Beruntung pas tujuh harinya Mak Onah aku libur kerja. Jadi aku bisa bantu-bantu.
Kemarin-kemarin, aku minta izin ke Bu Bos untuk masuk shift pagi agar sorenya aku bisa membantu acara untuk tahlilan.
Hari ini aku disuruh Bulek Ratmi ke pasar untuk membeli bahan-bahan yang diperlukan untuk acara tujuh harinya almarhumah Mak Onah.
Di daerah kami masih ada adat membagikan nasi dan lauk kepada para tetangga yang ikut acara tahlilan.
"Kamu tunggu di sini aja ya!" ucapku saat baru turun dari motor Izam. Menyuruhnya untuk menungguku di parkiran pasar saja.
"Aku ikut ke dalam saja."
"Ngapain? Nggak usah. Mending kamu tunggu di sini aja!"
"Tapi Ibu tadi minta aku supaya ikut ke dalam. Bantuin kamu bawa barang yang sekiranya berat!" Izam tetep kekeh.
"Yaudah deh! Tapi kamu nanti jangan cerewet ya!"
"Nggak bakalan! Lagian aku bukan anak kecil yang bakalan cerewet minta ini itu!"
Aku pun memutuskan untuk masuk ke pasar. Dengan tas yang biasanya dibawa emak-emak untuk belanja. Diikuti oleh Izam di belakangku.
"Sini aku bawain tasnya!"
Aku hanya membiarkan saja ketika Izam mengambil alih tas yang ada di tanganku.
Aku langsung membaca catatan dari Bulek Ratmi dan menuju ke sebuah penjual kemiri.
"Berapa harga kemirinya Bu?"
"Satu kilonya 40.000 Neng!"
"30.000 aja ya Bu?" Aku menawar.
"Aduh, jangan Neng. 38.000 aja deh!"
"Biasanya juga 30.000 Bu. Kok udah naik aja?" Aku masih berusaha menawar.
"Udahlah Yas, ambil aja. Biar cepet selesai belanjanya. Mana becek banget pasarnya!" bisik Izam di telingaku.
"Ssst! Kamu diem aja! Katanya tadi nggak akan cerewet?!"
Izam langsung mingkem.
Suasana pasar yang habis hujan tadi pagi memang membuat pasar jadi becek.
Belum lagi jika ada orang yang jalannya tak hati-hati. Membuat kubangan air nyiprat ke kaki kami.
Mungkin itu yang membuat Izam tak ingin berlama-lama di dalam pasar.
Siapa suruh tadi ikut kedalam? Kan aku tadi udah nyuruh dia nunggu di luar.
"35.000 deh Neng!" Si Ibu kembali bernego.
"Turunin lagi jadi 30.000 dong Bu!"
"Aduh, nggak bisa Neng."
"Ya udah deh nggak jadi."
Aku berlalu dari lapak si Ibu.
"Loh Yas? Bukannya kita butuh kemiri ya? Kok malah nggak jadi beli?!" tanya Izam yang mengekoriku sambil membawa tas.
"Udah, kamu mingkem aja! Jangan bawel! Lihat aja sebentar lagi. Satu.., dua..., ti--"
"Neng, tunggu! Iya deh 30.000!" teriak Ibu penjual kemiri menghentikan langkahku.
"Nah kan. Aku bilang juga apa!" Aku tersenyum ke Izam dan kembali berbalik.
"Beli setelah kilo ya Bu!"
Ucapanku membuat si Ibu melongo. Udah mati-matian nawar, malah cuma beli setengah kilo.
Mau gimana lagi. Orang cuma butuh setengah kilo aja kok.
Izam terkekeh saat kemiri sudah masuk ke tas.
"Ternyata kamu sudah ada basic jadi istri ya?" celetuk Izam.
"Apaan sih?! Semua perempuan juga bisa nawar kali! Lagian aku tak ada niatan buat nikah!"
Aku kembali melihat kertas catatan dan membeli barang sesuai yang ada di catatan.
Saat ini kami mengantri untuk membeli ayam sambil melihat TV yang sengaja dipasang oleh penjual ayam.
Sebuah sinetron di chanel ikan kayang sedang tayang di sana.
"Dasar istri nggak bersyukur! Kamu tuh jangan serakah ya! Abi itu anak aku! Sudah seharusnya dia ngasih aku uang!!"
"Tapi bukan berarti Ibu yang mengatur keuangan rumah tangga kami Bu!" si menantu tak terima.
Entah kenapa aku melihat adegan itu sambil nahan nafas.
"Itu karena kamu boros!!"
"Aku boros?! Aku bahkan membeli beras dari hasil keliling jualan kue Bu!"
Aku jadi tambah tak ingin menikah melihat sinetron yang sedang aku tonton.
"Lihat itu Zam!" Izam melihat TV yang sedang kutunjuk.
"Di dunia ini tak ada mertua yang benar-benar sayang menantu! Aku jadi tambah yakin tak ingin menikah!"
"Nggak semua mertua seperti itu Yas!" bantah Izam. "Ibuku nggak seperti itu tuh!"
"Iya, aku tahu pasti ada yang sayang dengan menantunya. Tapi sangat sedikit mertua yang sayang menantu!"
Dan adegan berikutnya adalah Ibu mertua merebut uang dari menantunya. Dan mendorong menantunya sampai jatuh.
"Nah nah! Liat tuh! Jahat banget sih mertuanya! Gimana pas aku nikah malah dapat mertua kayak gitu?!"
"Ck! Udah aku bilang nggak semua mertua kayak gitu!" sahut Izam.
"Tapi Zam--"
"Mbak, kalau mau nonton sinetron di rumah! Jangan disini!" seru pembeli yang mengantri di belakang kami. "Udah giliran Mbak tuh!"
Aku langsung menoleh ke depanku yang ternyata sudah kosong.
"Eh iya. Maaf Mbak."
Aku langsung menyebutkan berapa kilo ayam yang dibutuhkan. Sementara Izam hanya terkekeh.
_________
Akhirnya kami keluar dari pasar setelah semua bahan sudah dibeli.
Kami menuju parkiran sambil membawa banyak barang.
"Izam? Lama tidak bertemu ya!" tiba-tiba ada seorang Ibu menyapa.
Jika aku ingat-ingat, dia adalah Ibu dari Aryo. Teman sekelas kami dulu.
"Ini istri kamu?" tanyanya.
"Bukan Bu. Dia teman saya," sahut Izam.
Rupanya Ibunya Aryo sudah lupa denganku.
"Kirain istri kamu! Jadi kamu belum menikah?"
"Belum Bu."
"Kenapa? Padahal Aryo yang seumuran kamu aja udah nikah lho Zam."
"Ahaha. Masih belum kepengen aja Bu.' Izam memaksakan senyumnya.
Aku tahu niat si Ibu cuma pengen nyindir Izam aja.
"Aduh, cepet-cepet nikah. Kasih Ibumu cucu. Aryo aja udah punya dua anak!"
Nih Ibu cerewet bin maksa banget sih?!
Aku mulai geregetan sendiri.
"Ya iyalah udah punya anak dua. Orang Aryo dulu udah nabung duluan di istrinya!"
Aku terbelalak dengan suaraku hatiku yang tiba-tiba keluar begitu saja. Padahal niatnya cuma mau ngomong dalam hati.
"Huss! Jangan ngomong gitu Yas?!" bisik Izam yang aku yakin si Ibu bisa mendengarnya.
"Ahaha, nggak papa kok. Udah jadi masa lalu juga."
"Iya, masa lalu yang tidak akan terlupakan karena sudah mempermalukan keluarga!"
Astaga!
Aku memukul mulutku sendiri yang lagi-lagi keceplosan.
Sementara Izam hanya mendelik ke aku. Kalau si Ibu udah jelas kelihatan malunya.
"Ahaha. Bu, kita pulang duluan ya!" Izam menarikku ke tempat motornya diparkir sebelum aku kembali nyap-nyap.
Ketika sudah tancap gas dan menjauh dari pasar, tawa Izam langsung pecah.
"Bisa-bisanya tadi kamu ngomong gitu ke Ibunya Aryo, hahaha."
"Ya habisnya. Omongan dia bikin kesel tahu nggak."
Izam kembali tertawa.
"Tadi sih, aku niatnya ngomong dalam hati, tapi nggak tahu kenapa malah keluar! Kayanya nih mulut tau mana yang harus dijawab deh!"
Izam hanya tertawa sambil terus menyetir.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments