Satu jam lebih berada di jalan, akhirnya mereka pun sampai di depan kediaman Alexander Sanjaya.
Saat melewati pagar yang setinggi lima meter, dua satpam membukan pagar itu lebar-lebar. Lalu Farhan pun melajukan mobilnya itu memasuki halaman yang sangat luas, sangking luasnya hingga hampir mencapai satu hektar, hanya untuk halamannya saja.
Sesampai di depan rumah yang mirip sebuah istana itu, dua orang yang berdiri di depan rumahnya berlari kecil untuk membukakan pintu buat Rayyan dan Farhan.
Lalu Rayyan dan Farhan pun turun dari mobil dan berjalan tanpa menoleh ke kanan kiri, mereka menatap ke depan dengan tatapan dingin. Farhan berjalan di belakang Rayyan.
Saat mereka berada satu meter sebelum menuju pintu, pintu utama terbuka secara otomatis. Sehingga mereka tak perlu membuka sendiri yang membuat tangan mereka kotor, karena bisa jadi, pintu itu berdebu hanya saja tidak terlihat.
"Son, sudah pulang?" tanya Reyhan yang tengah ada di ruang tamu dan sedang memegang laptop dan beberapa berkas penting.
"Iya, Dad. Mommmy, mana?" tanyanya sambil duduk di kursi sedangkan Farhan berdiri di samping Rayyan.
"Ada di kamar, Son. Tumben kamu pulang jam segini?" tanya balik Reyhan.
"Mom yang nyuruh aku cepet-cepet pulang," jawabnya dengan wajah datarnya itu.
"OH ya Son, kemaren ...." belum selesai Reyhan bicara, Rayyan langsung memotongnya.
"Please, don't call me Son again, Dad. Not good to hear. Call me Rayyan or Ray, okay," ujarnya membuat Reyhan terkekeh, begitupun dengan Farhan yang diam-diam ikut menertawakan majikannya itu.
"Okay, sorry. Dad ulang ya, kemaren Salsa datang ke sini, nyari kamu," tuturnya memberitahu. Mendengar nama Salsa, membuat Rayyan menghela nafas kasar. Ia kenal Salsa saat umurnya tujuh belas tahun. Ronald membuat perayaan besar-besaran dan mengundang banyak para pengusaha kalangan atas dan juga semua karyawan yang menempati posisi penting di Perusahaan Alexander pun ikut hadir di pesta itu. Termasuk Sandy, seorang manager di Perusahaan Alexander. Sandy adalah Papanya Salsa. Sandy juga temennya Reyhan saat SMA sampai Kuliah. Untuk itu Sandy dan Reyhan cukup akrab. Sehingga sesekali Sandy datang ke rumah Reyhan untuk berbincang hangat atau sebaliknya Reyhan yang akan datang ke rumah Sandy untuk bermain seperti saat mereka masih muda dulu.
Saat Rayyan merayakan umurnya yang ke tujuh belas tahun, waktu itu Salsa masih umur dua belas tahun dan baru kelas satu SMP sedangkan Rayyan waktu itu sudah kuliah dan sudah semester akhir. Ya, umur mereka selisih lima tahun.
Namun sejak pertama lihat Reyhan, Salsa langsung jatuh cinta pada Rayyan. Namun sayangnya Rayyan, tak memperdulikannya bahkan bersikap dingin padanya. Karena dari dulu sampai detik ini, Rayyan tak berminat untuk mencari pasangan, ia hanya ingin terus mengembangkan bisnisnya dan juga bisnis keluarganya agar selalu berada di puncak atas. Jadi, ia gak mau bermain perasaan yang pada akhirnya akan membuat dirinya menjadi pria lemah. Apalagi wanita itu sulit di mengerti, dan cowok selalu serba salah di matanya. Dan Rayyan juga gak suka jika ada yang merecoki hidupnya. Jadi, dia memilih untuk sendiri dulu. Masalah jodoh, biarkan Tuhan yang mengatur, jika emang sudah waktunya dan dirinya sudah siap, pasti akan ada waktu dimana ia akan menikah bersama wanita yang ia cintai tentunya.
"Ngapain sih dia datang terus, Dad?" tanyanya tak suka.
"Ya cari kamu, sayangnya kamu gak ada di rumah. Jadi dia langsung pulang lagi. Dia cuma bentar di sini, gak sampai lima belas menit," jawabnya. Reyhan tau, jika putranya itu tak suka sama Salsa. Tapi ia juga tak bisa terang terangan mengusir Salsa, setiap kali Salsa datang ke rumahnya. Atau meminta Salsa tak lagi mencari keberadaan putranya itu, karena Reyhan tak enak sendiri ke teman akrabnya itu, siapa lagi kalau bukan Sandy, papanya Salsa.
"Huh, lain kali usir aja, jangan merasa gak enak terus, Dad. Emang Daddy gak bosen apa, hampir tiap hari juga Salsa datang ke sini?" tanyanya. Karena memang Salsa itu datang ke rumahnya itu kadang seminggu tiga kali, kadang bisa empat kali.
"Daddy gak enak sendiri, Son. Nanti dia ngadu sama Papanya," sahutnya. Reyhan orangnya emang gak tegaan, dan takut jika akan melukai perasaan orang lain, berbeda dengan Rayyan yang bisa bersikap dingin pada siapa aja. Jangankan melukai perasaanya, Rayyan bahkan tak akan segan membunuh siapa saja yang sudah mengusik hari-harinya apalagi buat mereka para pengkhianat, tak akan ada ampun bagi Rayyan.
"Astaga, kapan sih Daddy mau berubah? Kalau daddy gini terus, akan ada banyak yang memanfaatkan kebaikan Daddy," tutur Rayyan kesal.
"Ya mau gimana lagi, Dadddy emang dari dulu kayak gini," balasnya santai.
Rayyan lagi-lagi hanya bisa menghela nafas. Untung Perusahaan Alexander gak di pimpin langsung oleh Reyhan, kalau itu terjadi, bisa jadi Perusahaan Alexander akan bangkrut di tangan Reyhan. Ronald hanya memberikan Reyhan posisi yang biasa aja, itupun keseringan Reyhan bekerja di balik layar, sehingga Reyhan lebih sering di rumah untuk mengerjakan pekerjaannya. Ia hanya pergi ke kantor jika ada rapat bulanan, rapat sesama pemegang saham, dan rapat-rapat lainnya.
Namun walaupun dapat posisi biasa aja, Reyhan gak pernah marah, karena ia lebih nyaman seperti itu. Yunita pun mendukung suaminya, ia gak akan memaksa selagi itu bisa membuat suaminya nyaman mengerjakan pekerjaanya. Yunita malah senang Reyhan kerja di rumah karena ia bisa selalu berada di dekat suaminya dan ia gak perlu takut suaminya akan di ganggu pelakor, karena suaminya hampir gak pernah ketemu wanita lain selain dirinya, para asisten rumah tangga dan keluarganya.
Jika pun keluar, kadang Reyhan selalu mengajak Yunita kemanapun dia pergi. Sehingga mereka tak pernah terpisahkan, seperti magnet kemana mana selalu berdua.
Saat mereka tengah berbincang, Yunita datang.
"Loh sudah pulang, kenapa gak langsung menghampiri Mommy?" tanyanya, ia sedari tadi menunggu di kamar, enggak taunya putranya sudah sampai di rumah dari tadi.
"Aku juga baru sampai, Mom," dustanya. Padahal sudah dari tadi.
"Farhan, ayo duduk. Ngapain berdiri di sana, emang gak capek?" tanya Yunita yang menganggap Farhan seperti anak kandungnya sendiri.
"Enggak, Mom," jawabnya karena memang Yunita yang dulu meminta Farhan memanggil dirinya Mommy, sama seperti Rayyan. Awalnya Farhan gak mau, tapi karena dipaksa, akhirnya Farhan pun menurutinya.
"Sudahlah, duduk aja, Farhan. Atau kamu bisa kembali ke kamar kamu, gak papa. Lagian kita gak akan keluar lagi hari ini," tutur Rayyan. Mendengar Rayyan bicara seperti itu, Farhan pun memilih untuk diri. Karena ia gak mau mengganggu keharmonisan mereka bertiga. Ia juga sadar diri, dirinya di sini hanya orang luar. Walaupun sudah dianggap keluarga, tetap saja, dirinya hanya orang luar.
Farhan tinggal di Paviliun, rumah dengan luas 10X12 meter. Ukurannya tak terlalu besar dan hanya dua lantai saja. Rumahnya juga ada di belakang rumah utama, dan di sana hanya ada dua asisten rumah tangga yang membersihkan rumahnya dan membuatnya makanan.
Rumah utama sendiri, luasnya sebesar 112X150 meter dengan empat lantai. Dan ada sekitar 75 kamar. Paling luas adalah kamar Rayyan, yang merupakan kamar utama karena di kamar itu di bagi menjadi beberapa bagian yang saling terhubung satu sama lain.
Di rumah itu juga ada 30 asisten rumah tangga yang di bagi menjadi beberapa kelompok. Kelompok pertama akan membersihkan lantai dasar, kelompok kedua akan membersihkan lantai dua, kelompok ketiga akan membersihkan lantai tiga dan kelompok empat akan membersihkan lantai keempat. Untuk memasak ada dua koki terkenal yang sudah mempunyai banyak pengalaman di bidang makanan dang gizi. Untuk cuci baju dan lain sebagainya itu masuk ke kelompok kelima. Untuk koki, tidak masuk kelompok itu karena peran mereka penting di sini. Dan ada satu kepala pelayan yang akan mengurus mereka semua termasuk dua koki itu. Jadi walaupun dua koki itu tidak masuk dalam lima kelompok namun tetap mereka berdua berada di bawah naungan kepala pelayan.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 47 Episodes
Comments