BAB 2

"Mas Bas, makasi udah antar Nilam ya. Maaf ngerepotin." Ucap gadis itu, saat Baskara berpamitan hendak kembali ke kampung.

"Gak usah kaku gitu Lam, mas senang kok bisa antar kamu." Baskara menatap Nilam yang tersenyum canggung padanya.

"Hati-hati mas," Ucap Nilam lagi, sambil memasukkan sesuatu ke kantung jaket Baskara.

"Tolong jangan ditolak, Nilam gak bayar mas Bas, Nilam hanya berbagi rejeki sama mas. Dan doakan Nilam agar selalu dikasih sehat serta kelancaran rejeki."

Siapa yang bisa menolak ucapan gadis dengan tatapan teduh itu?

"Baiklah. Terimakasih banyak ya Lam, semoga rejeki selalu mengalir untuk kamu. Ya sudah, mas jalan dulu ya. Ingat pesan orang tua kamu. Jaga diri baik-baik." Ucap Baskara

'Dan itu juga pesanku Lam,' Lanjutnya dalam hati.

***

Baskara membelah jalanan dengan laju lebih cepat dari sebelumnya. Selain karena ia berkendara sendiri, hari sudah beranjak sore. Ia tidak mau sampai di rumah saat hari sudah gelap.

Hari ini adalah hari yang panjang bagi pemuda itu. Menghela nafas berat, ditengah perjalanan panjang yang ia lalui seorang diri.

Sanggupkah ia meraih hati gadis itu?

Meski restu dari sang guru rupaka sudah ia kantongi. Namun sadar akan diri yang tidak memiliki kemampuan serta kekuatan, ingin rasanya Baskara mundur dan menyerah.

"Paman percaya, kamu bisa menjaga Nilam." Pesan dari seseorang yang selama ini sangat ia hormati.

"Tapi paman tahu kan, aku siapa dan seperti apa?"

"Paman tahu. Sangat tahu kamu. Itu sebabnya paman titipkan Nilam padamu."

"Tapi aku seorang pemabuk, aku penjudi. Aku juga tidak punya pekerjaan tetap."

"Kamu meragukan Nilam? Dia bahkan lebih dari sekadar sanggup untuk bertahan di tengah badai. Kamu hanya perlu memberinya dukungan. Menjaga hatinya dengan tetap setia. Paman tidak meminta kamu meninggalkan kebiasaanmu, karena paman tahu, bukan itu yang hatimu mau. Dan paman percaya, kamu akan kembali menjadi Baskara yang bersinar."

Laki-laki tua, dengan keriput, dan rambut putih itu, berkata dengan tatapan lembut namun mampu menembus jantung Baskara.

'Ah, semoga saja aku tidak mengecewakan beliau nanti.' Gumam Baskara pasrah.

Meski ia sudah melajukan motornya dengan kecepatan lebih, namun tetap saja hari sudah gelap ketika ia sampai di rumahnya.

Baru saja ia membuka pintu depan, matanya langsung tertuju pada sang ibu yang tadi pagi membuatnya sakit hati.

Dilihatnya wanita tua itu tengah duduk dengan kedua tangan menutup wajahnya.

"Ibu kenapa?"

Saking wanita itu terhanyut dalam kesedihan, hingga suara motor dan derit pintu tak mampu ia dengar.

"Kamu kenapa mengagetkan ibu! Mau ibu cepat mati?!" Ketus.

Itu yang selalu sang ibu tampilkan padanya.

"Kenapa menangis?" Kembali Baskara bertanya.

"Adik kamu Utari! Belum juga mendapat ijasah SMA, sudah datang laki-laki meminangnya. Ibu harus bagaimana?"

"Ya kalau ibu gak setuju, tinggal bilang saja. Apa susahnya?!"

"Ya. Ibu bilang tidak setuju! Dan tujuh bulan lagi seluruh kampung, bahkan seluruh dunia akan mencemooh kita. Karena di sini lahir anak haram!"

Mata baskara membelalak terkejut. Tidak percaya, sang adik bisa kelewat batas seperti itu. Rahangnya mengeras. Rasa lelah karena pulang pergi selama lebih dari 5 jam, musnah berganti amarah yang tidak dapat ia tahan.

"Di mana Utari?" Tanyanya dengan suara berat menahan emosi.

"Jangan melakukan apapun pada adikmu. Dia tidak sepenuhnya bersalah. Dia masih kecil, belum mengerti apa-apa."

"Bu! Ini yang membuat dia jadi seperti ini! Ibu selalu membelanya. Menganggap setiap kesalahannya adalah wajar sebab dia masih kecil. Sejak kapan anak kecil bisa membuat anak kecil Bu!" Suara Baskara menggelegar, memenuhi ruangan bahkan terdengar hingga luar rumah.

"Pelankan suaramu! Kamu mau membuat keluarga kita malu? Kalau tetangga dengar bagaimana?"

Baskara menarik nafas dalam. Mencoba menghirup sebanyak-banyaknya oksigen ke dalam paru-parunya.

"Terserah ibu sekarang. Aku gak tahu harus berbuat apa. Toh juga selama ini, ibu tidak pernah menganggap pendapatku penting kan?"

Kemudian ia berlalu menuju kamarnya.

Setibanya di kamar, ia melemparkan jaket yang sedari tadi melindunginya dari panas dan angin diperjalanan. Sebuah amplop terjatuh dari salah satu kantongnya. Ia baru ingat, itu amplop yang diselipkan Nilam sebelum ia kembali.

Segera diambil amplop yang tergeletak pasrah di lantai kamarnya. Dibuka dan diambil isinya.

'Astaga banyak sekali!' Gumamnya begitu melihat, ada lima lembar uang kertas berwarna merah di dalam amplop tersebut.

Segera ia mengambil ponsel dari saku celananya.

Tuut

Tuut

Tuut

Panggilan terhubung, namun belum diangkat oleh sang gadis.

Tak menyerah, ia tetap menghubungi Nilam.

Baru saat dering ke tiga, Nilam mengangkatnya.

"Halo mas Bas, maaf Nilam baru selesai mandi." Suara dari seberang.

"Nilam, kenapa banyak sekali kamu kasi mas uang?"

Suaranya terdengar gusar.

"Kan Nilam udah bilang, Nilam bagi rejeki sama mas. Kebetulan, bulan lalu Nilam dapat bonus yang lumayan. Bukan cuman mas Bas kok yang Nilam kasi. Nilam juga bagi sama Damar, juga sama ponakan yang lain."

"Tapi ini terlalu banyak Nilam ... Mas gak enak. Mas gak pernah kasih kamu apa-apa."

"Udah ... Itu rejeki untuk mas Bas. Diterima ya, kalau gak Nilam sedih nanti." Gadis itu merayu seperti ia merayu sang kakak, agar keinginannya dituruti.

"Kalau hari ini mas gak butuh, simpan saja. Siapa tahu besok ada kepentingan mendadak kan? Biar ada uang untuk jaga-jaga. Maaf mas, bukan Nilam menghina mas Bas, kata bapak mas lagi sepi kerjaannya ya?" Suara lembut gadis itu begitu menentramkan bagi Baskara.

Ingin rasanya ia berlama-lama mendengar suara itu. Bahkan bila disuruh setiap hari untuk mengantar dan menjemput Nilam, dia pasti akan menyanggupi.

"Mas, mas Bas!" Suara Nilam kembali terdengar.

Baskara yang tadi sempat melamun, hampir saja menjatuhkan ponselnya.

"Ah i ya Nilam."

"Mas ketiduran ya? Ya sudah Nilam tutup dulu ya. Mas istirahat dulu. Cape pasti kan habis PP antar Nilam."

"Ya, eh gak kok, mas gak cape." Baskara tergagap menjawab ucapan Nilam.

Terdengar tawa Nilam dari seberang, membuat Baskara menggaruk kepalanya karena malu.

"Ya sudah mas istirahat dulu ya. Kamu juga istirahat."

Tlup

Panggilan dimatikan oleh Baskara.

***

Nilam menajalani harinya seperti biasa. Setiap pagi, setelah ia selesai memasak dan mempersiapkan diri, ia akan berangkat ke tempat kerjanya dengan berjalan kaki. Jarak yang dekat antara kostan dan tempat kerja, membuat ia tidak harus mengeluarkan biaya lebih banyak untuk menyewa angkutan umum.

"Pagi ..." Sapanya pada teman-teman yang ditemuinya.

"Pagi nak Nilam," Sapa seorang bapak yang bekerja sebagai tukang panggul.

"Pagi pak, sudah gak sakit lagi punggungnya?" Sapanya ramah.

"Sudah nak, obat yang nak Nilam berikan sangat ampuh. Bapak sudah menyimpan kulitnya, biar nanti bapak gampang nyarinya di warung." Bapak tukang panggul itu dengan semangat bercerita.

Nilam tersenyum.

"Nanti kalau bapak butuh, bilang sama Nilam saja pak. Biar Nilam belikan. Itu gak ada di warung, harus beli di apotek." Ucapnya lagi.

"Ya sudah pak, Nilam masuk dulu ya. Udah ramai belum pak?" Tanyanya.

"Baru ada beberapa mobil pick up, sama satu truk muatan full." Jawab laki-laki paruh baya itu.

"Semangat kerja ya pak," Nilam yang ceria selalu membawa aura positif untuk orang di sekitarnya.

Awal Agustus, biasanya para petani mulai panen cengkeh. Biasanya bulan tersebut, barang yang keluar masuk akan sangat padat. Bahkan puncak panen, saat bulan September kadang-kadang mobil pengangkut cengkeh akan menginap di sana. Karena antrian yang panjang.

Waktu beranjak siang, saat mobil pembawa barang sudah mulai berkurang. Tepat jam makan siang, sudah tidak ada lagi antrian masuk ke gudang. Nilam sudah selesai mengecek nota, memisahkan nota sesuai dengan jenis dan kelas barang yang masuk. Agar nanti memudahkan menghitung uang yang keluar.

"Lam, kamu bawa bekal? Tanya temannya. Seorang gadis sebaya dirinya bernama Amanda yang menjadi partnernya di bagian kasir.

"Bawa. Kamu?"

"Aku lagi gak masak. Mau beli ajalah. Kamu ada mau nitip?"

"Beli Boba aja 1 ya, rasa matcha."

"Ok. Tunggu aku ya, jangan makan duluan." Perintah Amanda.

Kemudian gadis itu berlalu tanpa menunggu jawaban dari Nilam.

"Nih buat kamu." Seorang pria tampan menyodorkan pepper bag pada Nilam yang tengah duduk santai di pinggir sebuah kolam ikan.

"Mas," Gadis itu terperanjat kaget. Pasalnya, laki-laki itu adalah anak dari bosnya. Mereka menjalani hubungan diam-diam selama enam bulan terakhir.

"Lagi nunggu Amanda ya?" Laki-laki bernama Pandu Wijaya itu duduk di samping sang kekasih.

"Mas, jangan duduk di sini. Nanti dilihat orang." Nilam takut sendiri.

"Biarkan saja, sampai kapan kita menyembunyikan hubungan ini?"

Nilam sontak saja merasa panik. Ia belum siap.

Belum sanggup menghadapi kenyataan kalau ternyata dirinya ditolak.

Terpopuler

Comments

AdindaRa

AdindaRa

Secangkir kopi mendarat biar makin semangat kak

2022-12-07

0

Rini Antika

Rini Antika

semangat terus Kak, sudah aku masukin Favorit jg

2022-11-09

1

Rini Antika

Rini Antika

Astagfirullah

2022-11-09

1

lihat semua
Episodes
1 BAB 1
2 BAB 2
3 BAB 3
4 BAB 4
5 BAB 5
6 BAB 6
7 BAB 7
8 BAB 8
9 BAB 9
10 BAB 10
11 BAB 11
12 BAB 12
13 BAB 13
14 BAB 14
15 BAB 15
16 BAB 16
17 BAB 17
18 BAB 18
19 BAB 19
20 BAB 20
21 BAB 21
22 BAB 22
23 BAB 23
24 BAB 24
25 BAB 25
26 BAB 26
27 BAB 27
28 BAB 28
29 BAB 29
30 BAB 30
31 BAB 31
32 BAB 32
33 BAB 33
34 BAB 34
35 BAB 35
36 BAB 36
37 BAB 37
38 BAB 38
39 BAB 39
40 BAB 40
41 BAB 41
42 BAB 42
43 BAB 43
44 BAB 44
45 BAB 45
46 BAB 46
47 BAB 47
48 BAB 48
49 BAB 49
50 BAB 50
51 BAB 51
52 BAB 52
53 BAB 53
54 BAB 54
55 BAB 55
56 BAB 56
57 BAB 57
58 BAB 58
59 BAB 59
60 BAB 60
61 BAB 61
62 BAB 62
63 BAB 63
64 BAB 64
65 BAB 65
66 BAB 66
67 BAB 67
68 BAB 68
69 BAB 69
70 BAB 70
71 BAB 71
72 BAB 72
73 BAB 73
74 BAB 74
75 BAB 75
76 BAB 76
77 BAB 77
78 BAB 78
79 BAB 79
80 BAB 80
81 BAB 81
82 BAB 82
83 BAB 83
84 BAB 84
85 BAB 85
86 BAB 86
87 BAB 87
88 BAB 88
89 BAB 89
90 BAB 90
91 BAB 91
92 BAB 92
93 BAB 93
94 BAB 94
95 BAB 95
96 BAB 96
97 BAB 97
98 BAB 98
99 BAB 99
100 BAB 100
101 BAB 101
102 BAB 102
103 BAB 103
104 104
105 BAB 105
106 BB 106
107 BAB 107
108 BAB 108
109 BAB 109
110 BAB 110
111 BAB 111
112 112
113 BAB 113
114 BAB 114
115 BAB 115
116 BAB 116
117 BAB 117
118 BAB 118
119 BAB 119
120 BAB 120
121 BAB 121
122 BAB 122
123 BAB 123
124 BAB 124
125 BAB 125
126 BAB 126
127 BAB 127
128 BAB 128
129 BAB 129
130 BAB 130
131 BAB 131
132 BAB 132
133 BAB 133
134 BAB 134
135 BAB 135
136 BAB 136
137 BAB 137
138 BAB 138
139 BAB 139
140 BAB 140
141 BAB 141
142 BAB 142
143 BAB 143
144 BAB 144
145 BAB 145
146 BAB 146
147 BAB 147
148 BAB 148
149 BAB 149
150 BAB 150
151 BAB 151
152 BAB 152
153 BAB 153
154 BAB 154
155 BAB 155
156 BAB 156
157 BAB 157
158 BAB 158
159 BAB 159
160 BAB 160
161 BAB 161
162 BAB 162
163 BAB 163
164 BAB 164
165 BAB 165
166 BAB 166
Episodes

Updated 166 Episodes

1
BAB 1
2
BAB 2
3
BAB 3
4
BAB 4
5
BAB 5
6
BAB 6
7
BAB 7
8
BAB 8
9
BAB 9
10
BAB 10
11
BAB 11
12
BAB 12
13
BAB 13
14
BAB 14
15
BAB 15
16
BAB 16
17
BAB 17
18
BAB 18
19
BAB 19
20
BAB 20
21
BAB 21
22
BAB 22
23
BAB 23
24
BAB 24
25
BAB 25
26
BAB 26
27
BAB 27
28
BAB 28
29
BAB 29
30
BAB 30
31
BAB 31
32
BAB 32
33
BAB 33
34
BAB 34
35
BAB 35
36
BAB 36
37
BAB 37
38
BAB 38
39
BAB 39
40
BAB 40
41
BAB 41
42
BAB 42
43
BAB 43
44
BAB 44
45
BAB 45
46
BAB 46
47
BAB 47
48
BAB 48
49
BAB 49
50
BAB 50
51
BAB 51
52
BAB 52
53
BAB 53
54
BAB 54
55
BAB 55
56
BAB 56
57
BAB 57
58
BAB 58
59
BAB 59
60
BAB 60
61
BAB 61
62
BAB 62
63
BAB 63
64
BAB 64
65
BAB 65
66
BAB 66
67
BAB 67
68
BAB 68
69
BAB 69
70
BAB 70
71
BAB 71
72
BAB 72
73
BAB 73
74
BAB 74
75
BAB 75
76
BAB 76
77
BAB 77
78
BAB 78
79
BAB 79
80
BAB 80
81
BAB 81
82
BAB 82
83
BAB 83
84
BAB 84
85
BAB 85
86
BAB 86
87
BAB 87
88
BAB 88
89
BAB 89
90
BAB 90
91
BAB 91
92
BAB 92
93
BAB 93
94
BAB 94
95
BAB 95
96
BAB 96
97
BAB 97
98
BAB 98
99
BAB 99
100
BAB 100
101
BAB 101
102
BAB 102
103
BAB 103
104
104
105
BAB 105
106
BB 106
107
BAB 107
108
BAB 108
109
BAB 109
110
BAB 110
111
BAB 111
112
112
113
BAB 113
114
BAB 114
115
BAB 115
116
BAB 116
117
BAB 117
118
BAB 118
119
BAB 119
120
BAB 120
121
BAB 121
122
BAB 122
123
BAB 123
124
BAB 124
125
BAB 125
126
BAB 126
127
BAB 127
128
BAB 128
129
BAB 129
130
BAB 130
131
BAB 131
132
BAB 132
133
BAB 133
134
BAB 134
135
BAB 135
136
BAB 136
137
BAB 137
138
BAB 138
139
BAB 139
140
BAB 140
141
BAB 141
142
BAB 142
143
BAB 143
144
BAB 144
145
BAB 145
146
BAB 146
147
BAB 147
148
BAB 148
149
BAB 149
150
BAB 150
151
BAB 151
152
BAB 152
153
BAB 153
154
BAB 154
155
BAB 155
156
BAB 156
157
BAB 157
158
BAB 158
159
BAB 159
160
BAB 160
161
BAB 161
162
BAB 162
163
BAB 163
164
BAB 164
165
BAB 165
166
BAB 166

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!