Nadia kembali berteriak pada saat sadar dari pingsannya.
"Ibu, Ayah."
Dokter yang melihat Nadia bangun pun langsung memeriksa keadaannya, karena saat ini Nadia menangis histeris dengan terus mencari keberadaan orangtuanya.
"Dokter, mana Ibu dan Ayah saya? Saya ingin bertemu dengan mereka," teriak Nadia.
"Sebaiknya Nona tenang dulu," ujar Dokter.
Perawat mencoba memberitahukan keadaan Nadia pada Devan dan keluarganya, dan Mama Mayang meminta supaya dapat menemui Nadia yang saat ini masih menangis histeris.
"Sayang, yang sabar ya, ikhlaskan semuanya, kamu tidak sendirian, karena Mama akan selalu ada untuk Nadia," ucap Mama Mayang dengan memeluk tubuh Nadia, sehingga membuat Nadia merasa tenang.
"Jadi Ibu dan Ayah Nadia sudah pergi?" Tanya Nadia dengan menahan sesak dalam dadanya, karena ia belum bisa menerima kenyataan pahit yang menimpa kedua orangtuanya.
"Maafin Anak Mama ya Nak, Devan tidak sengaja menabrak orangtua Nadia."
Nadia tampak melamun, dia tidak pernah menyangka jika kedua orangtuanya akan pergi begitu cepat.
"Kenapa Ayah dan Ibu tidak membawa Nadia? Kenapa Ayah dan Ibu ninggalin Nadia sendiri," gumam Nadia dengan menangis pilu, sehingga membuat Mama Mayang ikut menangis juga.
Devan, Pak Anton dan Papa Agung memutuskan untuk melihat keadaan Nadia juga, meskipun hati Devan merasa takut jika nanti Nadia akan melaporkannya ke Polisi.
"Kami turut berduka cita ya Nak, Papa benar-benar minta maaf karena kelalaian yang telah Devan lakukan sehingga membuat kedua orangtua kamu meninggal," ujar Papa Agung.
Devan hanya diam saja, karena dia tidak tau harus berkata apa, sampai akhirnya Papa Agung menyenggol tangannya dan memberikan kode supaya Devan meminta maaf juga kepada Nadia.
"Maafin aku, aku benar-benar tidak sengaja melakukannya," ucap Devan.
"Apa dengan kamu meminta maaf bisa mengembalikan Ayah dan Ibuku?" Tanya Nadia dengan tatapan yang tajam serta penuh kebencian terhadap Devan.
"Aku tau itu tidak akan membuat orangtuamu hidup kembali, tapi setidaknya aku sudah meminta maaf, dan orangtuaku akan memberikan uang yang banyak sebagai gantinya," ujar Devan dengan entengnya.
Plak
Nadia menampar pipi Devan dengan keras.
"Asal kamu tau, bahwa tidak semua bisa dibeli dengan uang, apalagi nyawa kedua orangtuaku. Apa semurah itu harga yang kamu berikan untuk menebus semua kesalahanmu?" Ujar Nadia.
"Terus sekarang apa yang kamu mau?" Tanya Devan karena merasa geram, apalagi kedua orangtuanya hanya diam saja melihat Devan ditampar.
"Bagaimana kalau hutang nyawa dibayar dengan nyawa juga?" Jawab Nadia, sehingga membuat Devan menelan Salivanya.
"Kenapa harus seperti itu? Apa kamu mau membunuhku? Sekarang cepat katakan, kamu mau meminta uang berapa?" Tanya Devan lagi yang selalu menganggap semuanya bisa dibeli dengan uang.
"Bahkan semua harta yang kamu miliki tidak akan pernah bisa membayar kesalahan yang telah kamu perbuat," ujar Nadia.
Devan hanya diam mematung, karena baru kali ini ada seorang perempuan yang tidak menginginkan uangnya.
"Devan, berapa kali Papa harus bilang sama kamu, kalau kamu jangan menganggap semua hal bisa dibeli dengan uang. Maafin Devan ya Nak, Papa benar-benar tidak tau lagi harus bagaimana mendidiknya, karena dia selalu membuat kami kecewa, beda dengan Revan, karena meskipun Revan hanya Anak angkat, tapi dia yang selalu berbakti terhadap kami," ujar Papa Agung.
"Papa sudah ikhlas jika memang kamu mau melaporkan Devan kepada pihak berwajib, mungkin dengan begitu dia akan berubah menjadi lebih baik," sambung Papa Agung.
"Kenapa Papa berbicara seperti itu? bagaimanapun juga Devan adalah Anak tunggal Papa, dan Revan hanya Anak angkat saja, kenapa sih kalian sepertinya lebih menyayangi Revan dibandingkan aku," rengek Devan, sehingga membuat Orangtua Devan semakin geram terhadap sikapnya yang kekanak-kanakan.
Pak Anton akhirnya mencoba untuk berbicara kepada Nadia, karena selain tetangga Nadia, Pak Anton juga merupakan guru mengaji Nadia.
"Nadia, Bapak tau semua ini berat untuk kamu Nak, tapi Bapak minta ikhlaskan semuanya, karena kita tidak tau kapan dan dengan cara seperti apa maut akan menjemput. Bapak tau kalau Nadia adalah Anak yang baik, Nadia tidak mau kan kalau melihat kedua orangtua Nadia sedih di alam sana serta merasa berat untuk meninggalkan Nadia?" Ujar Pak Anton.
"Tapi kenapa Ibu dan Ayah Nadia pergi begitu cepat Pak, sebelum Nadia bisa membalas budi terhadap mereka? kenapa mereka tega meninggalkan Nadia sendirian?" Tanya Nadia yang merasa putus asa.
"Ikhlaskan semuanya Nak, do'akan mereka supaya bahagia di alam sana, karena yang mereka butuhkan saat ini adalah do'a. Sejatinya semua yang hidup pasti akan mati juga pada akhirnya, dan kita hanya tinggal menunggu giliran kita saja ," ujar Pak Anton dengan mengelus lembut kepala Nadia.
Maafin Nadia Ya Allah, karena belum bisa menerima takdir hidup yang telah Engkau gariskan, ucap Nadia dalam hati.
"Kamu tidak sendirian sayang, karena kamu bisa menganggap kami sebagai keluarga Nadia juga," ujar Mama Mayang dengan kembali memeluk tubuh Nadia yang masih berderai airmata.
Ada rasa hangat pada hati Nadia ketika mendapatkan pelukan dari Mama Mayang, karena saat ini Nadia terlihat begitu rapuh.
Akhirnya Devan merasa bersalah terhadap Nadia, ketika melihat Nadia yang terus berderai airmata. Karena dialah yang menjadi penyebab semuanya.
Kenapa hatiku ikut sakit ya melihat gadis kecil ini menangis, kasihan juga dia karena gara-gara aku, dia jadi kehilangan kedua orangtuanya, ucap Devan dalam hati.
"Devan, ayo ikut Papa keluar, ada yang mau Papa bicarakan," ujar Papa Agung.
"Apalagi sih Pa yang mau Papa bicarakan? kalau Papa masih memaksa Devan untuk menikahi gadis kecil itu, Devan tidak mau Pa," tegas Devan.
"Jadi kamu sudah siap untuk hidup miskin dan menjadi gelandangan? asal kamu tau Devan, seandainya kamu miskin, apa Anabel masih mau menerima kamu sebagai kekasihnya? kamu salah Devandra karena Anabel adalah gadis matre, dan pastinya dia akan meninggalkan kamu," ujar Papa Agung.
"Kenapa Papa tidak menikahkan gadis kecil itu sama Revan saja? dia kan Anak kesayangan kalian, jadi dia pasti akan menuruti semua kemauan Mama dan Papa," jawab Devan.
"Iya, pastinya Revan akan selalu menuruti semua kemauan kami, tapi di sini yang salah adalah kamu Devan, jadi kamu yang harus bertanggungjawab atas semua kesalahan yang telah kamu lakukan, jangan melimpahkan semuanya terhadap Revan, karena selama ini dia sudah cukup menanggung beban pekerjaan yang selalu kamu tinggalkan," ujar Papa Agung.
Devan masih nampak mencerna ucapan Papa nya, sehingga dia terus saja merenungkan semuanya.
Benar juga perkataan Papa, bahwa Ana pasti tidak akan mau menjadi kekasihku lagi jika aku tidak mempunyai uang. Sepertinya aku harus terima tawaran Papa untuk menikahi Nadia, dengan begitu aku masih bisa berpacaran dengan Ana meskipun nanti aku sudah menikah dengan Nadia, ucap Devan dalam hati.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 96 Episodes
Comments
༄㉿ᶻ⋆𝓥𝓲𝓭𝔂𝓪
hiks kasian
2023-03-15
1
Mega
Wah buaya buntung
2023-01-09
2
linda sagita
cinta dua batas kembali mampir
2022-12-15
1