Bukan Pengantin Pengganti

Bukan Pengantin Pengganti

Chapter 01

"Kak, pinjam sepatu ya." Izin Maheera pada Kinara, kakak perempuannya.

"Pakai aja, pilih yang kamu suka." Ucap Kinara yang sangat baik pada adik perempuannya ini.

"Yang putih ini aja kak, nanti sore setelah aku pulang kerja, aku kembalikan. Sepatu ku basah kehujanan tadi malam."

"Iya... iya... kakak ngerti kok!" Jawab Kinara.

"Kamu itu, bisanya cuma nyusahin kakak kamu aja. Kalau mau punya barang bagus, ya beli sendiri. Jangan minjam terus," ucap Diana yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar Kinara bahkan ia langsung melepas paksa sepatu yang di kenakan Maheera.

"Mah, kenapa sih? Biarin aja di pakai sama Heera."

"Nara, kamu jangan selalu memanjakan dia. Heera ini kalau di biarkan selalu melonjak." Ucap Diana dengan nada tinggi.

"Kenapa sih mah? Aku ini anak mamah juga, tapi mamah selalu memarahi aku." Sahut Heera yang kesal. Sudah biasa gadis dua puluh empat tahun ini di perlakukan berbeda di rumahnya.

Diana tidak menjawab, wanita yang berusia empat puluh tujuh tahun ini langsung keluar dari kamar anak kesayangannya.

"Kak, gak jadi pinjam sepatunya." Ucap Heera sedih. Gadis ini langsung keluar dari kamar kakaknya bahkan tidak menghiraukan panggilan Kinara.

Heera menarik nafas dalam-dalam, memberi ruang pada dadanya yang terasa sesak. Sudah lelah rasanya ia melakukan protes, mempertanyakan kepada kedua orang tuanya, kenapa Heera selalu di perlakukan berbeda?

Jangankan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang kuliah, untuk kebutuhan pribadi saja Heera harus bekerja sendiri. Bahkan gadis ini tidak mau menerima uang pemberian dari Kinara karena takut di marahi mamah mereka.

Satu-satunya sepatu basah tadi malam, terpaksa di kenakan Heraa karena tuntutan pekerjaan.

"Udah, pergi sana cepat. Bosan aku lihat kamu di rumah," ucap Diana yang selalu bersikap seperti ini pada Heera.

Heera hanya diam, tak mungkin ia menyahut karena sekarang ada Shaka yang sedang menunggu Kinara. Shaka adalah calon suami Kinara, tiga minggu lagi mereka akan melangsungkan pertunangan.

"Ra.... !!" Panggil Kinara menghentikan langkah Heera.

"Iya kak, ada apa?" Tanya Heera yang sebenarnya masih merasa sesak di dalam dada.

"Pakai sepatu kakak, gak apa-apa kok!"

Heera menggelengkan kepalanya kemudian pergi begitu saja. Shaka hanya diam, pria ini tahu betul bagaimana hubungan Maheera dengan Diana yang tidak pernah akur.

"Mah, jangan seperti itu lah sama Heera, kasihan dia. Heera juga anak mamah," ucap Kinara menasehati mamahnya.

"Udahlah, biar dia mandiri dan gak lembek. Udah, berangkat sana, nanti kalian terlambat!"

Kinara menghela nafas pelan kemudian pamit pergi ke kantor. Jika Kinara mengenyam pendidikan sampai strata satu, Maheera hanya sampai sekolah menengah atas itu saja tidak lulus karena kedua orang tuanya tidak mau membiayai sekolahnya.

Setengah hari mengenakan sepatu basah membuat kedua kaki Maheera kembang bahkan pucat. Gadis ini hanya bisa menahan air mata yang hampir jatuh.

"Sabar ya kaki, gajian nanti kita beli sepatu." Ucap Maheera yang menguatkan diri.

Bekerja sebagai pelayan restoran bahkan masuk ke restoran ini saja harus di bantu oleh Shaka yang merasa kasihan dengan keadaan Maheera.

Siang malam Maheera memilih lembur untuk sekedar menambah uang jajan. Pukul sepuluh malam gadis ini baru pulang.

"Heera... !!" Panggil pak Banu, papah Heera.

"Pah, kok belum tidur. Kenapa?" Tanya Heera.

"Kenapa pulang malam nak?" Tanya Pak Banu.

"Lembur pah," jawab Heera singkat.

"Jangan suka ambil lembur, nanti kamu sakit."

"Heera pengen beli sepatu pah. Sepatu Heera cuma satu yang bagus. Papah tahu sendiri gaji bulan lalu di ambil sama mamah."

Pak Banu menghela nafas pelan, entah kenapa pria berusia empat puluh sembilan tahun ini selalu kalah dan tak berani melawan pada istrinya.

"Besok temui papah di toko sepatu dekat restoran, papah belikan buat kamu."

"Gak usah pah, nanti kalau mamah tahu pasti marah. Heera gak mau papah bertengkar lagi sama mamah," tolak Heera kemudian masuk ke dalam rumah dengan meneteskan air mata.

Terakhir kali sang papah hanya memberinya kado ulang tahun sebuah jam tangan saja membuat kedua orang taunya bertengkar hebat.

Keesokan paginya, Heera yang masih mengantuk di kejutkan dengan gedoran pintu kamarnya. Bergegas Heera membuka pintu kamarnya yang sangat sederhana, berbeda dari kamar Kinara yang cukup mewah.

"Kamu itu di bilangin berapa kali kalau pakaian mu itu di cuci sendiri. Dasar pemalas, tidak berguna!" Ucap Diana sangat kasar.

"Mah, pagi-pagi sudah ribut. Ada apa sih?" Tanya pak Banu.

"Anak kamu nih pah, pemalas. Nyuci pakaian sendiri aja gak mau, kapan mandirinya kalau seperti ini?"

Kemandirian yang seperti apa yang di inginkan sang mamah? Heera sendiri bingung. Di saat sang kakak memiliki pendidikan yang lumayan tinggi dan kehidupan yang nyaris sempurna, Heera berjuang sendiri untuk hidupnya.

"Maaf mah, Heera akan nyuci sendiri." Ucap Heera pelan.

"Mah, hanya dua lembar pakaian. Biarkan saja lah," kata Kinara yang membela.

"Kalian jangan membela Heera terus, dia harus mandiri dan gak boleh manja. Hidup ini keras, biarkan dia belajar mandiri." Ucap Diana.

Diana menarik suaminya untuk pergi dari kamar Heera, wanita ini tidak mau jika pak Banu membela Heera.

"Ra, kamu gak kenapa-kenapa?" Tanya Kinara yang sebenarnya ia paham betul bagaimana sakitnya perasaan Heera.

Heera tak menjawab, gadis ini langsung menutup pintu kamar dan menangis di dalam kamar mandi. Seperti biasa, di bawah guyuran air dingin pagi ini Heera meluapkan air mata kesedihannya sebelum berangkat bekerja.

"Pagi mas Shaka," sapa Heera saat hendak keluar dari rumah. Karena memang hampir setiap hari Shaka menjemput Kinara untuk berangkat bekerja bersama.

"Heh, kamu itu ganjen. Shaka ini calon suami kakak mu, bisa-bisanya menggoda seperti itu." Ucap Diana dengan kasarnya.

"Tante, Heera hanya menyapa biasa saja." Sahut Shaka yang membela Heera.

Sekali lagi, Heera tak menjawab, gadis ini langsung mengambil sepedanya kemudian pergi. Kinara yang sudah biasa dengan kejadian seperti ini sudah lelah menasehati mamahnya. Kinara dan Shaka pun berangkat ke kantor.

"Mamah kamu itu loh, kenapa sih kalau sama Heera kejam banget?" Tanya Shaka untuk kesekian kalinya.

"Aku juga gak tahu, sejak kecil Maheera selalu di perlakukan kasar seperti itu. Alasannya biar mandiri, gak masuk di akal."

Shaka diam, sedikit merasa aneh pada keluarga calon istrinya ini. Tanpa sengaja Shaka melihat Heera yang sedang duduk di bawah pohon sambil menangis, Shaka tidak memberitahu Kinara karena takut jika calon istrinya ini akan khawatir.

Kinara sendiri bekerja di perusahaan milik papahnya sedangkan Shaka bekerja di perusahaan miliknya sendiri. Meskipun begitu, pria ini selalu setia mengantar jemput Kinara, perempuan yang sudah bersamanya selama lima tahun terakhir.

Terpopuler

Comments

Omar Diba Alkatiri

Omar Diba Alkatiri

astaga punya perusahaan belikan Sepatu anaknya harus berantem dulu gaji di restoran kan ga seberapa tega banget emaknya ambil

2024-07-15

0

Retno Elisabeth

Retno Elisabeth

mampir thor

2023-04-24

0

kavena ayunda

kavena ayunda

kasian bgt pasti anak angkat aja mending pergi aja lah kos sendiri lebih enakk

2023-03-11

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!