Klien dan Partner

Taya berjalan di belakang Jean, mengikuti laki-laki itu dengan memberi jarak antar keduanya.

Tangannya mendorong troli. Saat ini mereka tengah berada di salah satu mini market dekat dengan apartemen Jean.

Setelah tadi mereka sarapan, Jean membelokkan mobilnya memasuki area mini market.

"Ambil kebutuhan lo sama Maran," ujar Jean di depannya. Laki-laki itu membungkuk mengambil sebuah snak yang berada di rak paling bawah.

Taya hanya mengangguk sebagai jawaban. Matanya menjelajah setiap rak, dengan otak yang memikirkan kebutuhan apa yang harus ia beli.

Saat tengah sibuk dengan melihat-lihat rak di depannya. Taya dikagetkan dengan sebuah tangan yang memegang bahunya pelan.

Kepalanya menoleh, menatap seorang wanita cantik dengan riasan wajah tipis, rambut terikat ke atas dengan sudut bibir yang tertarik ke atas menatap Taya dengan sebuah senyuman yang menawan.

"Halo, pacarnya Bero ya?" ujarnya sebagai salam membuka.

Kelapa Taya ia miringkan saat mendengar nama yang familiar keluar dari mulut wanita cantik di sampingnya itu.

Belum sempat, bibirnya terbuka wanita itu sudah berjalan mendekati Jean.

"Oh! Hei Bero, kita ketemu lagi."

Wanita cantik itu melambaikan tangannya kepada Jean. Melangkah dan memberi pelukan singkat pada tubuh Jean. Dan sepertinya Jean tidak terganggu dengan itu.

Taya hanya terdiam melihat keduanya dari belakang. Mereka tampak akrab mengobrol.

"Sayang!"

Taya menoleh kembali ke belakang. Dapat ia lihat seorang pria menghampiri mereka, dengan jas abu yang melekat pada tubuhnya di pasangkan dengan celana bahan dengan warna yang senada. kemeja putih dengan dua kancing atas di biarkan terbuka, ada kesan nakal dari cara berpakaian pria itu.

"Oh hai, my partner."

Pria itu melangkah melewati Taya menghampiri sang wanita dan Jean.

"Sebuah kebetulan bisa ketemu lo disini, semalem kemana gak datang?" Pria itu merangkul bahu Jean erat.

Taya berdiri seperti orang bodoh diantara perkumpulan manusia jenius. Tangannya memegang erat troly, bingung harus bersikap bagaimana.

"Gue sibuk," jawab Jean singkat, mata laki-laki itu melirik kepada Taya, membuat atensi pria di sampingnnya itu beralih.

"Oh! pacar lo Bero?" Tunjuk pria itu menghampiri Taya.

"Halo gue Gerfin patner pacar lo-"

Pria itu tiba-tiba memajukan wajahnya, membuat Taya reflek memundurkan langkahnya.

"Dalam kegilaan," lanjutnya kemudian tersenyum manis.

"Kamu membuatnya takut sayang," ujar wanita yang berada di belakang pria itu.

Taya berdehem, matanya menatap Jean memberitahu bahwa ia kurang nyaman dengan temannya itu. Namun, laki-laki tampak tidak peduli, dan kembali fokus dengan snak di bawah rak.

"Tidak perlu takut."

Taya kembali tersetak saat tangannya di tarik tiba-tiba.

"Kenalin, aku Navella, klien pacar kamu."

Taya membuka mata sedikit lebih lebar saat mendengar kata klien dari wanita di depannya.

"Tapi tenang saja, dia tidak pernah macam-macam, hanya cekrek, cekrek," ujar Navella mengangkat tangannya dan membuat gestur tangan kamera menyala.

Taya mengulum bibirnya dan tersenyum dengan canggung.

"Sayang! sepertinya kita akan terlambat jika tidak berangkat sekarang juga." Pria bernama Gerfin itu membuka suaranya.

"Ah! Benar!"

Tangan Navellla terangkat menepuk-nepuk pelan bahu Taya.

"Sampai ketemu lagi!"

"Hei patner gue duluan, ya!" Gerfin mengangkat tangannya melambai pada Jean.

"Bye Bero!" Begitu pun dengan Navella.

Dan hening. Taya melirik ke arah Jean melalui ekor matanya.

"Cepet ambil kebutuhan lo, gue mau jemput Maran."

***

Taya duduk di kursi, matanya menatap pintu apartemen menunggu Jean dan Maran kembali.

Melirik jam dinding, ia menghela napas. Tadinya ia ingin ikut, namun laki-laki itu tidak mengijinkannya dengan dalih ia harus memasak untuk makan siang. Dan makanan itu telah siap saat ini.

Taya berdecak, berdiam diri di apartemen Jean cukup membuatnya bosan. Jika ia berada dirumah, banyak yang bisa ia lakukan. Seperti membereskan rumah, menulis, atau hanya sekedar menyapa tetangga yang lewat di depan rumahnya.

Taya menoleh dengan cepat saat mendengar suara tombol di tekan. Ia menegakkan tubuhnya, menunggu orang di luar sana membuka pintu dengan senyuman lebar.

Ceklek!

"Kenapa?"

Sudut bibir Taya turun membentuk garis lurus saat tau yang datang bukan Jean bersama Maran, tetapi Bir.

Bir terkekeh melihat perubahan ekspresi yang Taya lakukan.

"Kecewa banget lo, ternyata yang datang gue bukan Jean."

Bir melangkahkan kakinya mendekati meja, melempar tas serta dasi miliknya. Kakinya ia angkat, dengan tangan yang memegang remote, menyalakan televisi.

Taya kembali melirik jam dinding, memastikan bahwa saat ini belum waktunya jam pulang sekolah.

"Kamu bolos?" tanya Taya. Perempuan itu kembali melangkahkan kakinya menuju kursi pantry.

Bir perempuan yang Taya tanya mengangkat tangannya.

"Bisa dibilang seperti itu."

"Oh!"

Bir tiba-tiba menolehkan kepalanya kebelakang, menatap Taya dengan mata yang berkilau.

"Lo mau temenin gue gak?" ujarnya dengan sudut bibir ke atas.

Taya menatap Bir dengan penasaran. Ia dan Bir tidak cukup dekat meski ia memiki hubungan dengan kakak perempuan itu.

Dan Bir, saat di sekolah cendrung cuek dan tidak terlalu suka bersosialisasi. Mengapa Taya tau, karena mereka berada di ekstrakulikuler yang sama yaitu renang.

"Kamu punya teman," jawab Taya sebagai penolakan. Bukan apa-apa ia cenderung tidak nyaman jalan bersama orang yang tidak ia kenal dengan dekat. Ya meski di bilang ia hanya dekat dengan Jean dan Maran.

Bir memajukan bibirnya, pertanda bahwa ia tidak suka dengan jawaban Taya.

"Kalau gue punya teman buat diajak gue gak bakal ngajak lo." Bir berdiri, melangkah kakinya mendekati Taya dan duduk di samping perempuan itu.

"Lo takut gak diijinin sama bang Jean? Tenang, gue yang minta ijin buat lo. Okey, temenin gue ya." Mata Bir berkedip beberapa kali menatap Taya dengan memohon.

"Kemana?"

"Klub!"

Mata Taya melebar, ingin rasanya perempuan itu menyadarkan Bir, dengan menjitak kepalanya. Namun, ia tidak mempunyai keberanian itu.

"Kamu belum dewasa," ujar Taya pada akhirnya dengan suara pelan.

Sama seperti kakaknya, Bir memiliki kepribadian yang berbeda saat di dalam sekolah dan di luar sekolah.

Anak itu akan menatapnya tajam, seolah ingin menerkamnya. Namun, pada saat di dalam rumah mata bagaikan harimau itu berubah menjadi mata kucing yang menggemaskan. Taya selalu berpikir apakah kakak beradik itu memiliki kepribadian ganda.

"Gue gak nerima petuah. Oke lo mau, oke deal!" Bir mengambil tangan Taya dan menggoyang-goyang kannya dengan cepat. Pertanda bahwa negosiasi ini berakhir dengan Bir sebagai pemenang.

"Dan sekarang mari kita pikirkan bagaimana cara meminta ijin pada bapak harimau," gumam Bir. Perempuan itu melangkahkan kakinya kembali ke kursi depan televisi. Merebahkan tubuhnya disana dengan ponsel yang ia angkat setinggi mungkin.

Ceklek!

"ABANG!"

"Ngapain lo disini!"

"Kak Bir!"

Ya suara mereka saling bersautan.

Terpopuler

Comments

anggita

anggita

ditiap novel selalu sama.. bukak pintu,, cekleek✌

2022-12-04

2

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!