Hari itu langit begitu cerah. Tidak mendung, juga tidak terik. Hari yang cocok digunakan untuk liburan outdoor. Menikmati pemandangan alam dengan cemilan ringan serta bercengkrama dengan orang terkasih di bawah langit secerah ini. Ah itu suatu kenikmatan yang tiada tandingannya.
Namun sayangnya tidak semudah itu bagi seorang gadis berparas menawan yang sedang tiduran manja di atas kasur empuk.
"Jelita buruan turun. Kita harus ke bendara sekarang" hari ini adalah hari yang sangat special untuk Surya dan Laura karna dihari ini putra kesayangan mereka akan kembali ke Indonesia.
Rasa rindu yang teramat dalam sudah menggunung di sanubari keduanya terutama Laura, ia sudah tak sabar ingin segera bertemu dengan sang putra, ingin memeluk putranya itu dengan erat. Namun berbeda dengan kedua orangtuanya yang begitu antusias, Jelita terlihat biasa saja. Baginya hari ini sama seperti hari biasanya, nothing special. Jelita menganggap sikap heboh kedua orangtuanya terutama sang mama sedikit berlebihan.
"Jelita ayo cepat turun" pekik Laura sekali lagi.
Jelita memutar bola matanya cepat. Ia jengkel sekali karna mamanya terus berteriak meminta agar dirinya turun. Padahal ia masih ingin berlama-lama di kamar pribadinya.
"Uhhhh menyebalkan" gerutunya sambil bangun dari kasur. "Hari ini kan gue libur kuliah. Seharusnya sekarang itu gue masih di atas kasur, tidur dengan nyenyak" lanjut Jelita tidak ikhlas hari liburnya diganggu. "Ya ya Jelita turun. Kenapa sih mesti dijemput? Kan dia bisa balik sendiri" sambungnya dongkol sudah di tahap akut.
"Lama banget sih. Kamu gak lihat ini jam berapa? Ntar kakak kamu keburu sampai duluan" ujar Laura gerem dengan gerak lambat sang putri.
Jelita membuang nafas jengah. Ia lalu berjalan duluan keluar rumah.
Hampir 45 menit lamanya mobil melaju, Surya family akhirnya tiba di bandara Soekarno-Hatta. Dengan sabar mereka menunggu pesawat yang ditumpagi Radit tiba. Rasa rindu yang membumbung semakin membuat jantung Laura berdebar kencang, ia ingin secepatnya bertemu dengan putra kesayangannya itu.
"Ma, masih lama gak sih?" Jelita mulai merasa bosan menunggu.
"Udah jangan banyak tanya. Tunggu saja disini" sahut Laura tanpa menoleh Jelita yang berdiri di sampingnya.
Jelita semakin bosan. Sejak dulu ia memang tidak suka menunggu. Baginya jika harus memilih antara menunggu dengan ditunggu, dia tidak akan memilih kedua-duanya karna kedua hal itu sama memuakkan. Tapi jika dipaksa, ia memilih ditunggu saja. Setidaknya ia bisa berbangga hati karena ada seseorang yang menunggunya.
"Ma Jelita pergi bentar ya. Mau cari makan, lapar belum sarapan" kata Jelita seraya mengelus perut ratanya.
"Tu kan apa papa bilang. Tadi disuruh sarapan dulu gak mau" sambar Surya.
Jelita hanya tersenyum terpaksa menanggapi celotehan papanya.
"Udah sana buruan cari makan ntar kamu sakit" lanjutnya.
Tidak lama setelah Jelita pergi, akhirnya pesawat yang ditumpangi Radit pun mendarat. Dengan senyum merekah di wajah keibuannya, Laura menjadi sangat tidak sabar menunggu Radit keluar dari pesawat.
"Radit" panggil Laura nyaring saat melihat putranya dari kejauhan.
Radit mengedarkan mata mencari sumber suara yang memanggilnya. Secercah senyum menghiasi wajah Radit sebelum ia membalas panggilan padanya.
"Ma" sahutnya meninggikan intonasi suaranya agar tidak kalah dengan suara operator bandara.
Keduanya langsung berpelukan erat, melepas semua kerinduan.
"Pa" Radit menarik Surya, sosok yang juga sangat dirindunya selama berada di New York.
"Waw surprise sekali. Kamu berubah sekali, Dit. Darimana kamu mendapatkan tubuh atletis seperti ini?" Laura kagum dengan perubahan fisik Radit yang kini tampak gagah dengan lengan berotot serta dada bidang.
Radit hanya tersipu atas pujian yang dilontarkan sang mama. Wajar saja jika mamanya kaget dengan penampilannya saat ini karna jika dibandingkan dengan lima tahun yang lalu, Radit memang sangat berubah. Jika dulu Radit adalah pria yang bertubuh tambun dengan perut yang sedikit buncit serta rambut yang urakan maka sekarang Radit adalah pria yang sangat maskulin dengan rambut yang tersisir rapi serta perutnya kotak-kotak atau sebutan kerennya six pack. Sepanjang percakapan Radit dengan kedua orangtuanya, ada banyak pasang mata terutama gadis remaja yang mencuri pandang padanya. Gadis-gadis itu seakan terhipnotis dengan proporsi tubuh Radit yang nampak sempurna ditambah lagi nilai plus ketampanan wajah Radit membuat para gadis itu enggan berkedip menikmati keindahan yang Tuhan ciptakan itu.
"Oh ya, Jelita mana ma?" Radit menoleh ke kiri dan ke kanan mencari keberadaan adik kecilnya.
"Cari makanan. Mama juga gak tau dia cari makanan dimana sampai sekarang belum balik"
"Kalau gitu papa sama mama tunggu di mobil saja. Biar aku yang cari Jelita" meskipun lelah namun radit bersikukuh ingin mencari gadis kecilnya itu. Ia ingin segera bertemu dengan sang Jelita hatinya. Selain sangat rindu, Radit juga penasaran seperti apa rupa adik kecilnya sekarang. Selama berada di New York, Jelita tak sekali pun mengirim fotonya yang sekarang kepada Radit. Jelita juga melarang kedua orangtuanya agar tidak mengirimkan foto dirinya di masa kini.
Seraya menjilat ice cream favoritnya, Jelita melangkah santai kembali ke tempat mama papanya berada. Namun begitu sampai, ia tidak melihat kedua orangtuanya itu.
"Loh papa sama mama kemana?" Jelita memutar badan, ia sama sekali tidak melihat keberadaan mereka.
"Cari siapa?" sontak Jelita berbalik, melihat pemilik suara di belakangnya.
Dan betapa terkejutnya Jelita saat melihat sosok dihadapannya.
"Radit. Lo Radit kan?" Jelita sedikit ragu karna Radit yang ada di depannya sekarang sangat berbeda dengan Radit yang ia lihat lima tahun yang lalu.
"Menurut lo?" tanya Radit balik seraya melipat kedua lengannya di dada.
Mulut jelita menganga. Ia masih tidak percaya jika pria dihadapannya beneran Radit, kakaknya.
Radit mendekatkan wajahnya pada bibir Jelita. Detik itu juga tubuh Jelita membeku kaku.
"Tutup mulut lo, malu dilihat orang" ucap Radit samar seperti orang berbisik.
Radit menyemaikan secercah senyum manisnya.
"Hmm wah lo benar-benar beda. Gue hampir saja gak ngenalin lo" ucap Jelita berusaha menyembunyikan rasa gugupnya.
Radit pun meraih tubuh ramping Jelita ke dalam dekapan hangatnya. Sudah lama ia tidak memeluk gadis kecilnya yang kini sudah menjadi wanita cantik, tinggi, serta rambut hitam panjang yang tergerai indah.
Deg! Deg! Deg!
Entah kenapa tiba-tiba saja jantung Jelita berdetak lebih cepat dari biasanya. Saking kencangnya, jantungnya seperti akan mencuat dari tempatnya.
Perasaan apa ini?
***
Pukul 07.00 malam, di meja makan.
"Jelita ayo turun ntar makanannya keburu dingin" pekik Laura dari lantai satu. Seperti biasa ia harus berteriak seperti orang gila setiap kali meminta Jelita turun untuk makan malam.
"Ada apa ma, kok teriak-teriak?"tanya radit yang baru saja tiba di ruang makan.
"Biasa adik kamu. Kalau diajak makan susah banget. Kamu bisa lihat sendiri kan badannya kecil gitu" jelas Laura sembari menuangkan air putih ke dalam gelas.
"Ya udah kalau gitu biar aku saja yang panggil" Radit menaiki anak tangga menuju kamar Jelita.
Tok! Tok! Tok!
"Jelita ayo keluar. Kita makan bareng. Mama sama papa sedang menunggu kamu" Radit mengetuk pintu lagi namun Jelita tak juga membukakan pintu.
"Gue masuk ya"
Krekkkkk
"Gila ya, jadi lo dari tadi tidur. Pantas saja lo gak nyahut" sebenarnya Jelita sudah bangun namun matanya masih terasa berat sekali. Kantuk benar-benar membuat Jelita malas melakukan apapun termasuk makan malam sekalipun. Padahal makan bukanlah pekerjaan yang berat.
"Ayo bangun. Cuci muka terus makan" Radit menepuk keras pundak Jelita.
"Aww, sakit. Kasar banget sih sama cewek" rengut Jelita cemberut. "Kalian makan saja duluan ntar gue nyusul" lanjutnya parau.
"Tidak bisa, lo harus makan sekarang. Lo gak kangen apa makan bareng sama gue? Cepat bangun atau gue sendiri yang akan maksa lo turun" ucap Radit mengancam.
"Caranya?" Jelita berpegang erat di dinding ranjangnya. Ia menyiapkan diri jika saja nanti Radit menarik paksa tubuhnya.
Radit menggertakkan kesepuluh jarinya. Kemudian membungkukkan badan dan mulai menarik tubuh malas sang adik. Semakin kuat Radit menarik maka semakin erat pula Jelita berpegang.
"Oh lo mau aduh kekuatan sama gue. Ok" Radit mengumpulkan segenap tenaganya lalu meletakkan tangan kirinya di bawah kepala Jelita sedangkan tangan kanannya melingkar di pinggang ramping sang adik. Radit bermaksud membopong adiknya itu namun tiba-tiba ia hilang keseimbangan dan menindih gadis di bawahnya.
Jelita terkejut, pegangannya lepas. Radit langsung memanfaat situasi itu dengan membopong bridal tubuh sang adik.
"Lo mau ngapain. Turunin gue" Jelita memukul-mukul dada Radit.
Karena Jelita terus melawan, Radit pun berpura-pura ingin menjatuhkan Jelita. Sontak Jelita refleks mengalungkan kedua lengannya di leher Radit. Hal itu membuat wajah keduanya hampir tak bersekat.
"Lo gak akan bisa membawah gue keluar" remeh Jelita sambil tersenyum miring.
Radit terdiam sesaat. Ia terpana dengan kecantikan gadis di hadapannya. Hidung mancung serta bibir tipis Jelita membuat hasrat Radit tiba-tiba bergejolak. Perlahan Radit menurunkan wajahnya.
Jelita mengedip-ngedipkan cepat matanya. Ia tidak mengerti apa yang sebenarnya akan dilakukan sang kakak. Namun yang pasti saat ini wajah Radit semakin dekat padanya. Jarak yang semakin dekat membuat Jelita bisa merasakan hembusan nafas Radit dengan sangat jelas. Perasaan anehnya di bandara siang tadi kembali muncul.
"Kak, lo mau ngapain? Mau cium gue?"
Mata Radit terbelalak. Kemudian menurunkan Jelita ke atas kasur.
Ini gila!
Benar-benar gila!
Radit mengacak-acak rambutnya. "Sorry Ta, gue gak maksud gitu"
Radit menghilang di balik pintu, meninggalkan Jelita yang masih bengong di kamar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
resaiza
jngn" mereka ini bukn sekandung,,
2023-04-28
0
vietha
deg2an ma saudara sendiri
2022-12-08
1
Rina Zulkifli
marathon 33 part..semangat 💪
2022-12-08
1