Pria itu merasa akan benar-benar menjadi gila, dia kembali menyeret wanita itu untuk keluar. Namun lagi lagi wanita itu sudah kembali di dalam rumah. Karena saking lelahnya dengan situasi yang dialaminya saat itu. Ia pun berteriak dan melemparkan tubuhnya ke atas sofa, mengabaikan wanita itu seolah ia tidak ada. Hingga tak lama kemudian ia pun tertidur.
Keesokan paginya menjadi hari yang cukup cerah, menjadi awal yang menyenangkan untuk melakukan segala aktivitas. Perlahan cahaya matahari menerobos masuk mengenai sebagian wajah Ericsson.
Karena merasa terganggu, perlahan ia membuka mata. Rambut yang berantakan, lingkaran hitam di bawah kedua mata, hingga menguap dengan sangat lebar, ia pun beranjak untuk duduk. Namun ia merasa ada sesuatu yang didudukinya. Dan saat diperiksa, benar saja ada banyak kulit buah buahan yang menumpuk di sofa dan juga tempat lainnya. Seketika ia teringat wanita gila yang ia temui semalam. Matanya mulai memeriksa sekeliling, mencari keberadaan wanita gila yang mengganggunya semalaman.
Huh…baguslah jika dia sudah pergi.
Baru saja merasakan lega, rasa khawatir kembali muncul. Ketika hendak menapakkan kakinya ke lantai, ia merasa tengah menginjak seseorang. Perlahan matanya menurun melihat apa yang sebenarnya berada di bawahnya.
Duarrr….
Alexia tidur dibawah, dengan mulut yang penuh dengan sisa buah yang ia makan semalam. Seperti seorang anak kecil, ia meringkuk memeluk kedua lututnya.
"Cobaan apa lagi yang menghampiriku sekarang?" Mengacak rambutnya Ericsson berusaha berdiri perlahan untuk tidak membuat Alexia bangun. Merasa kepalanya yang akan pecah jika terus menerus memikirkannya, ia pun memilih membiarkannya terlebih dahulu untuk saat itu. Hingga ia melihat jam yang sudah hampir terlambat untuk bekerja.
***
Di tempat kerja, baru kali ini Ericsson telat begitu juga dengan pekerjaannya yang tidak beres. Untungnya hari ini bosnya pergi hingga tak ada yang mengawasinya untuk sementara. Sampai tak sengaja ia melihat sekelompok orang yang lewat di depan minimarket. Ia mengenali salah satu dari mereka. Dan itu adalah Brian adiknya. Dengan cepat Ericsson berlari keluar untuk menemui adiknya tersebut.
"Brian !!!" Teriak Ericsson dengan keras, hingga membuat orang disekeliling juga ikut menoleh.
Sedangkan Brian yang melihat kakaknya justru berlari untuk menjauh. Sampailah di sebuah jalan penyebrangan, dimana Ericsson tidak menyadari sebuah truk besar yang menghampirinya. Jaraknya saat itu sangat mustahil untuk menghindar. Hingga akhirnya truk tersebut menabrak Ericsson. Dan Ericsson pun terpental jauh dari tempatnya semula.
Mungkinkah hanya sampai di sini? Sepertinya kematian juga tidak buruk.
Dengan perlahan mata Ericsson mulai terpejam, hingga sebuah bayangan wanita bersayap terbang menghampirinya.
Bukankah dia wanita gila itu? Kenapa dia terbang?
Alexia melihat Ericsson yang terkapar setelah tertabrak truk. Ia pun terbang menghampirinya. Dengan kedua sayap putih yang mengembang, Alexia sudah seperti malaikat yang turun dari surga. Dia mulai menyentuh Ericsson dan menciumnya. Sebuah sinar muncul setelah mereka berciuman dan beberapa orang datang membawa Ericsson ke rumah sakit.
Sorot lampu terang menusuk kedua mata, bau obat-obatan tercium sangat kuat. Ericsson dengan perlahan mulai membuka matanya. Melirik ke samping, dan dilihatnya kedua mata Brian yang agak membengkak. Mungkin kah dia menangis? Ah bukan, pastinya dia hanya kebanyakan tidur saja.
"Eric, syukurlah kau bangun. Hampir aku mengira akan kehilangan mu." Memeluk kakaknya yang masih terbaring di tempat tidur rumah sakit.
Pletakkk…. Tangan Ericsson menjitak kepala adiknya. "Dasar kau ya, bagaimana bisa kau asal bicara seperti itu." Seru Ericsson yang memarahi adiknya tersebut.
"Tentu saja aku tidak asal bicara, soalnya aku lihat sendiri tadi. Truk itu menabrak mu dengan sangat keras. Bahkan tubuhmu terlempar jauh di jalanan. Dan saat itu semua orang mulai bicara kalau kau mungkin tidak akan selamat. Tapi sebuah keajaiban terjadi, dokter bilang bahwa kau tidak mengalami cedera yang serius, hanya luka lecet pada tangan dan kaki. Aku yang mendengarnya pun merasa heran. Tapi aku jauh merasa bersyukur bahwa kau tidak apa-apa." Brian menjelaskan semua kejadian yang dialami kakaknya.
Sedetik kemudian Ericsson melihat Alexia yang melayang di atas udara dengan kedua sayap putih mengembang. Hal tersebut membuat pria tersebut terdiam. Ia kembali teringat di saat terakhir mengalami kecelakaan. Ia juga melihat sosok Alexia yang sama, terbang ke arahnya dengan sayap putih. Dan disaat itu juga alexia mencium dirinya.
Jadi sungguhan dia seorang Dewi? Lalu mengapa aku diselamatkannya?
Pertanyaan tersebut muncul di kepala Ericsson saat itu.
****
Kembali ke rumah, dengan wajah datar Ericsson terus menatap Alexia yang saat itu duduk di depannya. Dia sekarang mulai percaya jika wanita itu memang seorang Dewi. Namun ada sedikit pertanyaan yang mengganjal dalam isi kepala nya, yaitu mengapa seorang Dewi datang dan mengganggu kehidupannya?
"Oi, ngliatin apa sih? Dari tadi ku panggil gak nyaut-nyaut." Ujar Brian yang menepuk pundak kakaknya. Karena ia tidak bisa melihat atau pun merasakan kehadiran Alexia yang tengah duduk di sofa berhadapan dengan Ericsson.
"Nggak ada, lagi pula kau ngapain dari tadi lama sekali di dapur?" Ericsson menyadari jika Alexia tidak dapat dilihat oleh Brian, karena selama di rumah sakit tidak ada satupun orang yang menyadari keberadaannya.
"Ah ini? Aku membuat bubur untukmu." Menyodorkan semangkuk bubur berwarna hitam ke kakaknya saat itu.
Ericsson hanya terpaku melihat warna bubur yang hitam di dalam mangkuk. "Kau yakin ini bisa dimakan?" Ia menatap adiknya sebentar, dengan ekspresi yang sedikit khawatir.
Sementara Brian dengan bubur masakannya yakin dan percaya diri, jika masakannya tersebut akan terasa begitu enak dan nikmat. "Tentu saja" sambil menunjukkan dua jempol tangan.
Masih menatap mangkuk bubur, yang memang kelihatan mengkhawatirkan. Bahkan itu lebih mengkhawatirkan dari keadaan Ericsson sekarang. "Baiklah, semoga saja aku tidak kembali ke rumah sakit setelah ini." Ujar Ericsson secara lirih.
Untuk beberapa saat Brian mengamati kakaknya yang terlihat baik-baik saja setelah kecelakaan, dan ia pun mulai memutuskan untuk pergi lagi. "Sepertinya kau baik-baik saja, kalau begitu aku bisa pergi sekarang. Dan lain kali jangan pernah berusaha mengejarku lagi. Semoga harimu menyenangkan!" Teriak Brian penuh semangat yang kemudian berlari pergi meninggalkan rumah.
"Hai jangan kabur, setidaknya kita harus bicara lebih dulu !" Ericsson yang juga ikut berteriak melihat Brian pergi tanpa bisa mencegahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 24 Episodes
Comments