Cuci piring (part2)

"Ah sudahlah! Aku selalu kalah kalau berdebat denganmu. Ayo kita lanjut lagi" ucap Vivi.

Vivi tau, setiap kali ia semakin berusaha mendorong jauh Tama dari kehidupannya, maka semakin kuat pula Tama mendekatinya. Vivi bukan merasa risih atau jijik jika Tama selalu berada di sampingnya. Justru ia sangat bersyukur bahwa Tama selalu mewarnai harinya. Namun, ia selalu merasa bersalah karena tanpa Tama maupun Vivi sadari, ia telah menghabiskan waktu Tama.

"Permisi mba, saya diberitahu Nina bahwa di rumah makan ini membutuhkan tenaga pencuci piring. Apakah masih berlaku hari ini?" tanya Vivi pada seorang perempuan yang sedang sibuk mondar-mandir memindahkan piring kotor.

"Oh ya, kamu! Akhirnya datang juga. Ayo langsung aja ke sana. Nih eksekusi semua piring kotor ini. Ada-ada aja hari ini!" gerutu perempuan itu

Perempuan yang disapa Vivi pertama kali itu bersungut-sungut tak ada habisnya. Ia langsung menunjukkan tempat pencucian piring pada Vivi. Vivi yang tercengang karena kejadian begitu cepatnya hingga ia tak menyadari apa yang sebenarnya terjadi. Lalu disusul juga Tama yang digiring masuk oleh perempuan tadi untuk membantu Vivi.

"Ada apa Tam? Kamu kok ikutan masuk? 'Kan perjanjiannya hanya satu orang saja untuk lowongan pencuci piring di sini. Hayo, kamu ngajuin diri lagi ya jadi suka relawan? Tama 'kan udah aku bilang ...."

"Sstt...!! Diem dulu dong, belum juga aku jawab pertanyaanmu yang pertama udah dihujani pertanyaan yang lain. Dengerin dulu" ucap Tama seraya menutup bibirnya dengan jari telunjuknya mengisyaratkan Vivi untuk berhenti mengajukan pertanyaan.

"Perempuan yang tadi tuh, namanya bu Arini. Dia pemilik restaurant ini" jelas Tama.

"Pemilik restauran? Tapi dia kok ngangkatin piring kotor?" tanya Vivi heran.

"Makanya kalau aku cerita dengerin dulu, jangan main potong aja"

"Iya, iya, Tam ...." ucap Vivi menggantung.

"Tam? Tampan maksudnya?" ledek Tama, sontak dibalas cubitan oleh Vivi.

"Aduh! Sakit tau! Jadi gini ceritanya, restaurant ini sebenarnya mempekerjakan dua orang di bagian cuci piring, tapi satu orang sudah keluar karena alasan suaminya sakit-sakitan terus, makanya bu Arini buka lowongan untuk bagian cuci piring. Nah, tadi pagi, bu Arini dapat kabar dari pegawai bagian cuci piring yang satunya, katanya mendadak terjadi kecelakaan. Sedangkan resto lagi ramai-ramainya pengunjung. Akhirnya ia turun tangan juga ke dapur. Gitu ceritanya neng cantik"

"Terus?" tanya Vivi masih belum mengerti inti dari cerita Tama.

"Terus pas liat kamu datang sama aku, akhirnya aku disuruh menggantikan pegawai yang kecelakaan itu. Eits, tenang aja kali ini, aku juga dibayar kok, jadi kita resmi sedang magang, hehe" ucap Tama memotong gelagat Vivi yang hendak melontarkan penolakannya jika Tama bekerja secara gratisan.

"Oh gitu, ku pikir kamu mau gak dibayar lagi kayak di resto Padang tadi" ucap Vivi.

"Ya enggak dong, 'kan aku juga butuh uang buat melamar kamu" ucap Tama.

Mendengar ucapan Tama, pipi Vivi bersemu merah.

"Apa sih kamu tuh! Ayo, cepet cuci piringnya, nanti kita pulangnya kemaleman" ucap Vivi membalikkan badannya menghadap bak cucian piring. Ia berusaha menyembunyikan rona merah di wajahnya. Namun sayangnya, Tama sudah terlebih dahulu melihat semburat merah di wajah Vivi. Tama tersenyum, ia sangat yakin bahwa di dalam hati Vivi memiliki perasaan yang sama dengan dirinya meski hanya secuil.

.

.

"Wah, untung kalian datang tepat waktu, resto saya terselamatkan sama kalian. Terima kasih banyak ya" ucap bu Arina.

"Oh, iya. Ini bayaran kalian. Dan ini bonus buat kalian, karena sudah menyelamatkan resto saya di pos pencucian piring. Nih ambillah!"

Bu Arina memberikan masing-masing dua amplop putih pada Vivi dan Tama. Mereka saling pandang setelah menerima amplop dari bu Arina.

"Terima kasih banyak bu. Ini banyak banget!" ucap Vivi sumringah.

"Oh iya, lain kali kalau saya butuh kalian lagi, jangan sungkan lagi. Langsung aja ke sini ya" ucap bu Arina lagi.

"Siap bu! Kami pamit pulang bu. Sekali lagi terima kasih banyak" ucap Vivi.

Mereka lantas keluar restaurant dengan perasaan penuh kepuasan. Puas karena telah mendapatkan hasil kerja keras mereka hari ini.

"Ayo, kita cepat pulang!" seru Tama mengulurkan tangannya ada Vivi.

Vivi menyambut uluran tangan Tama, mereka berjalan bergandengan tangan di sepanjang jalan bak pasangan anak muda yang sedang kasmaran. Namun, sayangnya mereka bukanlah pasangan anak muda yang sedang kasmaran, melainkan wajah mereka berseri-seri karena perasaan mereka masing-masing. Vivi sumringah karena hari ini ia mendapatkan uang melebihi dari perkiraannya. Ia bisa membayar tunggakan kontrakannya hingga lunas dari hasil bayaran cuci piring tadi. Dan bahkan masih ada lebihan uang untuk biaya makan sehari-hari. Sedangkan, wajah Tama berseri-seri karena hari ini ia bisa meyakinkan hatinya bahwa kelak ia bisa membuat pujaan hatinya jatuh cinta padanya.

"Aku pulang ya, kamu yakin gak mau diantar?" ucap Tama.

Mereka sudah sampai di persimpangan jalan. Rumah mereka berbeda arah, sehingga mereka harus berpisah dipersimpangan jalan itu.

"Iya, gak apa-apa, kamu gak usah nganterin aku. Kalau kamu nganter aku, nanti kamu pulangnya bisa sampai malam. Aku takut mami papimu marah" ucap Vivi.

"Oke deh kalau begitu, aku pergi ya. Sampai ketemu hari senin di sekolah!" seru Tama saat angkot tujuan ke rumahnya sudah datang. Vivi melambaikan tangan, melepas kepergian Tama.

***

"Mah, aku udah pulang ...." ucap Vivi sesampainya di teras rumah.

Ia lantas membuka sepatu kemudian ia letakkan ke atas rak sepatu kecil di hadapannya.

"Mah, ini Vivi bawakan martabak kesukaan mama" ucap Vivi.

Ia lantas dengan cekatan mengambil peralatan makan seperti piring, sendok dan gelas untuk mereka makan.

Vivi membeli banyak makanan sebagai bentuk berbagi kebahagiaannya pada ibunya yang selama ini tak pernah membeli makanan untuk ibunya. Ia selalu mendapat makanan lebihan kantin dari mpok Ati.

"Banyak banget makanannya Vi, uang dari mana?" ucap ibunya diselingi suara batuk kering.

"Tenang aja mah, semua ini Vivi dapet beli dari hasil kerja hari ini. Ayo mah kita makan" ucap Vivi.

Ia membeli ayam goreng, sayur sop dan martabak.

"Kamu kerja apa, sayang? Bayarannya banyak banget" tanya ibunya heran.

"Vivi tadi kerja sambilan cuci piring di dua resto, mah. Restoran Padang dan restoran khas Sunda. Bayarannya lumayan banyak, soalnya resto lagi banyak pengunjung, mah" Vivi menjelaskan secara rinci pekerjaan yang tadi ia lakukan bersama Tama.

Mendengar kata Tama disebut, ibunya sempat berfikir agar anaknya jangan terlalu dekat dengan laki-laki. Ia tak mau kesalahannya di masa lalu terulang kembali pada anaknya.

"Kamu suka sama Tama, Vi?" tanya ibunya. Vivi yang sedang mengunyah martabak seketika menghentikan kunyahannya.

"Mama tidak akan melarang kamu untuk dekat dengan siapa pun bahkan teman laki-laki sekalipun. Mama hanya ingin kamu lebih berhasil daripada mama" ucap mama kemudian.

"Iya, mah. Vivi ngerti kok. Vivi hanya berteman dengan Tama, gak lebih. Mama tenang aja ya" ucapnya.

Mereka melanjutkan makan malam mereka dalam diam, larut dengan pikiran mereka masing-masing.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!