BAB 3

"Jangan begini mas, Nilam belum siap." Wajah Nilam terlihat panik, menatap sang kekasih penuh permohonan.

"Apa yang membuat kamu ragu Nilam? Kedua orang tua aku, bukan orang kolot yang akan memutuskan segala sesuatu seperti keinginan mereka. aku yakin mereka akan merestui hubungan kita." Pandu berusaha meyakinkan Nilam, namun gadis itu tetap ragu.

Ada hal yang tidak bisa ia pahami, kenapa hati kecilnya selalu menolak bila Pandu berniat mengenalkan dirinya sebagai kekasih.

"Aku tahu mas, mereka adalah orang tua yang baik, dan bos yang bijaksana. Tapi aku mohon, mas mengerti. Aku belum siap mas, aku takut. Aku merasa gak pantas untuk mas." Ucapnya, dengan kepala menunduk.

Pandu memejamkan mata, menghela nafas dalam guna melepas emosi yang menghampirinya.

Ia paham kegelisahan yang dirasakan Nilam. Sangat mengerti dengan ketakutan gadis itu. Namun harus dengan cara apa ia meyakinkan? Orang tuanya pasti akan menyetujui hubungan mereka. Ia yakin itu.

"Ya sudah, gak usah dipikirkan. Maaf kalau mas buat kamu gak nyaman. Kamu makan dulu ya, mas balik dulu." Akhirnya Pandu mengalah.

Meninggalkan gadis itu sendiri, sementara dirinya kembali ke kediaman orang tuanya yang letaknya tidak jauh dari gudang tempat biasa Nilam bekerja.

Nilam menatap punggung Pandu yang melangkah menjauh, hatinya sakit entah karena apa.

Ia merasa, hubungannya dengan Pandu tidak akan berjalan seperti yang mereka harapkan.

"Maaf Lam, antrenya lama." Amanda datang dengan beberapa kantung kresek di tangannya.

"Loh itu apa? Katanya kamu bawa bekal, ini bekal kamu?" Mata Amanda menangkap paper bag yang ada di pangkuan nilam.

Nilam gelagapan, tidak tahu harus menjawab apa.

"Mmm anu, ini itu dikasih orang. Mmm seseorang baru aja datang kasih makanan ini. Katanya dia buru-buru gak sempat makan. Daripada nanti dingin, gak enak dimakan. Jadi aku yang dikasih." Wajah Nilam kembali panik, bola matanya ke sana ke mari mencari objek yang tepat untuk dilihat.

Tentu saja itu membuat Amanda curiga. Namun, tidak ada alasan untuknya saat ini mengintrogasi sang sahabat. Meski ragu, gadis itu mencoba untuk percaya.

"Ya udah yuk makan, nanti keburu jam makan siang habis." Nilam segera membuka paper bag yang dipangkunya, dan mengambil kotak makan di dalamnya.

"Nih, kita makan bareng." Ucapnya lagi, menyodorkan makanan tersebut ke arah Amanda.

Amanda hanya menganggukkan kepala.

Mereka akhirnya makan bersama. Sambil bercerita tentang hal-hal ringan yang terjadi di sekitar mereka.

***

Baskara masih di lokasi tanah yang rencananya akan dijual. Ia dan beberapa orang, yang berniat hendak membeli lahan tersebut tengah meninjau lokasi.

Ponselnya berbunyi, menghentikan langkahnya ditengah terik matahari.

"Ya paman," Sahutnya saat panggilan sudah terhubung.

"Bas, kamu sibuk nak? Nanti malam makan di sini ya." Suara laki-laki paruh baya yang selama ini memperlakukannya seperti anak sendiri.

"Ya paman, nanti Bas ke sana. Ini masih di desa sebelah, lihat lokasi."

"Ooh syukurlah sudah mulai ada kerjaan" Terdengar suara penuh kelegaan dari seberang.

"Doakan ya paman, agar ini jadi." Pintanya dengan tulus.

"Pasti. Paman selalu berdoa yang terbaik untuk anak-anak paman. Termasuk kamu. Ya sudah, lanjutkan. Paman tutup dulu."

"Ya paman." Kemudian panggilan berakhir.

Setiap kali pamannya itu mengajaknya bicara, ada rasa tenang yang menjalar di hatinya. Perasaan yang tidak ia rasakan saat dengan orang lain sekalipun itu ayahnya sendiri.

Meski hubungan mereka hanyalah paman dan keponakan jauh, namun kedekatan mereka seperti paman dan keponakan kandung rasanya.

Baskara tersenyum setelah mendapat panggilan. Membuat calon pembelinya usil menggoda.

"Bas dapat telepon langsung senyum-senyum aja, pasti dari calonnya ya?"

"Ah, gak kok. Ini dari paman saya, minta saya makan di rumahnya nanti." Terangnya

"Ooh, kirain dari pacarnya."

"Mana ada yang mau sama saya, orang gak punya apa-apa begini."

Ucapnya, sambil menatap tanah yang dipijaknya.

"Alah, siapa yang gak tahu kamu? Bapakmu terkenal sebagai tuan tanah di desa kamu kan?" Calon pembelinya itu rupanya cukup tahu latar belakang dia dan keluarganya.

Baskara hanya menanggapi dengan senyum.

Harta.

Sebanyak apapun yang kita punya, kalau kita tidak bisa menggunakannya dengan baik, pasti akan cepat habis. Begitulah yang terjadi di keluarganya.

Dulu, kakeknya memang terkenal adalah pemilik lahan terluas di desanya. Namun, karena ayah serta paman-pamannya tidak bisa mengelola pemberian orang tua mereka, semua itu perlahan habis.

Kini hanya tersisa beberapa hektar saja, dan semua harus dibagi-bagi. Bahkan warisan untuk sang ayah, kini hanya tersisa 50 are saja. Haruskah dia merasa bangga dengan hal itu? Atau malu?

Biarkan saja orang berpikir bagaimana, ucapnya dalam hati.

***

Akhirnya hari melelahkan Baskara berakhir. Kesepakatan sudah tercapai. Tinggal besok menyelesaikan semua di notaris.

Ia bisa bernafas lega, tersenyum gembira hari ini. Setidaknya, usahanya tidak sia-sia.

"Mau kemana kamu?" Sang ibu bertanya dengan wajah yang tidak pernah ramah.

"Mau keluar, ada acara." Jawaban singkat ia berikan

"Utari mau dilamar, kamu usahakan agar bisa membuatkan dia acara di rumah." Ucap ibunya tanpa ragu.

"Aku belum punya uang Bu. Gak janji bisa bantu berapa." Jawabnya, sambil mengikat tali sepatunya.

"Ya kamu usahakan donk. Kasihan Utari kalau gak kita buatkan acara di rumah! Kamu kan kakaknya! Tanggung jawab kamu itu."

"Bu! Kenapa sih? Kalau soal uang, aku yang harus tanggung jawab. Tapi untuk hal lain, rasanya aku tidak punya hak apa pun di rumah ini. Kalau ibu tidak mau aku ikut campur urusan Utari, ya sudah aku gak akan ikut campur dalam hal apapun. Jangan minta aku membiayai pernikahan dia. Aku juga punya urusan sendiri, keperluan sendiri, yang orang lain tidak perduli akan hal itu." Baskara berdiri kemudian bergegas meninggalkan sang ibu.

Rasanya pengap tinggal di rumah itu. Tapi ia bisa apa? Meski sering kali merasa sakit hati, Baskara berusaha bertahan karena dia adalah anak pertama yang harus bertanggung jawab atas keluarganya.

Sang ayah, kini tinggal dengan istri ke duanya, dan tidak terlalu perduli dengan istri pertama juga anak-anaknya.

Kakinya melangkah pasti, menuju sepeda motor bututnya terparkir. Rencananya, sebelum ke rumah sang paman, ia berniat membeli beberapa makanan sebagai buah tangan. Bersyukur uang yang diberi Nilam masih ada, hingga ia tidak harus malu karena bertamu dengan tangan kosong.

"Eh mas Bas," Sapa Damar yang baru saja memarkirkan motornya di samping motor baskara. Baskara yang terlebih dahulu tiba, sengaja menunggu saat tahu motor Damar di belakangnya.

"Dari mana Mar?" Tanyanya

"Habis buat tugas kelompok mas. Mas tumben main ke sini?"

"Hehe ya, kebetulan ada kesibukan." Ucapnya beralasan

Damar hanya menanggapinya dengan anggukan.

Mereka melangkah beriringan menuju pintu utama.

"Yah ... Bu... Ada mas Bas nih." Ucap Damar saat tubuhnya baru saja masuk ke dalam rumah.

"Ya ... Gak usah teriak, ibu belum budek. Kebiasaan kamu itu." Omel sang ibu, keluar dari dapur.

"Bik ..." Sapa Baskara sopan.

"Ini ada gorengan sama martabak," Ucapnya lagi sembari mengulurkan kantung kresek yang dibawanya.

"Waah makasih nak, jadi ngerepotin ini." Ucap wanita paruh baya itu.

"Ayo, paman kamu masih mandi, sebentar lagi keluar. Kamu tunggu di depan tv aja ya."

"Ke kamarku aja mas yuk," Ajak Damar sambil menarik tangan Baskara.

Mereka cukup akrab, sebab sifat damar yang santai dan suka bergaul membuat mereka cukup sering bertemu di tongkrongan.

"Bik, aku nunggu bareng Damar saja ya."

"Oh ya, boleh-boleh." Ucap wanita itu. Kemudian mereka melangkah menuju tujuan masing-masing. Damar dan Baskara menuju kamar, sementara wanita paruh baya itu melanjutkan pekerjaannya di dapur.

Terpopuler

Comments

auliasiamatir

auliasiamatir

beuuhh bapak nya dajal juga ternyata

2023-01-24

0

auliasiamatir

auliasiamatir

iya nih, buk jangan terlalu lah sama ank,

2023-01-24

0

AdindaRa

AdindaRa

Satu tips iklan mendarat untuk kakak

2023-01-06

0

lihat semua
Episodes
1 BAB 1
2 BAB 2
3 BAB 3
4 BAB 4
5 BAB 5
6 BAB 6
7 BAB 7
8 BAB 8
9 BAB 9
10 BAB 10
11 BAB 11
12 BAB 12
13 BAB 13
14 BAB 14
15 BAB 15
16 BAB 16
17 BAB 17
18 BAB 18
19 BAB 19
20 BAB 20
21 BAB 21
22 BAB 22
23 BAB 23
24 BAB 24
25 BAB 25
26 BAB 26
27 BAB 27
28 BAB 28
29 BAB 29
30 BAB 30
31 BAB 31
32 BAB 32
33 BAB 33
34 BAB 34
35 BAB 35
36 BAB 36
37 BAB 37
38 BAB 38
39 BAB 39
40 BAB 40
41 BAB 41
42 BAB 42
43 BAB 43
44 BAB 44
45 BAB 45
46 BAB 46
47 BAB 47
48 BAB 48
49 BAB 49
50 BAB 50
51 BAB 51
52 BAB 52
53 BAB 53
54 BAB 54
55 BAB 55
56 BAB 56
57 BAB 57
58 BAB 58
59 BAB 59
60 BAB 60
61 BAB 61
62 BAB 62
63 BAB 63
64 BAB 64
65 BAB 65
66 BAB 66
67 BAB 67
68 BAB 68
69 BAB 69
70 BAB 70
71 BAB 71
72 BAB 72
73 BAB 73
74 BAB 74
75 BAB 75
76 BAB 76
77 BAB 77
78 BAB 78
79 BAB 79
80 BAB 80
81 BAB 81
82 BAB 82
83 BAB 83
84 BAB 84
85 BAB 85
86 BAB 86
87 BAB 87
88 BAB 88
89 BAB 89
90 BAB 90
91 BAB 91
92 BAB 92
93 BAB 93
94 BAB 94
95 BAB 95
96 BAB 96
97 BAB 97
98 BAB 98
99 BAB 99
100 BAB 100
101 BAB 101
102 BAB 102
103 BAB 103
104 104
105 BAB 105
106 BB 106
107 BAB 107
108 BAB 108
109 BAB 109
110 BAB 110
111 BAB 111
112 112
113 BAB 113
114 BAB 114
115 BAB 115
116 BAB 116
117 BAB 117
118 BAB 118
119 BAB 119
120 BAB 120
121 BAB 121
122 BAB 122
123 BAB 123
124 BAB 124
125 BAB 125
126 BAB 126
127 BAB 127
128 BAB 128
129 BAB 129
130 BAB 130
131 BAB 131
132 BAB 132
133 BAB 133
134 BAB 134
135 BAB 135
136 BAB 136
137 BAB 137
138 BAB 138
139 BAB 139
140 BAB 140
141 BAB 141
142 BAB 142
143 BAB 143
144 BAB 144
145 BAB 145
146 BAB 146
147 BAB 147
148 BAB 148
149 BAB 149
150 BAB 150
151 BAB 151
152 BAB 152
153 BAB 153
154 BAB 154
155 BAB 155
156 BAB 156
157 BAB 157
158 BAB 158
159 BAB 159
160 BAB 160
161 BAB 161
162 BAB 162
163 BAB 163
164 BAB 164
165 BAB 165
166 BAB 166
Episodes

Updated 166 Episodes

1
BAB 1
2
BAB 2
3
BAB 3
4
BAB 4
5
BAB 5
6
BAB 6
7
BAB 7
8
BAB 8
9
BAB 9
10
BAB 10
11
BAB 11
12
BAB 12
13
BAB 13
14
BAB 14
15
BAB 15
16
BAB 16
17
BAB 17
18
BAB 18
19
BAB 19
20
BAB 20
21
BAB 21
22
BAB 22
23
BAB 23
24
BAB 24
25
BAB 25
26
BAB 26
27
BAB 27
28
BAB 28
29
BAB 29
30
BAB 30
31
BAB 31
32
BAB 32
33
BAB 33
34
BAB 34
35
BAB 35
36
BAB 36
37
BAB 37
38
BAB 38
39
BAB 39
40
BAB 40
41
BAB 41
42
BAB 42
43
BAB 43
44
BAB 44
45
BAB 45
46
BAB 46
47
BAB 47
48
BAB 48
49
BAB 49
50
BAB 50
51
BAB 51
52
BAB 52
53
BAB 53
54
BAB 54
55
BAB 55
56
BAB 56
57
BAB 57
58
BAB 58
59
BAB 59
60
BAB 60
61
BAB 61
62
BAB 62
63
BAB 63
64
BAB 64
65
BAB 65
66
BAB 66
67
BAB 67
68
BAB 68
69
BAB 69
70
BAB 70
71
BAB 71
72
BAB 72
73
BAB 73
74
BAB 74
75
BAB 75
76
BAB 76
77
BAB 77
78
BAB 78
79
BAB 79
80
BAB 80
81
BAB 81
82
BAB 82
83
BAB 83
84
BAB 84
85
BAB 85
86
BAB 86
87
BAB 87
88
BAB 88
89
BAB 89
90
BAB 90
91
BAB 91
92
BAB 92
93
BAB 93
94
BAB 94
95
BAB 95
96
BAB 96
97
BAB 97
98
BAB 98
99
BAB 99
100
BAB 100
101
BAB 101
102
BAB 102
103
BAB 103
104
104
105
BAB 105
106
BB 106
107
BAB 107
108
BAB 108
109
BAB 109
110
BAB 110
111
BAB 111
112
112
113
BAB 113
114
BAB 114
115
BAB 115
116
BAB 116
117
BAB 117
118
BAB 118
119
BAB 119
120
BAB 120
121
BAB 121
122
BAB 122
123
BAB 123
124
BAB 124
125
BAB 125
126
BAB 126
127
BAB 127
128
BAB 128
129
BAB 129
130
BAB 130
131
BAB 131
132
BAB 132
133
BAB 133
134
BAB 134
135
BAB 135
136
BAB 136
137
BAB 137
138
BAB 138
139
BAB 139
140
BAB 140
141
BAB 141
142
BAB 142
143
BAB 143
144
BAB 144
145
BAB 145
146
BAB 146
147
BAB 147
148
BAB 148
149
BAB 149
150
BAB 150
151
BAB 151
152
BAB 152
153
BAB 153
154
BAB 154
155
BAB 155
156
BAB 156
157
BAB 157
158
BAB 158
159
BAB 159
160
BAB 160
161
BAB 161
162
BAB 162
163
BAB 163
164
BAB 164
165
BAB 165
166
BAB 166

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!