Hembusan angin menyapa wajah yang tak pernah tersentuh alat make up. Duduk seorang diri, menikmati angin malam yang begitu menenangkan hati.
Memori masa lalu kembali terngiang dalam benak Maheera. Setetes cairan bening mulai jatuh membasahi pipi.
"Kenapa aku selalu di perlakuan berbeda oleh mamah?" Suara Heera bergetar saat ia bertanya pada angin malam. "Papah juga tidak pernah membela ku. Apa aku ini anak pungut atau anak apa?"
Di tatapnya langit yang begitu gelap di tambah kilatan sinar yang saling bersahutan di atas langit, pertanda akan segera turun hujan.
Malam semakin larut, Maheera bergegas masuk ke dalam rumah untuk beristirahat karena besok ia harus pergi bekerja seperti biasa.
Malam telah berganti pagi, seperti biasa sebelum berangkat kerja, Heera akan pergi ke kamar kakaknya. Masuk tanpa mengetuk pintu sudah menjadi kebiasaan bagi Heera.
"Kak...!!" Panggilnya.
Heera mengerutkan dahinya saat tak melihat Kinara karena biasanya jam segini Kinara sudah duduk di meja riasnya.
"Kak, dimana?"
Heera mencari Nara, di bukanya pintu kamar mandi. Betapa terkejutnya Maheera saat melihat Kinara yang tergeletak di lantai kamar mandi dengan darah muntahan darah hitam kental.
"Kakak....!!" Jerit Maheera.
Maheera langsung keluar kamar untuk memanggil kedua orang tuanya.
"Papah... mamah.... !!" Teriak Heera membuat seisi rumah panik.
"Ada apa Heera?" Tanya pak Banu mendadak panik.
"Kakak pingsan di kamar mandi." Jawab Heera.
"Kinara.... !! " Jerit Diana yang baru saja masuk ke dalam kamar anaknya.
Pak Banu bergegas menggendong Kinara, membawanya ke rumah sakit. Semua orang sangat tegang begitu juga dengan Heera yang saat ini duduk di samping pak Banu yang sedang mengemudi sedangkan Diana memangku Kinara.
Tak berapa lama, mereka sampai di rumah sakit, Kinara langsung mendapatkan penanganan dari Dokter.
"Semua ini pasti gara-gara kamu," ucap Diana menuduh Heera. "Awas aja kalau sampai Kinara kenapa-kenapa!" Imbuhnya.
"Heera gak tahu apa yang sudah terjadi sama kak Nara. Tiba-tiba aja kak Nara sudah pingsan di kamar mandi."
Geram mendengar ucapan Heera, ibu Diana langsung menjambak rambut Heera. Kesakitan mana lagi yang belum di rasakan Heera? Hanya saja gadis ini diam memendam seorang diri.
"Mah, bisa gak diam?" Sergah pak Banu.
Terdiam, Diana hanya bisa diam sambil menunggu anaknya dengan perasaan harap-harap cemas.
Satu dua jam sampai tiga jam barulah Dokter keluar. Pak Banu dan ibu Diana bergegas pergi ke ruang Dokter untuk membicarakan sakit yang di alami Kinara sekarang.
"Maaf Pak, bu. Dengan sangat berat hati saya menyampaikan jika anak bapak dan ibu menderita kanker darah stadium akhir." Ucap Dokter memberitahu.
Bagai di sambar petir di pagi buta, ibu Diana nyaris tak sadarkan diri saat mendapati kenyataan anak yang menderita kanker darah stadium akhir.
"Dokter, semua ini bohong kan?" Diana yang tidak percaya bertanya dengan suara bergetar.
"Dok, apa anak kami bisa sembuh?" Pak Banu bertanya dengan penuh harap.
"Berdoa yang terbaik pak, mengingat kanker darah ini sudah bersarang cukup lama di tubuh Kinara."
"Pah...!!" Diana menangis dalam pelukan suaminya.
Keluar dari ruangan Dokter, Diana tak henti-hentinya menangisi nasib sang anak kesayangan yang begitu menderita.
"Om, tante. Bagaimana keadaan Kinara sekarang?" Tanya Shaka yang khawatir.
Pria ini sangat dingin, mendapati kabar jika sang calon istri masuk rumah sakit, raut wajahnya bertambah dua kali lipat dinginnya.
"Kinara menderita kanker darah stadium akhir," ucap pak Banu bagaimana tamparan keras untuk Shaka.
Shaka terduduk lemas tak percaya jika wanita yang ia cinta harus menderita kesakitan seperti ini.
Tiba-tiba saja, Diana kembali menjambak rambut Heera bahkan menamparnya. Di luapkan rasa sesak didada dengan menghajar Heera.
"Anak pembawa sial, tidak berguna. Lihat sekarang, sebab kamu Kinara harus menderita sekarang." Ucap Diana yang terus memukul Heera dengan sekuat tenaga.
Pak Banu berusaha melepaskan, menarik istrinya agar tidak memukul Heera.
"Sakitnya Kinara tidak ada hubungannya dengan Heera. Kenapa mamah selalu menyalahkan dia?"
"Dia anak pembawa sial, anak terkutuk dan anak jahanam!" Jawab Diana yang terus melontarkan kata-kata Kasar kepada Heera.
Di lantai yang kotor, Heera terduduk lemas dengan isak tangisnya. Shaka hanya diam atas apa yang terjadi dihadapannya saat ini.
"Pergi kamu...!!" Usir Diana.
"Heera, kamu pergi dulu nak." Pak Banu menimpali.
Mau tidak mau Heera pergi dari sana. Duduk di taman rumah sakit, Heera hanya bisa menangis tanpa bersuara.
Semesta begitu sakit mempermainkan hidupnya, tak ada yang sayang pada Heera. Orang tua yang seharusnya menjadi sumber kasih sayang namun kenyataannya sangat membenci dirinya.
"Tuhan, hatiku sakit." Ucap Heera dengan menekan suaranya.
Di sisi lain, saat ini pak Banu, Diana dan Shaka sedang menunggu Kinara sadar. Putaran waktu menit demi menit pada akhirnya Kinara siuman juga.
"Nara, kau sudah sadar sayang." Ucap Shaka senang.
Kinara hanya diam, pucat kelopak matanya membuka tutup seperti mencari kekuatan untuk melihat sekarang.
"Pasti kalian semua sudah tahu ya?" Lirih Kinara.
"Nara sayang, kenapa harus kamu yang sakit seperti ini nak? Kenapa tidak Heera saja?"
"Mamah....!!" Sekali lagi pak Banu membentak istrinya.
"Kenapa mamah bicara seperti itu?" Tanya Nara dengan suara pelan. "Maheera adikku, kenapa mamah selalu membedakan dia?"
Tak bisa menjawab, Diana hanya diam saja.
"Nara, kenapa kau tidak pernah bilang jika kau sakit hem?" Tanya Shaka begitu lembut.
"Aku ingin bicara denganmu!" Pinta Nara.
"Bicaralah, apa yang kau minta sayang?" Ujar Shaka.
Kinara melirik kedua orang taunya.
"Bisakah mamah dan papah keluar dulu?" Pinta Kinara.
Pak Banu menarik tangan istrinya, mengajaknya keluar meskipun Diana yang keras kepala tidak ingin keluar.
"Mamah, tolonglah!" Pinta Kinara yang terlihat memohon dari kedua matanya.
Mau tidak mau Diana ikut keluar bersama suaminya.
"Aku minta tolong, tolong carikan Heera sekarang." Pinta Kinara pada Shaka.
"Kenapa? apa hubungannya dengan dia?" Tanya Shaka heran.
"Aku ingin melihat adikku, jika aku meminta pada mamah sudah pasti dia akan marah."
"Tunggulah sebentar, aku akan mencari adikmu!" Jawab Shaka kemudian pria ini bergegas pergi.
"Shaka, mau kemana kamu?" Tanya Diana penasaran.
"Kinara ingin melihat Heera, aku harus mencarinya sebentar!" Jawab Shaka.
"Sudahlah, jangan di turuti. Anak pembawa sial tidak pantas ada di sekeliling kita." Ucap Diana begitu sombongnya.
"Mah, bisa gak diam?" Sekali lagi pak Banu menyergah istrinya. "Shaka, pergilah!"
Shaka pun pergi, sedangkan Diana hanya bisa membuang nafasnya kasar.
Shaka mencari Heera di taman karena sudah pasti gadis itu ada di sana. Dan benar saja, saat ini Heera sedang duduk di kursi yang paling pojok di taman.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
kavena ayunda
pergi aja kasian bgt loh😭
2023-03-11
0
☠ᵏᵋᶜᶟ尺მȶɦἶ_𝐙⃝🦜
gemes aku lihat ini orang😏😏
2022-11-18
1
Noor Sukabumi
ibu Diana penyakit itu Dr tuhan bukan Dr heera ya bu low deket mah udah aq bejek2 tuh mulut bu Diana kebangetan bnget ya jd ortu g mati j sekalian sih
2022-11-15
0