Radit membentangkan tangan sambil menutup mata, meresapi sejuknya udara di pagi hari. Hari ini setelah sekian tahun, akhirnya ia bisa merasakan betapa indahnya panorama Indonesia. Ada pepohonan besar dengan ranting dan daun yang saling bersahutan, bunga yang bermekaran, para ibu-ibu pejalan kaki, serta gerobak-gerobak kecil yang menjajakan aneka makanan. Ini belum seberapa, baru sekitaran rumahnya saja tapi keindahan tanah kelahirannya sudah begitu terasa. Radit tak hentinya memuji. Ia sangat senang bisa kembali ke Indonesia.
"Gue senang banget bisa balik lagi ke sini" katanya penuh syukur.
Jelita yang baru selesai mandi, keluar dari kamar mandi dengan seutas handuk biru yang membalut tubuh polosnya. Ia bersenandung ria melangkah ke arah cermin. Duduk di bangku kecil lalu menghidupkan Hair Dryer dan mulai mengeringkan rambutnya dengan benda itu. Sebuah lagu dengan judul 'Mari Bercinta' menemani acara hias Jelita pagi ini.
Mari bercinta...mari bercinta...
"Kuliah yang bener. Jangan mikirin cinta mulu"
Jelita terkejut. Ternyata ada orang lain di kamarnya. Ia langsung berdiri dan tanpa disadari ia lupa mengikat handuknya dengan benar.
Dan boom...
Radit melihat semuanya. Tubuh polos adik kecilnya dulu yang kini sedang bertumbuh menjadi wanita dewasa.
Aahhh
Teriak Jelita spontan.
Radit melongo seperti patung. Ia tidak bergeming sedikitpun. Tidak berbalik apalagi kabur. Entah apa yang ada di pikiran Radit saat ini. Mungkin saja dia berpikir kapan lagi mendapatkan durian runtuh, haha.
"Balik gak lo" teriak Jelita sambil mengambil handuknya yang jatuh ke lantai.
Radit berbalik badan.
Dengan keras, Jelita menarik bahu kekar kakaknya. Emosinya sudah di ubun-ubun dan siap diluapkan sekarang juga. Walaupun Radit kakaknya tapi tetap saja pria itu sangat lancang masuk ke kamarnya tanpa izin. Biar bagaimanapun, kamar pribadi adalah tempat yang sangat privasi dan tidak semua orang bisa masuk begitu saja.
"Lo ngapain sih disini? Terus kenapa lo gak berbalik tadi? Kesempatan ya mau lihat badan gue. Mesum banget sih lo jadi kakak" hardik Jelita menggebu dengan pupil yang semakin lebar.
"Tunggu dulu. Tahan bentar. Kan gue udah berbalik tadi" Radit mengankat tangannya meminta Jelita untuk menahan amarah.
"Ya itu karna gue suruh. Kalau gue gak suruh, lo tetap liatin badan gue. Lagian lo ngapain sih di kamar gue?"
"Gue mau kasih itu" Radit mengarahkan matanya pada kotak kecil panjang di atas kasur. "Karena lo lagi mandi, jadi gue nunggu di balkon biar gak bosan....
"Ya...lo ngapain nungguin gue? Kan bisa lo keluar dulu. Kita kan bisa bicara nanti. Kan lo sama gue tinggal di rumah yang sama. Emang lo pikir gak ada hari esok gitu atau nanti" racau Jelita tanpa henti setelah memotong ucapan Radit. "Iihh gue kesal banget sama lo"
Jelita menjewer kuping Radit sekuat tenaga. Ia tidak berhenti meskipun Radit meringis kesakitan.
"Aww lepasin kuping gue, Ta. Sakit banget" tampak kuping Radit berubah warna merah.
"Gak akan. Gue akan jewer lo sampai kuping lepas" ancam Jelita menambah tenaga jewerannya.
Radit semakin meringis. Jelita tertawa penuh kemenangan. Ia sangat bersemangat melihat sang kakak yang terus memohon ampun. Dan saking semangatnya, handuk yang melilit tubuhnya kembali melorot. Lagi-lagi tubuh polos Jelita terpampang jelas di hadapan Radit.
Jelita melotot sempurna dan langsung berbalik begitu menyadari tubuhnya tidak ditutupi sehelai benangpun.
"Kak, please pergi dari sini" mohon Jelita sembari menyilang lengannya di dada. Ia sangat malu.
Radit menurunkan pandangannya. Kemudian meraih handuk putih itu dan melilitkannya kembali di tubuh sang adik. Jelita tidak menoleh sedikitpun. Matanya tertutup rapat.
"Gue gak melihat apa-apa. Maaf" tutur Radit lirih.
"Kalau gak lihat apa-apa, terus kenapa minta maaf" gumam Jelita geram setelah Radit pergi.
Sebenarnya hari ini akan menjadi hari yang menyenangkan bagi Jelita karena tidak lama lagi, Zain pacarnya akan datang menjemputnya. Kebetulan hari ini ia dan Zain ada kelas yang sama untuk mata kuliah 'Ilmu Komunikasi'. Dan rencananya setelah pulang kuliah, mereka akan jalan-jalan sebentar. Tapi plan indahnya rusak karena kelakuan lancang Radit yang masuk kamarnya tanpa izin. Dan yang bikin badmood sekaligus malu, Radit pria pertama yang melihat tubuhnya tanpa busana. Nyebelin banget kan?
"Ah nyebelin banget sih tu orang" Jelita masih terbayang dengan ekspresi Radit tadi.
...***...
"Pa...Ma, Jelita berangkat kuliah sekarang ya"
"Loh kamu gak sarapan dulu?" tanya Surya.
"Gak pa. Jelita sarapan di kantin kampus saja. Takutnya macet. Ntar Jelita telat lagi masuk kelasnya. Hari ini kan dosennya killer"
"Zain mana?" sahut Laura.
Radit mengankat wajahnya dan berhenti menyuapkan makanan ke dalam mulut.
Siapa Zain?
"Maaf non Jelita, di depan ada nak Zain" ujar bi Asmi selaku ART di rumah Surya family.
"Oh kalau gitu suruh masuk saja bi" titah Surya.
Setelah mendapat izin, Zain memasukki ruang makan.
"Pagi om...tante" sapanya tersenyum ramah sedikit menundukkan wajah.
"Pagi Zain" balas Surya dan Laura serempak.
Pandangan Zain berhenti pada sosok pria bertubuh tegap yang duduk di sebelah Laura. Sorot matanya kemudian beralih pada Jelita.
"Namanya Radit. Kakak gue yang paling nyebelin" ucap Jelita menjawab rasa penasaran Zain.
"Jelita. Gak boleh gitu ngomongnya" sambar Laura tegas. Biar bagaimanapun, Jelita harus tetap menghormati orang yang lebih tua darinya. Apalagi ini Radit kakaknya sendiri.
"Sudah...sudah. Zain duduk dulu yuk sarapan" ajak Surya menengahi.
"Kami sarapan di kampus saja, pa. Udah mepet ni waktunya. Belum lagi kalau macetnya panjang. Dah ya pa..ma, Jelita berangkat dulu"
Seperti biasa setiap pamit kuliah atau jalan-jalan keluar, Jelita selalu mengecup pipi kedua orangtuanya. Itu sudah seperti tradisi yang tidak boleh dilanggar.
"Gue gak dicium ni?" tanya Radit bercanda karena hanya dirinya yang tidak diberi kecupan.
"Dihh. Siapa yang mau cium lo? Ogah. Mending gue cium tembok" tolak Jelita kasar.
Jelitaa
Seru Laura.
"Iya ma, maaf. Abis kak Radit nyebelin banget, ma. Dia selalu ganggu Jelita" keluhnya resah.
"Ya itu karena kakak kamu kangen sama kamu. Kan kalian sudah 5 tahun gak ketemu" timpal Laura memberi alasan yang masuk akal.
"Hah! Terserah mama lah. Pokoknya kak Radit tetap nyebelin. Ya sudah Jelita pergi dulu ya"
Cup...
Tanpa diduga, Jelita mendaratkan kecupan lembut di pipi Radit.
"Puas lo"
Radit berusaha menahan senyum penuh kemenangannya. Ternyata ia salah menilai. Radit pikir, Jelita sudah berubah dan tidak ingat lagi dengan kebiasaan mereka saat kecil dulu. Tidak banyak yang berubah. Jelita masih sama, adik kecilnya yang menggemaskan yang selalu membuatnya tertawa.
"Zain itu siapa, ma?" tanya Radit penasaran. Ia baru berani bertanya setelah Jelita pergi.
"Pacar adik kamu. Kalau mama gak salah ingat, bulan Desember ini mereka satu tahun pacaran"
Radit mengangguk pelan seraya mengunyah makanan.
"Masih kecil gitu sudah pacaran" katanya dalam hati.
...***...
Sesuai rencana dua hari kemarin setelah pulang kuliah, Jelita dan Zain pergi jalan-jalan ke sebuah danau yang biasa mereka kunjungi. Hanya butuh setengah jam perjalanan saja untuk sama ke tempat itu.
"Hmm udara disini selalu menenangkan" Jelita menghirup udara panjang.
Tiba-tiba Zain menyelusup dari belakang memeluk pinggang langsing Jelita. Entah kenapa Jelita selalu merasa risih setiap kali Zain menyentuhnya.
"Zain, disini banyak orang" dengan halus Jelita menyingkirkan tangan Zain dari pinggangnya.
Mimik Zain berubah kecut. Ia gundah menghadapi sikap Jelita yang seperti ini. Padahal mereka sudah hampir satu tahun pacaran. Jangan kan ciuman, sekedar peluk saja, Jelita selalu menolak walaupun secara halus.
"Jelita, kamu kenapa sih?"
"Maksudnya?" sambung Jelita bingung.
"Dua bulan lagi, kita satu tahun loh pacaran. Jangankan ciuman, aku mau peluk kamu saja, kamu selalu cari alasan buat menghindar. Kamu cinta gak sih sama aku?" Zain mempertanyakan perasaan Jelita yang sebenarnya. Selama ini ia selalu menahan diri demi keharmonisan hubungan tapi semakin lama semakin terlihat jelas, Jelita tidak mau disentuh olehnya.
Hal itu menimbulkan pertanyaan besar di benak Zain.
"Aku mau pulang"
"Jelita, kamu tidak bisa pulang begitu saja. Kita selesaikan ini dulu. Kenapa, Ta? Apa aku menjijikkan bagi kamu?"
"Gak gitu, Zain"
"Lalu kenapa? Kamu gak cinta sama aku?"
"Aku cinta sama kamu. Aku sudah bilang kan. Aku cinta sama kamu, Zain. Perasaan aku tulus sama kamu"
"Kalau begitu biarkan aku mencium kamu" Zain menangkup wajah Jelita.
Pria yang mempunyai perut six pack itu memaksa mengecup bibir yang diidamkannya selama ini.
Jelita mengelak menggerakkan wajahnya sembarang. Ia tidak ingin ciuman pertamanya diambil paksa.
"Zain, jangan gini"
Jelita memberi perlawanan dengan mendorong-dorong dada Zain namun Zain yang sudah menahan hasratnya begitu lama tidak menghiraukan penolakan sang kekasih.
Bugggg
"Brengsek. Berani lo nyentuh adik gue" umpat Radit memukul Zain tanpa ampun. Zain pun tersungkur ke tanah.
Jelita tercengang. Sejak kapan Radit disini?
"Kak, lo ngapain sih disini? Lo ngikutin gue?" tanya Jelita heran.
"Pertanyaan lo gak perlu gue jawab. Sekarang pulang" Radit menarik paksa pergelangan tangan Jelita.
"Apaan sih? Gak usah sok tua deh" Jelita dengan kasar menyingkirkan tangan itu, lalu mundur mendekati Zain. "Zain, kamu gak papa kan? Ayo aku bantu ke mobil"
Radit menenteng tangannya di pinggang. Tampak sekilas senyum devilnya. Ia muak melihat pemandangan di hadapannya saat ini.
"Pulang" kali ini Radit tidak ada toleransi lagi. Walaupun dengan paksaan tapi Jelita tetap harus pulang dengannya.
Di dalam mobil, Jelita tidak henti memberontak. Ia meminta Radit menekan kunci mobil agar ia bisa keluar.
"Kak buka pintunya. Gue mau keluar. Itu mulut Zain berdarah gara-gara lo pukul. Gue mau bantu dia"
Jelita menekan tombol yang ada di sudut lalu memutar gagang pintu namun pintu mobil tetap saja tertutup rapat.
"Kak, gue bilang buka pintunya" pintanya putus asa.
Radit tidak menggubris. Ia menghidupkan mesin lalu mobil melaju kencang. Hal itu semakin membuat Jelita tersulut amarah. Biar bagaimanapun, ini urusan asmaranya. Radit memang kakaknya dan berhak membelanya tapi tetap saja kakaknya itu tidak berhak ikut campur untuk urusan ini.
"Kak, lo itu nyebelin banget, tahu gak. Brengsek, tua, sok bijak, sok jadi pahlawan. Lo pikir gue suka. Lo pikir gue bakalan bilang terima kasih. Enggak...lo dengar itu, gak akan. Gue gak akan bilang makasih sama lo. Kak, lo dengar gue ngomong gak sih?"
Radit menepikan mobilnya ke pinggiran jalan. Tak terduga, ia menarik kencang leher gadis di sampingnya lalu melesatkan kecupan dalam di bibir ranum Jelita.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Pasti Radit udah tau dari lama,kalo Jelita itu bukan adek kandungnya,Dan Radit suka sama Jelita sebagai pasangan..
2024-10-20
0
Istrinya Jungkook🌻
weyy di cium Abang sendiri dong🤭
2023-01-16
1
Ekawati Hani
Curiga juga sm Zain, jngn jngn dia badboy 😁
2022-11-24
1