf yang mengidolakan Erlangga tersebut.
"Sialan! Kemana wanita itu!" umpat Erlangga sedikit kesal pagi ini.
Dia takut, perusahaannya akan jatuh, namun dia mencoba mencari cara bagaimana agar masalah ini akan teratasi.
Dita yang tidak punya siapa-siapa itu hanya mengurung diri dalam kamar kosnya tersebut. Jam telahpun hampir siang saat ini.
Erkan juga bingung Dita tidak masuk ke kantor namun Dita juga tidak mengabarinya sama sekali.
Melihat jam di tangan itu adalah jam makan siang, Erlangga yang dari pagi bingung dan takut memutuskan untuk meminta alamat Dita kepada Erkan Yang memang Erlangga tahu Dita dan Erkan Cukup dekat hubungan mereka.
Menemui Erkan didalam ruangannya tanpa mengetuk pintu karena memang dia Ceo disana dan kaki jenjangnya bebas melangkah semau dia.
"Erkan!" terkejut Erkan Yang tampak sibuk dengan ponselnya dari tadi.
"Ha..pak Ceo, ada apa Erlang?" tanya Erkan Dengan wajahnya yang cukup terkejut itu.
"Kau tau alamat Dita?" Tanya Erlangga yang tampak datar itu.
"Dita? Untuk apa?"
"Jangan banyak tanya, cukup berikan saja!" Bentaknya yang tampak tidak suka disiasat tersebut.
"Hm… itu aku share lokasi di ponselmu," ucapnya dengan wajah datar namun hati penuh dengan tanda tanya.
"Oke thanks," berlalu begitu saja dengan cepat keluar dan merapikan jas berwarna biru dongker serta setelan celana yang senada.
"Ada apa dengan Erlangga dan Jani?" Tanya Erkan Dalam hatinya saat ini.
Dia tahu tadi malam Jani yang pujaan hatinya itu terakhir bertemu hanya dengan Erlangga sepupunya itu, namun tidak biasanya Erlangga mau ambil berat apalagi mengenai dengan Dita.
Karena memang sebelum ini, Erlangga tidak terlalu memiliki keharmonisan dengan staf-stafnya di kantor. Dia sibuk larut dalam hal percintaannya yang gagal itu.
"Aku harus membuat wanita itu bungkam, dan tidak akan mengganggu hidupku!" ucap Erlangga saat ini sambil melajukan mobilnya ke arah jalan kosan milik Dita.
Tampaknya kosan itu tidak terlalu jauh, hanya memakan waktu 30 menit saja dari kantor milik Erlangga tersebut. Terlihat sederhana, Kosan tersebut dengan cepat Erlangga masuki.
"Maaf pria dilarang masuk!" ucap salah seorang wanita yang tampak menghentikan langkah sang Ceo.
Erlangga menatap wanita itu dengan tatapan datar dan cuek, dia yang masih berlagak punya segalanya memberikan ucapan wanita itu dan mengacuhkannya.
Berjalan tanpa mendengar ucapan wanita itu, sang Ceo sombong dan arogan itu jalan terus menerobos gerbang kosan wanita tersebut.
"Berhenti!"
Siapa yang menghentikan langkah sang CEO?
****
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 59 Episodes
Comments
Xyylva Xyylva
tetap semangat thor dalam berkarya
2022-11-11
1