Taya menoleh ke samping menatap Maran yang kini telah tertidur.
Tangannya mengambil sebuah ponsel yang tergeletak di atas maja nakas. Sebuah notifikasi pesan mengalihkan perhatiannya.
[Gue di luar.]
Mata Taya melebar, pesan itu diterima sekitar pukul sembilan malam, dan sekarang sudah hampir pukul sepuluh. Taya turun dari tempat tidur, mengambil ikat rambutnya, dan mengikatnya dengan asal, berlari menuju luar rumah.
Pintu ia buka dengan kencang, matanya melihat bayangan seorang laki-laki berdiri di depan pagar, namun tidak sendiri, ia melihat bayangan lain. Bayangan itu seperti seorang perempuan.
Taya menarik napasnya perlahan. Ya, setidaknya Jean tidak menunggunya dengan bosan. Dengan langkah pasti, Taya mendekati pagar dan membuka pagar tersebut.
Kedua orang di depannya menoleh, menatap Taya dengan tajam. Oh tidak, hanya perempuan di samping Jean yang melakukannya. Taya tersenyum kikuk, ia mengulum bibirnya, pertanda bahwa ia tidak menyukai tatapan mata dari perempuan di samping Jean itu.
Namun sayang, Taya tidak bisa menyuarakan rasa tidak sukanya pada perempuan itu.
Taya menghembuskan napasnya perlahan, dan baru mulutnya akan terbuka, Jean sudah lebih dulu membuka suara.
"Kenapa lama?"
Taya mengerjapkan matanya, ia menarik napasnya perlahan, mencari kata yang tepat untuk menjawab pertanyaan Jean.
Dan dapat Taya liat, laki-laki itu menghela napas, menoleh ke samping menatap perempuan yang berada di sampingnya itu.
"Thank you udah nemenin gue,"
Jean menoleh menatapnya.
"Gue udah ada dia, lo bisa pulang."
Taya mendongak, menatap perempuan di depannya dengan sedikit takut.
Kanila Vigorra adalah teman sekelasnya.
Mereka, Jean dan Kanil bisa dibilang sangat dekat, bahkan banyak yang bilang mereka sedang pendekatan saat ini.
"Lo belum pulang?" tanya Jean saat melihat Kanil yang masih berdiri menatap mereka.
Kanil berdeham.
"Kalau ada apa-apa lo bisa call gue," ujarnya sambil menatap Jean, yang dijawab Jean dengan anggukan.
"Oke bye."
Tanpa menunggu Kanil memasuki mobilnya, Jean sudah lebih dulu menyeret tangan Taya, untuk memasuki rumah.
"Pagarnya?" tanya Taya spontan, saat melihat pagar rumahnya masih terbuka.
Jean menoleh tanpa melepaskan genggaman tangannya pada Taya, dan tanpa memberhentikan langkah kakinya.
"Apa pagar sangat penting dari pada perut gue yang kelaparan ini?"
Taya bungkam, ia mengikuti kemana arah Jean membawanya, tanpa ingin protes jika tangannya cukup nyeri.
"Buatin gue makan!"
Taya mengangguk dan berjalan ke dapur.
"Kakak ga-"
"Kakak?" Taya mengerjapkan matanya. Hah, dia salah berbicara.
"Gue bukan kakak lo."
"Kamu gak mau mandi dulu?" tanya Taya, bukan tanpa alasan, bau asap rokok yang menempel pada tubuh laki-laki itu sedikit menganggu indra penciumannya.
Jean menautkan alisnya, ia mengangkat tangannya untuk mencium bau dari tubuhnya sendiri.
Berdiri dan melangkahkan kakinya menuju kamar.
"Maran tidur?"
Taya menoleh dan mengangguk.
Terlihat Jean sudah menghilang dari pandangan matanya, memasuki kamar tempat Maran tidur.
"Liat, anak kita sangat lucu."
Taya terdiam kemudian terkekeh, kalimat itu selalu Jean ucapkan saat bertemu dengan Maran, entah untuk apa, namun ia sedikit tersentuh dengan itu.
Namun tidak lama sudut bibir itu turun membentuk garis lurus.
Dan, entah mengapa perlakuan Jean kepada Maran terkadang membuatnya iri. Laki-laki itu begitu lembut pada Maran, bahkan selalu menomor satu kan Maran.
Semenjak kehadiran Maran diantara mereka Jean menjadi sedikit lebih manusiawi.
Taya menggeleng pelan, kepalanya menunduk, dan menghembuskan napasnya sedikit kasar. Tidak seharusnya ia iri kepada anak kecil. Dan juga Maran sangat layak mendapatkan perhatian itu, Maran masih kecil dan tentu membutuhkannya. Dan Taya bersyukur Jean menyukai Maran.
Taya kembali fokus dengan alat-alat masaknya. Saat ini ia tengah membuat sup.
Setelah berhasil memotong semua sayuran yang ia butuhkan Taya memasukkan pada sebuah panci yang telah ia siapkan tadi. Memberi penyedap rasa dan menunggu sup itu matang.
Dan yang Taya lakukan hanya berdiam, ia bingung harus melakukan apa, jadi saat ini ia hanya diam sambil menatap panci di depannya.
Entah berapa lama ia terdiam sampai aroma sabun mengenai penciumannya. Dapat Taya rasakan tetesan air mengenai bahunya serta sebuah tangan memeluknya dari belakang.
"Apa sudah siap?"
Taya menahan napasnya saat hembusan napas Jean terasa di lehernya. Memberikan efek kesemutan pada seluruh tubuhnya.
Kepala Taya menunduk, menatap tangan yang memeluknya erat. Ingin rasanya Taya menggenggam tangan itu tapi Jean tidak akan menyukainya.
Taya hanya diperintahkan untuk diam bagaikan anak anjing yang baik.
Rasa cinta yang Taya miliki untuk Jean saat ini, benar-benar membuatnya berada di titik tidak tau bagaimana cara menjalani hidup.
"Sebentar lagi," jawab Taya seadanya.
"Apa kamu memakai sampo Maran? Taya dapat mencium aroma strawberry dari tubuh laki-laki di belakangnya itu.
"Ya, gue suka aromanya."
Tangan Jean memeluknya lebih erat.
"Lo bisa menyentuhnya."
"Ya?"
Tubuh Taya menegang, dapat ia rasakan ibu jari Jean yang bergerak mengelus perut Taya yang masih lengkap dangan pakaiannya.
"Tidak perlu mengelak." Bisikan Jean pada telinganya tepat membuat perutnya bergejolak.
Menghembuskan napasnya perlahan. Taya menggenggam tangan yang berada di perut dan melepaskannya. Tubuhnya berbalik menatap Jean yang hanya memakai handuk untuk menutupi daerah privasinya.
"Cuaca saat ini sangat tidak baik, segera lah berpakaian hangat, atau nanti kamu akan sakit," ujar Taya lembut. Tangan yang menggenggam tangan Jean ia lepaskan, kakinya mundur hingga kini ia bersandar.
Dapat ia lihat senyuman kecil pada bibir merah muda milik laki-laki dihadapannya. Mengangguk pelan dan kemudian melangkah menjauhi Taya. Dan sepertinya Jean berada di dalam mood yang cukup baik saat ini.
****
"Gue liat tulisan lo."
Saat ini mereka telah berada di meja makan. Menyantap makanan yang Taya buat tadi.
Taya mengeratkan pegangannya pada sendok.
Matanya melirik, menatap Jean yang tampak fokus dengan makanan serta ponsel yang berada di genggamannya.
"Apa lo punya blog, atau semacamnya?"
Taya menggeleng sebagai jawaban.
"Tidak," jawab Taya cepat saat mengingat laki-laki itu tidak berbicara sambil menatapnya.
Terdengar kekehan dari seberang sana membuat Taya mau tidak mau mengangkat kepalanya menatap Jean tepat pada mata laki-laki itu.
"Lo nulis tentang gue disana."
Taya mengatupkan bibirnya, ia bingung harus menjawab apa.
"Untuk apa?"
Taya tau saat ini Jean memiliki pikiran yang negatif kepadanya. Meneguk ludahnya, ia menyalahkan kebodohan yang ia lakukan. Ia lupa menyimpan kembali buku tulisannya pada laci bawah tempat tidur Maran.
"Hanya mengabadikan momen dalam sebuah tulisan," jawab Taya dan kembali menikmati makananya yang sempat tertunda.
"Itu sama kayak kamu mengabadikan tubuh aku dalam bentuk lukisan."
Terdengar kekehan tajam dari Jean.
"Gue butuh lo-"
"Seekarang."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 17 Episodes
Comments
anggita
mampir jempol 👍like aja.
2022-12-04
1