"Perasaan semalam aku memeluk guling, tapi kemana gulingnya?" gumamnya sambil mengingat-ingatnya.
Tidak menemukan guling satupun di di tempat tidur, Talia masih bingung.
"Perasaan tadi malam ada di sini deh, kok gak ada ya." Ucapnya lirih sambil menggaruk tengkuk lehernya yang tidak gatal.
Tidak disadari, rupanya pintu kamar telah terbuka dan mengagetkan Talia yang masih mencari benda yang dimaksudkan yaitu bantal guling.
"Permisi, Nona. Maaf, jika Bibi sudah mengagetkan." Ucap seorang pelayan yang baru saja masuk ke dalam kamar.
"Gak kok, Bibi mau ngapain?" tanya Talia sambil berjalan mendekati asisten rumah, juga celingukan.
"Bibi mau membereskan kamar, juga membersihkan kamar mandi. Setelah itu, mengajak Nona untuk sarapan pagi bersama Tuan Ricardo dan juga istrinya. Perkenalkan, saya Bi Marni. Panggil saja, Bibi, atau Bi Marni." Jawabnya.
"Saya Talia Rata, silakan jika Bi Marni mau membereskan kamar ini. Tapi, Bi."
"Ada apa, Non?"
"Saya gak punya baju ganti, Bi."
"Tunggu sebentar, Bibi akan ambilkan baju ganti untuk Nona." Ucap Bi Marni dan mengambilkan baju gantinya di dalam lemari baju, tentunya sudah disiapkan oleh Tuan-nya.
Talia yang masih bercampur aduk akan perasaannya, tidak bisa berbuat apa-apa. Jangankan untuk kabur, berteriak saja tiada guna.
"Ini Non, baju gantinya." Ucap Bi Marni mengagetkan sambil menyodorkan baju ganti untuk majikannya yang masih di kelas dengan baik.
"Terima kasih ya, Bi. Maaf, jika saya sudah banyak merepotkan." Jawab Talia tanpa emosi, meski sebenarnya ingin memberontak saat dirinya merasa dijadikan barang jualan, merasa hina sehinanya.
Sedangkan di kamar lain, Lalita yang baru saja terbangun dari tidurnya, ternyata masih dalam keadaan polos. Tubuhnya yang mulus, kini masih berbalut selimut tebal, sisa ritual malamnya bersama suaminya.
Dengan seringainya, Lalita segera bangkit dan bergegas pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuhnya yang berasa lengket karena kejadian semalam yang begitu panas.
"Gak seperti biasanya si Ricard melakukannya begitu nikmat, apakah karena akan menceraikan aku? gak mungkin. Pernikahannya saja hanya sebuah kesepakatan karena aku malas hamil, sayang sekali jika perutku harus membesar, bisa-bisa kecantikan aku akan hilang. Apa lagi aku seorang model kecantikannya, tidak mungkin juga jika aku harus merusak tubuhku ini. Yang ada, suamiku akan bosan denganku." Gumamnya dengan rasa percaya diri.
Saat hendak mau bangkit dari posisinya, Ricard baru saja masuk ke kamar.
"Sayang, bantu aku dong. Gak tahu kenapa, kaki aku ini sakit banget." Ucap Lalita mencari kesempatan sebelum melepaskan suaminya untuk bercerai dengannya.
"Kenapa?"
"Kaki aku sakit, keknya terkilir deh." Jawab Lalita dengan dramanya.
"Mana, sini aku lihat."
Saat itu juga, Lalita langsung menarik tengkuk lehernya. Selanjutnya, langsung membuka selimut tebalnya. Dan kini, pemandangan yang indah itu telah terbuka dengan sempurna, dan membuat Ricard harus memandanginya.
"Kamu jangan gila, Lalita. Cepat segera mandi, jangan memancingku."
"Sayang, aku ingin melakukannya bersamamu. Bukankah sebentar lagi kita akan bercerai? tentu saja aku tidak mempunyai kesempatan untuk tidur bersamamu." Ucap Lalita dengan rayuannya, juga dengan nafasnya yang mulai menggoda suaminya.
"Aku sudah tidak mempunyai waktu, sekarang juga kamu segera mandi. Sebentar lagi waktunya untuk sarapan pagi, sekaligus memperkenalkan perempuan yang akan menjadi istriku nanti." Jawab Ricard dengan tatapan yang serius.
Lalita melotot, langsung menutupi tubuhnya dengan selimut.
"Kamu bilang apa tadi, perempuan yang akan menjadi istrimu nanti akan datang ke rumah ini?"
"Ya, benar. Makanya buruan mandi, perempuan yang akan menjadi istriku nanti, semalam itu sudah tidur di rumah ini. Jadi, persiapkan dirimu untuk bertemu dengannya."
"Perempuan yang akan menjadi istrimu itu, semalam tidur di rumah ini? apa kamu sudah gak wa_ras? aku belum bercerai denganmu."
"Kamu bilang apa tadi? aku sudah gak wa_ras? kamu pikir, aku menidurinya?"
"Tapi kan,"
"Gak ada tapi tapian, kamu cukup nurut jika kamu masih mau bertahan dengan pernikahan kita. Ingat, kalau bukan karena permintaan kedua orang tuaku untuk menikahimu, gak sudi aku menjadi suamimu."
'Si_al! ancaman itu terus yang selalu dijadikan umpan. Awas saja kamu, kalau sampai kamu beneran jatuh cinta dengannya, bakal aku penjarakan kamu.' Batin Lalita yang sudah mulai kesal, juga marah.
"Sudah sana cepetan mandi, jangan sampai aku yang memandikan kamu." Ucap Ricard yang juga sudah mulai terbawa emosi.
Lalita yang sudah tidak mempunyai pilihan lainnya, terpaksa menurutinya. Mau bagaimanapun, Lalita membutuhkan keluarga suaminya untuk menaikkan pamornya sebagai model kecantikan. Tentu saja, namanya akan terus menjulang. Meski kenyataannya suda bercerai, tetap akan bermain drama di depan publik.
Lain lagi di kamar yang di tempati Talia, masih sibuk membersihkan diri. Tidak memakan waktu yang lama, Talia sudah selesai mandinya. Kemudian, ia segera keluar dari kamar mandi.
"Bi, boleh tanya sesuatu gak?" tanya Talia yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Boleh. Silakan, jika Nona mau bertanya." Jawab Bi Marni.
"Saya takut loh, Bi."
"Takut kenapa, Non?"
"Takut bertemu dengan pemilik rumah ini, termasuk dengan istrinya, Bi." Jawab Talia sambil memegangi baju gantinya.
"Tenang saja, Non. Tuan Ricard orangnya baik. Kalau untuk Nona Lalita, agak cerewet, tapi baik juga kok." Ucap Bi Marni yang tidak mungkin juga menakuti perempuan yang diketahuinya akan menjadi istri majikannya.
Talia hanya tersenyum tipis kepada Bi Marni.
"Semoga saja, Bi. Makasih, Bibi sudah mau menjawab pertanyaan dari saya." Jawab Talia, dan ia langsung mengganti pakaiannya, tak peduli jika ada Bi Marni sekalipun.
'Nona Talia ternyata sangat cantik, kulitnya yang mulus, juga tidak kalah cantiknya dengan Nona Lalita. Pantas saja, Tuan Ricard mau menikahinya. Sayang sekali tujuannya menikah, hanya untuk mendapatkan keturunan. Nona Lalita benar-benar bo_doh, tidak mau memikirkan kedepannya. Yang dipikirannya hanya kecantikan dan kecantikan, padahal suaminya membutuhkan malaikat kecil yang akan menjadi penyemangat hidupnya.' Batin Bi Marni sambil membersihkan kamar mandi.
Talia yang tengah mengenakan pakaian yang sudah disiapkan oleh Ricard, merasa tidak percaya diri.
"Memangnya istrinya itu tidak bisa hamil kah, sampai-sampai membeli aku hanya untuk memberinya keturunan. Da_sar itu orang, dari dulu memang sudah gi_la. Apapun yang harus menjadi kemauannya harus terpenuhi. Eh ya, aku lupa. Aku kan minum pil penunda kehamilan." Gumamnya sambil membenarkan pakaiannya, dan teringat saat mau menikah, Talia sengaja minum obat untuk menunda kehamilan, lantaran suaminya yang belum siap.
Sambil berpikir, Talia memoles wajahnya dengan alat make-up yang sudah disediakan. Tipis-tipis dalam berdandan, memang Talia tidak menyukai sesuatu yang berlebihan, termasuk menor.
Selesai berdandan, Talia membuang napasnya dengan kasar. Tentunya, agar tidak menjadi gugup, dan tetap tenang saat berhadapan dengan lelaki yang menurutnya sangat keras kepala, pikirnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments
pipit
ceritanya bagus lanjut thor
2022-11-05
0