Di Balik Toga Rahayu
...Selamat datang di karya pertamaku teman-teman happy reading ya....
☘️
☘️
☘️
“Satu kata, satu jiwa juara”
Begitulah suara teriakan yel-yel yang terus berkumandang sepanjang waktu selama masa orientasi mahasiswa baru 2011. Aku mahasiswa baru angkatan 2011, namaku Puspita Rahayu, berasal dari kota pinggiran, dan dari SMA biasah.
keberuntunganku yang luar bisa saat ini adalah aku bisa di terima di salah satu Universitas Negri di Malang melalui jalur undangan dan pastinya dengan bantuan beasiswa Bidik misi.
Bersanding dengan ratusan maba dari berbagai kalang membuatku “tersenyum” tak percaya, kalo aku bisa melanjutkan sekolah. Fakultas Pertanian dengan jurusan Agribisnis, tempat banyak orang-orang keren di sana.
Terlahir dari keluarga yang kurang beruntung dan berkasta rendah, Ibuku seorang asisten rumah tangga dan bapakku seorang kuli bangunan. Asupan makanan yang kurang bergizi membuatku tak tumbuh dengan berat badan yang ideal, tak apalah memiliki tubuh yang kurus dan pendek, tapi aku tetap memiliki wajah yang manis dan mengemaskan kata ibuku.
Setidaknya dengan memiliki wajah yang manis aku berharap di Malang kelak bisa mendapatkan jodoh orang kaya layaknya cerita - cerita di sinetron.
“Juara satu lomba menulis diary jatuh pada Puspita Rahayu “.
Terdengar suara pembawa acara pekan keakraban mahasiswa mengumumkan siapa pemenang lomba menulis diary. Ya selama masa orientasi ini kami maba mendapat tugas untuk menulis diary kegiatan kami selama pelaksanaan ospek baik di kampus maupun di luar kampus.
Luar biasa aku sangat terkejut, kenapa aku bisa menang padahal aku hanya menceritakan kegiatanku sepanjang hari saja, tanpa ada bumbu-bumbu di sana.
Apa yang membuat mereka para panitia tertarik pada kehidupan pertamaku selama beberapa hari di Malang ini.
Baiklah akan aku ceritakan, berasal dari keluarga yang kurang mampu tentunya membuatku mengalami beberapa kesulitan sebelum bisa berada di malang saat ini, aku berangkat dengan modal tekad yang kuat dan yakin serta ridho orang tua.
Dengan membawa rupiah yang tak seberapa, 500 ribu kala itu, berasal dari hasil patungan bapak ibu guruku SMA yang berbaik hati untuk memberikan aku uang saku. Agar aku tetap bisa melanjutkan sekolah, Bagiku uang 500 ribu sangatlah besar kala itu, namun setelah sampai di Malang ternyata oh ternyata 250 ribu ku gunakan untuk membayar kos, sisanya ku gunakan sebagai pegangan untuk bertahan hidup dan untuk keperluan ospek hingga masa beasiswaku bisa cair.
Tak seperti kebanyakan Maba pada umumnya yang pertama berangkat pindahan di antar orang tua atau keluarganya, aku berangkat seorang diri dengan hanya membawa satu tas ransel dan satu buah kresek merah yang berisi baju, perlengkapan sholat dan perlengkapan mandi.
Aku berangkat di antar bapakku dengan naik sepeda ontel untuk menunggu bus yang lewat. Jarak rumah ku dengan tempat bus lewat sekitar 5 km. Sambil naik sepeda ontel yang dibonceng bapak, ku pandangi hamparan sawah yang luas, aku berangan-angan saat kelak aku sudah lulus aku akan kembali ke tempat asal, menjadi seorang sarjana pertanian “petani milenial”,
Selama menunggu bus yang lewat bapak banyak memberi wejangan padaku.
“nak sepurane seng akeh ya, bapak ora bisa kasih uang saku yang banyak gawe awakmu, bapak ora bisa belikan seng pantes gawe kamu, bapak mung bisa berdoa mugi-mugi Gusti Allah memberi barokah, sehat serta rahmatnya untukmu”.
Sambil bapak terus mengelus-elus rambutku dan menepuk-nepuk pundak. Sudah kucoba untuk tak menangis tapi tetap saja butiran bening itu jatuh juga, tak mampu aku bendung. Aku terharu.
“Bapak aku berangkat dulu ya Assalamualaikum”
Sambil ku cium tangannya dan ku peluk tubuh bapakku yang hitam dan kurus karena terlalu banyak terkena sinar matahari
“Bapak doain aku ya”.
Aku pun naik ke dalam bus dan kulihat bapakku dari dalam bus yang melambai-lambaikan tangannya sambil terisak mengantarku keberangkatan ku.
“Aku harus kuat aku harus bisa”.
Begitulah kata-kata yang selalu aku tanamkan dalam hatiku.
Aku berangkat seorang diri, dengan membawa bekal yang tak seberapa, duduk sendiri di pinggir pintu bus, masih dengan terisak-isak, aku takut di tempat baru sendiri tapi aku harus berangkat dan memulai kehidupanku yang baru, untuk berjuang mengubah takdirku menjadi lebih baik.
Sesampainya di Malang, aku belum memiliki tempat tujuan untuk tingal, Aku seorang diri, benar-benar seorang diri tak ada sanak saudara, teman seangkatan yang satu sekolahku dulu, tak ada kakak tingkat dari SMA yang sama, aku pun tak mempunyai HP untuk bertukar komunikasi dengan teman-teman satu angkatan yg telah diterima.
"Ibu bapak sebenarnya aku takut untuk tinggal sendiri, aku belum terbiasa jauh dari keluarga, aku belum terbiasa melakukan semuanya sendri, tapi aku lebih takut kelak akan hidup miskin selamanya".
Berjalan dan terus berjalan, mencari tepat kos yang paling murah, ternyata susah sekali mencari tempat kos yang bisa bayar sewa untuk perbulan, rata-rata harus bayar 6 bulan atau bahkan satu tahun sekalian.
Hingga waktu menjelang pukul 21.00 ada satu rumah yang terbuka, ku datangi rumah itu dan akhirnya dengan negoisasi yang lumayan lama, pemilik rumah mengizinkanku untuk kos sebulan pertama disini.
Ternyata kebutuhan untuk ospek sangat banyak, aku harus membeli bebagai macam kertas-kertas, lem, pita-pita dan beberapa aksesoris baju, yang aku tak bawa dari rumah, bukan tak mau bawa hanya memang tak ada yang bisa di bawa.
Aku hanya membawa tiga steel baju atasan dan bawahan formal itupun rok bawahan seragam SMA, lagi-lagi tak apalah yang penting aku bisa kuliah, agar kelak bisa merubah kehidupanku yang sekarang menjadi lebih baik lagi.
Kerudung? Jangan di tanya, aku hanya membawa 3 warna.
Bukan tanpa alasan juga, kala itu kerudung belum banyak seperti sekarang, bagiku kerudung sesuatu yang sangat mahal yang belum bisa aku beli, jadi aku membawa kerudung seragam sekolahku waktu SMA “putih, biru dan coklat”.
“Sepatu?”
Kala itu aku memakai sepatu SMA ku yang warna hitam dengan bagian bawah sudah mulai terbuka jahitannya, seperti kelaparan begitu alasnya kalau di pake jalan bisa “mangap-mangap”. Sambil berjalan menyeret agar tak semakin lebar bagian yang sudah terbuka jahitannya.
Selama proses ospek Universitas maupun Fakultas yang berlangsung selama 1 minggu, aku mendapatkan makan siang nasi kotak dan snack beserta minumnya. Tentu aku sangat senang sekali bisa menghemat pengeluaran untuk makan selama beberapa hari ke depan.
Untuk sarapan, aku tak pernah sarapan selama masa orientasi Maba ini. Niatkan untuk berpuasa saja selain mendapat pahala dan berkah juga, lagi-lagi untuk menghemat.
Aku membeli permen tamarin satu bungkus besar seharga 5000 rupiah, digunakan untuk makan sahur selama beberapa hari, nasi kotak dan snack box yang aku dapat dari masa orientasi aku gunakan untuk berbuka puasa. Begitulah isi diary selama beberapa hari menjadi maba di Malang, hingga aku mendapatkan juara menulis diary terbaik dari panitia maba.
Bagaimana kelanjutan kisah ku di Malang? Yuk mari ikutin terus ceritanya. Angkatan 2011 mari berkumpul bersama.
“salam satu kata, satu jiwa Juara”
Di sinilah awal kisah di mulai.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 145 Episodes
Comments
dirra
kak itu ftonya kok kampus UB bukan UM
2023-08-14
1
NR..
nangis aku membaca kisahnya 😭😭😭
2023-05-17
1
Elvipangau
air mataku mengalir sendiri dan tak mau berhenti
2023-05-13
1