Di ruang keluarga ditemani kedua orangtua dan Jelita pastinya, Radit mulai mengeluarkan barang-barang dari koper. Macam-macam, ada sepatu, baju, jam tangan, dan lain-lain. Barang-barang itu Radit bagikan secara bergantian kepada orang yang mengelilinginya saat ini.
"Wah bagus sekali bajunya sayang. Kamu tahu aja kesukaan mama" puji Laura sambil mencium hangat kening sang putra.
"Ini untuk papa" Radit memberikan jam tangan dan sepatu kepada Surya.
Surya menyambut dengan senyum sumringah barang pemberian Radit.
Jelita memggosok-gosok telapak tangannya. Ia bersiap menyambut oleh-oleh yang akan diberikan Radit padanya. Ia yakin, sang kakak akan memberinya barang yang paling mahal bahkan lebih mahal dari yang diberikan Radit pada kedua orangtuanya. Tapi tak lama, Radit menutup kopernya. Jelita menatap aneh.
"Loh kak, oleh-oleh buat gue mana? Kok cuma mama sama papa aja yang dikasih?" Jelita menggerakkan kepalanya ke kiri dan ke kanan. Barangkali Radit menyembunyikan oleh-oleh untuknya di belakang. Tapi kemudian Radit berdiri.
Jelita menurunkan pandangannya. Jadi Radit sama sekali tidak membelikannya sesuatu. Padahal seminggu sebelum Radit pulang, ia sempat memesan untuk dibelikan satu buku favoritnya yang belum rilis di Indonesia. Jangankan barang mahal seperti harapannya. Bahkan pesanannyapun tidak ada. Jelita kecewa. Ia berlalu ke kamarnya dengan wajah ditekuk lesu.
"Nyebelin banget sih. Pasti dia lupa. Udah dibilangi jangan sampai lupa beli buku itu. Dasar pikun" Jelita menghentakkan kakinya ke lantai. Bibirnya menjulur ke depan menampilkan ekspresi manyun menggemaskan.
Kemudian ia berjalan menuju balkon dan menatap langit dari sana. Sebelumnya kamarnya tidak dilengkapi balkon tapi akhirnya Jelita meminta dibuatkan balkon agar ia tidak perlu repot-repot keluar kamar untuk memandang langit di malam hari. Kebetulan Jelita sangat suka melihat bintang-bintang di langit. Ia juga suka dengan udara dingin di malam hari. Apalagi setelah hujan. Wah itu udaranya sejuk banget.
"Ya sudahlah, ntar kalau bukunya sudah rilis disini, aku langsung cabut beli dah" Jelita berusaha menyemangati diri sendiri.
Sebuah buku dengan sampul berwarna putih bergambarkan setangkai mawar merah, ada di depan wajahnya.
"Kak Radit" Jelita berbalik dengan senyum merekah.
"Gue masih muda. Belum pikun" Radit menggoyangkan buku agar Jelita segera mengambil buku dari tangannya.
Ternyata Radit sama sekali tidak lupa dengan pesanan Jelita. Bagaimana mungkin ia lupa? Sedangkan orang yang paling ia rindukan selama mengecam pendidikan di New York ialah Jelita, adik kesayangannya.
"Thank you so much, kak. Ternyata lo gak senyebelin itu" seru Jelita meraih buku favoritnya.
Jelita masuk kembali ke kamarnya, duduk di kasur. Ia membuka plastik yang membungkus buku dengan tak sabar. Setelah itu Jelita larut ke dalam isi cerita dari buku yang sedang dibacanya. Ia mengabaikan Radit dan tidak tahu jika sang kakak masih ada di kamarnya.
"Suka banget ya ceritanya" Radit duduk di sebelah Jelita. Ia coba mengintip namun Jelita memiringkan badannya ke kanan.
"Apaan sih kak. Jangan ganggu deh. Kalau lo mau tahu ceritanya, ntar kalau gue udah kelar baca. Lo bisa baca sendiri. Lo mending pergi deh dari kamar gue. Gak usah ganggu gue"
Jelita membenarkan posisi duduknya lebih tegap lalu mundur ke belakang dan bersandar. Posisi seperti ini semakin membuatnya tidak ingin berhenti membaca. Radit pun mengikuti apa yang Jelita lakukan.
Hah!
Jelita membuang nafas jengah. Ia risih dengan kedua bola mata sang kakak yang terus saja memperhatikannya.
"Kak lo gak mau keluar apa dari kamar gue?"
"Gak. Gue mau tidur disini. Gue kangen banget sama lo, Ta" Radit menempelkan kepalanya di bahu Jelita. Ia memejamkan mata.
Jelita mengankat pundaknya dan menurunkannya lagi. Lalu melepas nafas berat.
"Jangan keras-keras, bau" ledek Radit tersenyum tipis.
Jelita meniupkan tangan kirinya berulang. Ia membuang nafas beruntun. Gak bau kok! Dasar si Radit resek.
"Sudah malam, waktunya tidur" tiba-tiba Radit menarik paksa buku dari tangan Jelita kemudian membuang sembarang.
Yeahhh
Teriak Jelita melengking. Matanya melotot marah.
"Kak, lo benar-benar nyebelin ya. Itu gue belum kasih tanda halamannya. Gue gak tahu sampai dimana gue bacanya. Sialan banget sih lo" Jelita menarik bantal lalu memukul secara brutal tubuh Radit.
Radit menggunakan lengan untuk melindungi wajahnya. Ia tahu Jelita pernah ikut taekwondo. Pasti tenaganya cukup kuat walaupun adiknya itu tetap saja seorang wanita. Radit bisa saja melawan namun ia kangen moment seperti ini. Dan membiarkan Jelita memukulnya tanpa henti.
"Kenapa lo gak melawan? Oh lo ngangap gue lemah gitu. Terus lo mau ngalah gitu. Gak lo harus lawan gue" kata Jelita dengan nafas tersengal.
Jelita naik ke atas tubuh Radit. Ia meraih guling lalu menekankan benda empuk itu ke wajah Radit. Tangan Radit melambai ke atas, mengisyaratkan jika ia menyerah karena mulai kehabisan nafas.
Ha...hah...haaa
Nafas kakak adik yang jarang sekali akur itu bergemuruh memenuhi ruangan. Guling yang menutupi dua lubang pernafasan Radit tadi jatuh ke lantai. Kini Jelita dibuat lelah oleh perbuatannya sendiri. Ia berbaring tak berdaya di sebelah pria yang selalu saja menganggu dan membuatnya kesal.
"Kak, gue capek banget" keluh Jelita ngos-ngosan.
"Lo cuman capek. Gue hampir mati tadi. Lo sekarang sadis banget mainnya"
"Lo sih nyebelin" timpal Jelita tak mau disalahkan.
Setelah nafas keduanya teratur kembali. Kamar menjadi senyap. Mata Radit fokus memandangi langit kamar. Begitupun Jelita.
"Kak, gue mau tidur"
"Gue juga mau tidur"
"Ya lo balik ke kamar lo, kak"
"Gue sudah bilang mau tidur disini. Memangnya gak boleh?"
"Lo serius mau tidur disini?"Jelita setengah bangun untuk melihat wajah kakaknya lebih jelas. Radit juga melakukan hal yang sama.
Keduanya saling bertatapan sejenak dalam kebisuan dan keheningan malam. Angin malam yang dingin menyeruak masuk dari arah balkon dan menerpa kulit keduanya. Radit meraih selimut yang tergeletak di ujung kasur. Kini kakak adik itu berada dalam selimut yang sama.
"Sekarang lebih hangat kan?" tanya Radit dengan tatapan dalam.
"Kak"
Seperti semilir angin yang bertiup kencang, Radit menarik punggung Jelita begitu cepat dan menenggelamkan gadis itu ke dalam relungannya.
"Lo tahu kan berapa perjalanan dari New York ke Indonesia. Bokong gue sampe sakit, duduk terus. Hah...gue ngantuk banget....
"Kalau ngantuk, tidur. Bukannya ngomong terus" ujar Jelita memotong ucapan sang kakak.
Radit tersenyum tipis lalu memejamkan matanya perlahan.
"Gue kangen banget sama lo, Ta" ucap Radit samar sebelum ia benar-benar tertidur.
"Gue juga, kak" balas Jelita dalam hati sambil mengalungkan lengannya di pinggang Radit.
Seakan menemukan tempat ternyamannya, Radit dan Jelita tidur nyenyak dalam pelukan yang menghangatkan tubuh. Udara yang dingin tak lagi menjadi penganggu. Dan justru dinginnya malam menambah moment intim kebersamaan mereka.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 69 Episodes
Comments
Qaisaa Nazarudin
Kok feeling ku kalo Radit itu Punya rasa lain ke Jelita,bukan perasaan kakak ke adek,tapi sebagai pasangan,Mereka juga pasti bukan adek kakak kandung kan.
2024-10-20
0
Puput
Othor yang baik hati ada yang typo
mengecam seharusnya Mengenyam
2023-08-19
0
Istrinya Jungkook🌻
aaaa bobok bareng dong🤭
2023-01-16
1