Keindahan yang Harus Diabadikan

"Liat yang Maran gambar!"

Maran menunjukkan hasil gambar miliknya pada Taya.

Taya membungkuk menatap gambar itu.

"Apa ini?" tanya Taya saat tidak melihat apapun di kertas putih yang Maran acungkan dengan tinggi itu.

Maran menari kembali tangannya, menatap kertas yang sempat ia acungkan tadi.

"Ah! Maran salah kertas," ujarnya sambil tersenyum.

Tangannya mengambil kertas lainnya, kemudian menunjukkannya kembali pada Taya.

Dapat ia lihat seorang gadis kecil dengan pakaian baletnya menari di atas sebuah bulan sabit.

Mata Taya berbinar melihat gambar yang Maran buat.

"Pak guru nyuruh buat gambar impian kita saat udah besar nanti. Jadi Maran gambar ini." Taya terdiam sejenak, sebuah fakta yaang baru ia ketahui.

Selama ini Maran tidak pernah mengatakannya apa impian yang anak itu punya.

"Maran mau jadi balerina?"

Maran mengangguk dengan antusias, membalikkan kertas miliknya dan menatapnya dengan tabjuk.

"Aku mau jadi balerina, mereka keren, menari dengan baju yang indah. Kakak aku pengen tampil dihadapan banyak orang dengan lampu sorot yang hanya mengarah kepadaku."

Maran tersenyum dengan lebar.

"Bisakah aku menjadi seperti ini," ujarnya menunjukkan gambar itu kembali.

Taya mengangguk sebagai jawaban.

"Jika Maran bersungguh-sungguh dengan mimpi Maran. Kakak yakin, Maran pasti bisa menjadi Balerina hebat."

***

"Bang, lusa gue mau bawa Taya maen."

"Gak!"

Bir mendatarkan wajahnya saat satu kalimat itu terucap. Menarik kursi dan duduk dihadapan laki-laki di depannya.

"Kenapa? pelit banget lo!" ujar Bir kesal. Ia menarik kaleng soda yang akan di minum oleh Jean. Berusaha membuat laki-laki itu hanya fokus kepadanya.

"Pulang sana!"

Bir menjatuhkan kepalanya dengan kasar ke atas meja.

"Gue pulang asal lo izinin gue bawa Taya maen!"

"Gak!"

Bir menghembuskan napasnya kasar. Ia kesal saat ini!

"Kenapa!" jeritnya bahkan membuat membuat Taya dan Maran yang berada di ruang televisi berbalik menatap mereka.

Bir mengangkat tangannya membuat gestur bahwa ia tidak apa-apa. Bibirnya tersenyum dengan kerutan disekitar mata bulatnya.

"Karena dia indah."

Bie berhenti melambaikan tangannya. Kepalanya menoleh menatap Jean dengan mata tajam.

"Gue gak suka, memikirkan akan ada banyak orang yang liat dia," ujar Jean meminum kembali soda miliknya yang Bir ambil tadi.

"Lo bilang, lo gak cinta sama Taya."

Jean terkekeh, ia menyimpan soda miliknya. Memutarnya menunjuk sebuah tulisan kecil yang berada di kaleng soda itu.

"Tulisan ini indah, dan apakah gue mencintainya?"

Bir berdecak, merebut kaleng soda itu dan meminum semua isi yang tersisa.

"Jeano dan kegilaannya atas keindahan!" ujar Bir menekan, kata; kegilaannya.

"Terserah."

Bir mengacak-ngacak rambutnya. Matanya beralih menatap sebuah pintu dengan nama Emerland's Room.

"Lo izinin gue buat bawa Taya maen atau gue dobrak pintu ruangan rahasia lo itu," ancam Bir menunjuk ruangan yang ia perhatikan sedari tadi.

"Gue bunuh lo, kalau sampai ngelakuin hal itu."

Bir tersenyum miring saat mendapatkan ancaman itu.

"Et! gue masih punya papa!"

***

Taya turun dari mobil milik Jean. Matanya tidak sengaja menatap seorang perempuan yang baru saja turun dari mobil. Kanil, perempuan ini tersenyum. Namun bukan kepadanya, tetapi kepada Jean orang yang berada di sampingnya kini. 

Melirik sejenak, ia melangkahkan kakinya meninggalkan keduanya. 

Dapat Taya rasakan berbagai tatapan mengarah ke kepadanya namun ia mencoba hiraukan itu semua. Taya menghembuskan napasnya kasar. Kepalanya kian menunduk saat ia merasakan keberadaan seseorang di depannya. 

"Woy ini gue!" 

Kepala Taya mendongak saat ia mengenal suara seseorang di depannya itu. 

"Kenapa nunduk, mubazir kalau kecantikan lo engak lo pertontonkan!" 

Shaka, seorang laki-laki yang entah mengapa akhir-akhir ini selalu membututinya seperti benalu. Taya memundurkan langkahnya saat tangan laki-laki itu mencoba merangkulnya. Dengan menatap Shaka dengan datar, Taya melewati laki-laki itu. Ia tidak ingin berurusan dengan Jean karena mengetahui ia bersentuhan dengan laki-laki lain. 

"Hei jangan sombong-sombong nanti lo jatuh cinta sama gue!" teriak Shaka. Semua orang di koridor menatap laki-laki itu. Dan bahkan, ada yang secara terang-terangan bilang; apa bagusnya cewe murahan itu. 

Shaka yang mendengar membalikkan badannya menatap orang yang berbicara tersebut. 

"Ye, sirik ya? gak cantik?" 

Sedangkan dari ujung koridor Bir menatap laki-laki teman sekelasnya dengan wajah jijik. Tangannya memegang sebuah kotak susu, dengan satu tangan lainnya mengenggam sebuah ponsel. 

"Temen lo tuh Bir." Seseorang dari arah belakang merangkulnya. 

Bir menoleh dan menatap orang itu dengan datar. 

"Gue gak pernah nganggap tuh manusia temen," ujar Bir menarik tangan orang itu dari bahunya dengan kasar. 

"Gebetan?" 

"Gue bunuh lo!" 

Dan suara gelak tawa terdengar. Bir melangkahkan kakinya, menjauhi orang dengan name tag Anggor Casaren  Viuviren, nama yang aneh memang! 

"Et, sensi banget lo." Anggor menarik tangan Bir agar anak itu tidak menjauhinya. 

"Gimana rencana lo bawa Taya?" tanya Anggor berjalan di samping Bir. 

Mendengar pertanyaan itu akhirnya keluar dari mulut Anggor membuat senyum Bir terlihat. 

"Berhasil! gue bakal buktiin bahwa gue gak boong!" 

***

Taya menatap air kolam di depannya, jam sudah menunjukkan pukul tiga sore. Namun ia masih betah berada di area kolam renang. Setelah kelas olahraga tadi, Taya memutuskan untuk lebih lama berdiam diri di kolam. Di sampingnya ada Bir. Anak itu baru saja mengganti baju sekolahnya dengan baju renang.

Taya menghembuskan napasnya saat ia merasakan Bir semakin mendekatinya.

"Lo tau? bang Jean udah ngizinin lo buat maen sama gue," ujar Bir dengan semangat. Anak itu menurunkan kakinya ke kolam renang dan mengayunkannya.

"Hah, senangnya hati ini. Besok, pulang sekolah lo pulang bareng gue, oke! Kita salonan dandan yang cantik."

Taya kembali menghembuskan napasnya saat mendengar suara Bir menggema.

Di kolam renang kini hanya ada mereka berdua.

Byur!

Bir menjatuhkan tubuhnya ke kolam renang.

"Ayo lomba!" teriaknya dari tengah kolam.

Taya masih terdiam, melihat Bir yang berenang ke garis star.

"TAYA AYO!" jeritnya.

Taya memejamkan matanya saat gelombang bunyi itu mengusik telinga terdalamnya.

Dengan terpaksa ia menjaatuhkan dirinya ke kolam dan berenang menghampiri Bir yang beraada di garis star.

Ceklek!

Suara pintu dibuka.

Jean orang baru saja membuka pintu. Matanya menatap lurus kedua perempuan yang berada di ujung kolam.

Melangkahkan kakinya Jean menutup kembali pintu, dan berjalan menuju sebuah kursi yang berada di sekitar pinggir kolam.

Ditangannya membawa sebuah kamera, menduduki kursi. Jean mengangkat Kameranya dan memotret kedua perempuan yang tengah asik dengan acara lomba renangnya, atau lebih tepatnya ia hanya memotret Taya.

"Yeah, i know. Gue yang akan menang."

Bir yang menjadi orang pertama berada di ujung kolam.

Bir menatap kedepan, melihat bagaimana fokusnya Jean memotret Taya.

Bir mendatarkan ekspresinya, ia keluar dari kolam dan duduk di samping Jean.

"Nga-"

"Diem di situ! lo basah!"

Berdecak dengan bola mata memutar, ingin rasanya Bir melempar kamera itu ke kolaam.

"Lo ngapain?" tanya Bir. Meski ia sudah tau apa yang dilakukan kakanya itu. Namun sungguh, jawaban yang kakaknya berikan akan membuat kalian takjub, dan menyetujui pernyataan bahwa kakaknya itu sedikit gila.

"Mengabadikan keindahan dalam sebuah gambar."

Nah kan!

Bie berdiri menghalangi lensa itu memotret Taya.

"Tubuh gue juga indah, kenapa gak poto gue juga," ujar Bir berpose seksi.

Jean menurunkan kameranya, matanya menatap sang adik dengan datar.

"Minggir atau gue tarik kembali izin gue!"

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!