Serasa sudah cukup dengan penampilannya yang tidak terlihat menor, Talia duduk di tepi ranjang sambil menunggu Bi Marni keluar dari kamar mandi.
Bi Marni yang tidak ingin mendapat amukan dari majikannya, cepat-cepat membersihkan kamar mandi.
"Akhirnya tugasku selesai juga, tinggal mengajak Nona Talia turun ke bawah dan mengajaknya ke ruang makan." Gumam Bi Marni sambil mengecek ulang isi dalam kamar mandi.
Tidak ada lagi yang kurang, Bi Marni segera keluar dari kamar mandi. Baru saja membuka pintunya, arah pandangannya tertuju pada Talia yang sudah rapi dengan penampilannya.
'Ternyata Nona Talia sangat cantik, bahkan melebihi Nona Lalita. Nama yang hampir mirip, juga sama cantiknya, tetapi masih lebih cantikan dengan Nona Talia ini.' Batin Bi Marni saat memperhatikan Talia dengan sisi sebelah kiri.
"Apakah Nona sudah siap untuk menemui Tuan Ricardo dan Nona Lalita?" tanya Bi Marni mengagetkan.
Tentu saja, Talia kaget dibuatnya.
Talia juga mencoba untuk meyakinkan dirinya untuk bertemu dengan lelaki yang sudah membelinya dari suaminya sendiri.
Benar-benar gi_la, pikirnya. Bagaimana mungkin, seorang suami merelakan untuk menjual istrinya sendiri demi supaya tidak hancurnya perusahaan, rela mengorbankan istri sendiri.
"Sebenarnya saya masih belum siap, Bi. Tapi, saya tidak mempunyai keberanian untuk menolaknya. Takut, jika nyawa sendiri yang akan menjadi taruhannya." Jawab Talia yang kembali teringat dimasa lalunya, masa lalu yang penuh kenangan pahit baginya.
"Kalau begitu, mari ikut Bibi, Non. Jangan takut, Tuan dan Nona, keduanya baik." Ucap Bi Marni sambil mengajaknya untuk segera menemui majikannya.
Talia yang tidak mempunyai pilihan lain, mau tidak mau, akhirnya menerima ajakan dari Bi Marni.
Sedangkan di ruang makan, Ricard bersama istrinya sudah duduk dengan rapi.
"Sayang, dimana perempuan itu? lama banget sih. Tau gini, aku gak buru buru keluar. Sayang banget kalau bedak aku harus luntur gara-gara menunggu orang yang gak penting."
"Jangan banyak bicara, sebentar lagi juga datang kesini. Aku sudah menyuruh Bi Marni untuk mengajaknya kemari. Jadi, tunggu aja sebentar." Jawab Ricard mencoba untuk menahan istrinya yang tidak bisa lepas dari make-up nya, lantaran takut kecantikannya akan pudar dari lelahnya menunggu sesuatu yang hanya membuang-buang waktunya semata, pikirnya.
Lalita yang tidak mempunyai pilihan lain, mau tidak mau ia harus bersabar.
Baru saja selesai berucap untuk memberi nasehat untuk istrinya, ternyata pandangannya tertuju pada arah dimana Talia berjalan mendekatinya.
Sontak saja, Lalita terkejut melihatnya. Perempuan yang tengah berdiri dari jarak yang tidak begitu jauh dengannya, Lalita benar-benar dapat melihatnya secara langsung. Lebih lagi dengan penampilannya yang berbeda, membuat Lalita terbakar api cemburu.
"Permisi, Tuan, Nona." Ucap Bi Marni sedikit menunduk.
"Bi Marni boleh kembali melanjutkan pekerjaan Bibi, silakan." Jawab Ricard sambil melirik ke arah Talia yang terlihat gugup.
"Baik, Tuan, Bibi permisi." Ucap Bi Marni segera kembali untuk melanjutkan pekerjaannya.
Sedangkan Talia, dirinya masih berdiri.
"Duduklah, kita sarapan pagi terlebih dahulu." Ucap Ricard dengan datar, begitu juga dengan tatapannya yang terlihat dingin.
Bukannya duduk, Talia masih diam dan bengong.
"Kamu itu bisa dengar atau tu_li, ha! dipersilahkan duduk itu, duduk. Bukan bengong macam orang tidak pernah masuk ke rumah mewah, da_sar perempuan kampungan." Bentak Lalita dengan perasaan cemburu, tentu saja asal main bentak.
"Diam, kamu." Sahut Ricard yang justru memarahi istrinya.
Lalita langsung menoleh pada suaminya, yang pastinya geram saat mendengar jika dirinya dibentak.
"Cepat kau duduk, jangan memancing emosiku." Perintah Ricard dengan tatapan yang lumayan terlihat tajam, tetapi masih ada aura dinginnya.
Talia yang tidak mempunyai cara lain selain menuruti lelaki yang sudah dikenalinya, dengan terpaksa ia duduk berhadapan dengan Lalita, istrinya Ricard.
"Isi perutmu dengan secukupnya. Makanan yang ada di hadapanmu itu, tidak perlu kamu cicipi, semua sempurna dengan selera lidahmu." Ucap Ricard sambil menyodorkan piring kosong pada istrinya, tentu saja untuk dilayani sebagaimana statusnya sebagai seorang suami.
Pemandangan yang terlihat begitu serasi itu, Talia hanya menunduk. Dirinya tidak ada hak untuk memperhatikan sepasang suami-istri yang terlihat baik-baik saja. Tentu saja, dirinya merasa heran dengan maksud membeli dirinya dari sang suami, jika kenyataannya yang ia lihat sepasang suami-istri yang begitu serasi dan tidak ada yang terlihat ada kekurangan apapun diantara keduanya untuk mendapatkan keturunan.
'Siapa sebenarnya perempuan ini? sepertinya mereka berdua sudah saling kenal, terlihat jelas dari ucapan suamiki, juga dari tatapan perempuan ini.' Batin Lalita sambil mengolesi rotinya dengan selai.
Talia yang tidak ingin berlama-lama saat sarapan pagi, cepat-cepat ia segera menghabiskan sarapannya. Sedangkan Ricardo yang sedari tadi tengah mengunyah nasi goreng, tetap menunjukkan sikap biasa-biasa saja dihadapan istrinya, juga di hadapan Talia.
Lalita yang sudah selesai duluan, langsung mengelap mulutnya dengan tissue. Kemudian, melirik ke arah Talia yang sedang menghabiskan porsi sarapan paginya.
Ketika semuanya sudah selesai sarapan pagi, Ricardo mengajak istrinya dan Talia untuk duduk di ruang keluarga.
Saat itu juga, arah pandangan Talia tertuju pada bingkai foto besar yang terpajang di ruang keluarga milik Ricardo. Hatinya terasa teriris saat melihatnya, sungguh menyayat hatinya.
Lain lagi dengan Lalita, semakin bingung saat melihat Talia yang menurutnya terlihat sangat aneh. Pertama, seperti melihat bahwa suaminya sangat mengenali Talia. Keduanya, melihat Talia seperti menahan sesuatu yang terpendam, namun tak kuasa untuk mengeluarkan beban yang tersimpan dalam hatinya.
Ricardo yang tidak ingin membuang-buang waktunya, langsung mengambil sesuatu didalam laci yang sudah dituliskan sebelumnya.
"Ini buat kamu, baca sampai akhir. Dan ini untuk kamu, baca juga sampai selesai. Aku tidak memilih, juga tidak membandingkan diantara kalian berdua. Yang pasti kalian berdua itu harus menerima perjanjian yang sudah aku buat. Ingat, kalau sampai ada yang melanggar, kalian berdua mau tidak mau akan menerima keputusan dariku, tiada terkecuali." Ucap Ricardo sambil menyodorkan lembaran kertas kepada istrinya maupun Talia yang hendak dinikahinya.
Diantara keduanya telah menerima lembaran kertas tersebut, dan membacanya dengan seksama. Bahkan, satu kalimat tidak ada yang tertinggal satu katapun.
Lalita yang membaca surat perjanjian dalam jangka yang lumayan cukup panjang waktunya, tidak mempunyai pilihan lain dari pada dirinya harus merelakan perutnya untuk hamil, lebih memilih menyetujuinya demi karirnya dan popularitasnya tidak menurun.
Berbeda lagi dengan Talia, dirinya terpaksa menyetujui bukan berarti tidak mau memiliki seorang anak, tapi lelaki yang akan menjadi ayah dari anak yang akan ia kandung, bukanlah lelaki yang dicintainya.
"Cepat kalian tanda tangani surat perjanjian itu, atau kalian akan mendapat resikonya yang lebih berat lagi." Perintah Ricardo yang sudah tidak sabar mendapat persetujuan dari kedua wanita yang ada di dekatnya itu.
"Ya, sayang. Tapi benar kan, setelah anak yang di kandung dia lahir, kamu akan langsung menceraikan perempuan ini?" tanya Lalita ingin tahu.
"Ya, setelah dia memberiku imbal balik dari apa yang sudah aku berikan pada suaminya, bagiku dia ini hanya sampah yang tidak ternilai." Jawab Ricard sambil mengarahkan pandangan ke arah Talia.
"Baiklah, aku akan menandatangani surat perjanjian ini." Ucap Lalita sambil melirik ke arah Talia yang masih memegangi surat perjanjian tersebut.
Talia yang mendengarnya, pun terasa jijik.
'Da_sar! dua-duanya memang sudah gi_la, gak ada satupun yang wa_ras.' Batin Talia sambil menatap ke lembaran kertas perjanjian.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments