Satu minggu setelah kepergian Kinara, rumah tampak sepi tak bersuara karena Diana lebih memilih mengurung diri di kamar.
Sarapan pagi yang begitu hening, hanya ada pak Banu, Diana dan Shaka yang sejak satu minggu lalu menginap di rumah ini. Sedangkan Maheera, ia tidak pernah makan di rumah karena Diana tidak pernah mengizinkannya.
"Mah, pah...!" Panggil Shaka yang menghargai pak Banu dan Diana. "Selesai sarapan aku harus kembali ke rumahku." Ucapnya memberitahu.
"Bawa sekalian sanak sialan itu," sahut Diana datar.
"Aku tidak mungkin membawa Maheera, aku tidak pernah mencintai Maheera." Tolak Shaka seraya melepaskan sendok dan garpu dari tangannya.
"Maheera itu istri mu sekarang, jika kau tidak menginginkan dia, ceraikan saja!" Ucap Diana begitu kasar.
"Mah, tidak boleh berkata seperti itu." Tegur pak Banu.
"Aku tidak pernah menginginkan Maheera. Kalian tahu sendiri jika aku menikahi Maheera hanya karena amanah dari Kinara dan aku tidak bisa menceraikan Maheera."
"Terserah mau kau apakan dia, yang penting kau bawa anak sial itu. Mau kau jadikan pembantu atau apalah terserah!"
"Jangan lakukan hal itu Shaka," pinta pak Banu memohon. "Maheera anak kami juga, tolong jangan sakiti dia."
Maheera yang mendengar percakapan di meja makan hanya bisa mengelus dada menahan rasa sesak yang teramat. Jangankan suaminya, orang tuanya saja tidak pernah menginginkan Maheera.
"Kesalahan apa yang aku perbuat sampai aku merasakan penderitaan yang teramat sakit ini, Tuhan?" Jerit Maheera dalam hati.
Maheera menarik nafas dalam-dalam, sengaja untuk memberi udara di dada yang begitu sesak.
Selesai sarapan, Shaka yang sudah bersiap kembali pulang ke rumahnya saat ini sedang menunggu Maheera mengemasi pakaiannya.
Mereka pun berpamitan pergi, tak sudi Diana menoleh ke arah Maheera bahkan ia sudah mengharamkan kaki Maheera masuk ke dalam rumah ini.
Hening tak ada pembicaraan di sepanjang perjalanan menuju rumah Shaka. Sekitar lima belas menit perjalanan, akhirnya mereka sampai juga di rumah mewah Shaka yang baru ia beli beberapa bulan lalu.
"Seharusnya rumah ini milik Kinara sekarang, tapi malah kau yang tinggal di sini." Ucap Shaka terdengar kecewa.
"Aku minta maaf mas, jika mas Shaka tidak berkenan aku tinggal di rumah ini, aku bisa mencari kontrakan."
Shaka mendengus kesal mendengar perkataan Maheera.
"Satu yang perlu kau ingat, kita menikah hanya sekedar menjalan amanah. Jangan pernah mengharapkan apa pun dariku termasuk nafkah. Aku tidak sudi menafkahi mu, segala yang ada pada diriku, hanya milik Kinara." Ucap Shaka benar-benar melukai hati Maheera.
"Aku tidak pernah mengharapkan nafkah dari mu, mas. Aku sadar diri dengan keadaan kita sekarang."
"Kau hanya boleh tidur di kamar pembantu karena kamar di rumah ini hanya milik Kinara. Perempuan seperti mu tidak pantas menjadi ratu di rumah ini."
Kinara menarik nafas pelan, semakin sakit hatinya saat mendengar perkataan Shaka yang begitu menyayat hati.
"Dasar pembawa sial!" Seru Shaka kemudian berlalu begitu saja.
Maheera hanya diam sambil memejamkan matanya menahan air mata yang hendak jatuh. Semua orang menganggapnya pembawa sial, entah sampai kapan gelar itu akan ia pegang.
Di rumah sebesar ini tidak ada pembantu, Shaka sengaja karena pria ini hanya ingin membalas rasa sakit di hatinya atas kepergian Kinara pada Maheera yang tidak tahu apa-apa.
Singkat cerita, satu bulan kemudian. Kehidupan Maheera berjalan seperti biasa, bekerja di restoran untuk menghidupi dirinya sendiri karena sampai sekarang Shaka tidak pernah memberinya uang nafkah. Bahkan, mereka berdua jarang ketemu meskipun tinggal satu atap.
"Bukankan itu mas Shaka?" Batin Maheera yang saat ini sedang melayani pengunjung. Sudah dua minggu ia tidak melihat Shaka, calon kakak ipar yang kini sudah menjadi suaminya, tapi saat ini Shaka sedang bersama seorang wanita.
"Hai kau....!" Panggil Shaka pada Maheera.
Dengan perasaan ragu Maheera menghampiri suaminya. Tak banyak suara, meskipun mereka tak saling cinta, tapi tetap saja Maheera merasa sakit hati saat melihat suaminya menggandeng perempuan lain.
"Sayang, kau ingin pesan apa?" Tanya Shaka pada perempuan yang terus menempel pada Shaka.
"Apa aja yang penting enak!" Jawab perempuan tersebut.
Shaka menoleh pada Maheera dengan senyum miring.
"Hidangkan makanan yang paling enak di restoran ini." Titah Shaka langsung di iyakan oleh Maheera.
Dengan sekuat tenaga Maheera berjalan menuju dapur, menahan rasa sebak di dada yang tak bisa ia ungkapan.
"Secepat ini kah mas Shaka melupakan kak Nara?" Batin Maheera yang kecewa.
Shaka, pria ini sengaja membawa perempuan lain makan di restoran hanya untuk membuat Maheera merasa tersiksa.
Bersikap begitu mesra dengan perempuan lain di hadapan istrinya. Sungguh, Shaka adalah pria yang tidak memiliki hati. Begitu seterusnya, hampir setiap hari Shaka mengajak perempuan yang bernama Elina.
"Kau....!!" Shaka menahan langkah Maheera yang baru saja masuk ke dalam rumah.
"Ada apa mas?" Tanya Maheera.
"Jangan pernah masuk lewat pintu utama karena kau tidak pantas masuk lewat sana. Dasar pembawa sial!"
"Jika kau meminta aku untuk tidak masuk lewat pintu utama, aku terima. Tapi, tolonglah jangan melukai perasaanku dengan ucapan mu." Sahut Maheera dengan mata berkaca-kaca.
"Kau memang pembawa sial, sebab kau Kinara meninggal!"
"Kak Nara meninggal karena dia menyembunyikan penyakitnya, bukan karena aku!" Jawab Maheera melawan.
"Kau sendiri di benci keluarga mu, itu artinya kau adalah pembawa sial. Dasar perempuan rendahan, tidak berpendidikan. Kenapa bukan kau saja yang mati, Maheera?"
Air mata Maheera langsung mengalir saat mendengar ucapan Shaka.
"Jika bukan karena amanah Kinara, tidak sudi aku melihat wajah jelek mu."
"Tidak suka padaku, tidak masalah. Tapi, tolong jangan menghina ku, mas. Kau tidak tahu seperti apa rasa sakit uang yang aku rasakan selama ini."
"Cuih....!!" Shaka membuang ludah tepat di hadapan Maheera. "Kau bersikap seolah kau paling tersakiti, padahal dalam cerita ini kau lah yang bersalah." Ucap Shaka kemudian berlalu begitu saja.
Ingin sekali Maheera menyerah pada kehidupan ini, tidak ada orang yang peduli padanya bahkan kedua orang tuanya sangat membenci Maheera.
"Tegarlah hati, mana tahu besok ada sejumput bahagia untuk ku." Ucap Maheera yang selalu menguatkan dirinya sendiri.
Air mata kembali membasahi pipi, Maheera sangat rindu pada Kinara begitu juga dengan Shaka yang saat ini sedang menangis menahan kerinduan pada Kinara.
"Kau ingkar, Kinara. Kenapa kau meninggalkan aku secepat ini?" Shaka terisak sambil memeluk foto Kinara.
Cita-cita berumah tangga dengan bahagia telah kandas di rampas semesta. Shaka semakin membenci Maheera setiap kali ia membayangkan wajah Kinara, wanita yang paling ia cinta.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Fi Fin
lah aneh ya Saka kan tau gimana jahat nya Mama Diana ke Mahira looh kok jadi ikut2an jahatin Mahera
2025-03-16
0
Mamanya Reza
yg lbih gila authornya bikin cerita kok penuh tanda tanya begini..
2023-07-08
0
Restu Al Ghazali
betah amat neng d hina...
pergi eugh...
toh g ada yg peduli
2023-03-09
0