Seketika dunia Aurel runtuh! Tubuhnya terasa limbung, air matanya sudah menganak sungai, Aurel terduduk lemas dengan bersimpuh.
"Tidak! Itu tidak mungkin Makcik. Bunda saya masih hidup, Bunda tidak mungkin pergi meninggalkan saya! Makcik katakan jika itu tidak benar! Hiks.... Bundaa......!" Teriak gadis itu histeris
"Tenanglah Nona, Makcik turut berdukacita atas meninggalnya Ibunda, Nona Aurel," Makcik Leha mendekap tubuh Aurel yang begitu terguncang.
Entah berapa lama Aurel menangis, ia ingin sekali pulang saat itu juga, tetapi apalah daya dirinya dibawah tekanan Arsen tentu saja pria itu tak mengizinkan.
Malam sudah semakin larut, Aurel duduk di balkon kamar utama, pikirannya begitu gelisah dan kacau, semangat hidup tak lagi ia miliki. Apa yang harus dia pertahankan? Masa depannya telah hancur, Bunda sudah tiada.
Kembali air matanya tumpah ruah, rasanya air mata itu sudah hampir kering namun, sesak di dadanya tak kunjung hilang. Mata sayu dan sembab itu menatap langit hitam kelam tanpa cahaya bintang satupun seakan menggambarkan hatinya saat itu.
"Bunda, kenapa tinggalkan aku? Maafkan aku Bun, maaf jika aku sudah menjadi anak tak berguna! Hiks... Bunda, bawa aku pergi, aku tidak ingin lagi hidup aku ingin ikut Bunda!"
Gadis itu bergumam sendiri dengan tangis menghiba. Aurel duduk menekuk kedua lututnya dan menyembunyikan wajahnya disana dengan Isak yang membuat tubuh berguncang.
Pukul 00.30, Arsen baru pulang ia membuka pintu kamar namun, ia menemukan isi ruangan itu seperti kapal pecah, membuat matanya sakit.
Apa yang terjadi? siapa yang berani membuat kamar Tuan kejam itu berantakan, berani sekali orang itu!
Arsen berjalan cepat menelisik seluruh ruangan itu, ia melihat pintu balkon terbuka. Pria itu segera menuju kasana untuk melihat siapa orang yang berani mengacak kamar pribadinya. Rasanya mustahil istri kecilnya itu yang melakukan.
Namun saat ia menilik tak lain dan tak ada selain Aurel yang masih terduduk sembari menangis dan racauannya terdengar begitu lirih.
Arsen menatap heran dan tak percaya, namun dia juga sedikit heran. Apakah gerangan yang terjadi? Kenapa wanita itu begitu berani, dan kenapa dia menangis sampai begitu miris.
"Apa yang sudah kau lakukan?!" Bentak Pria itu yang membuat Aurel sedikit terkejut namun, seketika wajah wanita itu berubah datar dan dingin.
"Apakah kau tak mempunyai telinga? Apa yang telah kau lakukan? Berani sekali kau mengacak kamarku!!" Kembali Arsen meninggikan suaranya karena kesal tak mendapat jawaban dari istri kecilnya itu.
Aurel menatap Arsen penuh amarah, Aurel sudah tak seperti gadis remaja lagi, sikapnya yang biasa lembut dan ramah pada siapapun namun, kini ia berubah bak singa lapar yang siap menerkam mangsanya.
"Kenapa jika aku berani? Kau tidak percaya Tuan kejam? Hahahaha... Apakah kau tidak percaya, hmm?" Gadis itu bicara seakan tak menyadari dengan siapa dia berhadapan.
Plaakkk! Plaakkk!
Dua kali tamparan mendarat di pipi wanita itu kembali. Aurel seperti tidak merasakan apa-apa. Entahlah, apakah wanita itu sudah kebal atau hatinya yang telah kebas.
"Kenapa berhenti? Hanya segitu kemampuanmu? Dasar lelaki lak nat! Kejam! Dengar Tuan yang berkuasa! Sampai matipun aku tidak akan pernah memaafkan dirimu!"
"Tutup mulutmu itu!! Berani sekali kau padaku sekarang! Akan kuberi kau pelajaran, lebih baik kau mati saja...!"
Arsen menarik rambut Aurel dengan kasar untuk menuruni anak tangga, namun wanita itu bergeming seakan tak merasakan sakit di tubuhnya.
"Akan kuberikan kau pada singa peliharaanku!" Racau Pria itu sembari menyeret Aurel menuju pintu bawah tanah.
Setibanya di ruang bawah tanah, Aurel melihat sebuah kandang yang dihuni sepasang singa. Tampak piaraannya itu menghadap kepadanya.
Arsen mendorong tubuh Aurel hingga menyentuh terali besi itu. "Lihatlah! Apakah kau ingin aku masukkan kedalam penjara ini untuk menjadi santapan mereka. Hah?!!" Pria itu begitu murka.
"Hahahaha..... Kau kira aku takut Pria tak mempunyai hati! Ya, aku memang menginginkan Kematian itu saat ini juga! Ayo buka pintunya!" Gadis itu benar-benar menginginkan kematiannya.
"Baiklah, jika kau menginginkan itu, selamat menikmati hari kematianmu!" Arsen bersiap untuk membuka kandang singa namun, niatnya urung saat suara Makcik Leha terdengar keras.
"Cukup Tuan!! Jangan lakukan itu kat Nona Aurel, jangan sakiti dia lagi, dah cukup buat die menderita segala tingkah awak tu! pempuan tu buat macam tu karana ulah awak, Karana awak dah buat Mak die meningga! sekarang awak nak bunuh dia lagi! dimane letak hati nurani awak tu?!!"
Kata-kata Makcik Leha membuat Arsen tak percaya dengan kenyataan. Rasa bersalah melipir di hati kecilnya, Namun hatinya yang keras tak mau mengakui.
Pria itu beranjak dan meninggalkan mereka. Sementara itu Aurel hanya diam, tatapannya kosong, tak ada lagi gairah hidupnya.
"Jom, Makcik ubat luka Nona," ucap wanita tua itu membimbing Aurel keluar dari ruang bawah tanah.
***
Sementara itu Arsen duduk di balkon dengan perasaan yang kacau. Hatinya merasa gundah gulana, ada rasa bersalah menghantuinya.
Ternyata itu yang membuat istri kontraknya itu berubah menjadi seekor ular kobra. Arsen menyadari kesalahannya Yang telah membuat ibu wanita itu meninggal, seharusnya dia telah mengirimkan uang itu sejak semula agar nyawa sang Ibu mertuanya selamat.
"Haaahhh!!!!" Arsen meremat rambutnya dengan kasar dalam keputusasaan.
Terngiang di telinga, ucapan gadis itu yang begitu murka dan tak akan pernah memaafkannya. Entah kenapa hatinya merasa sakit.
"Tidak! Aku tidak boleh bawa perasaan. Jika ibunya meninggal itu sudah ajalnya, bukan kesalahanku! Persetan dengan itu semua!" Ucapnya mencoba menghibur diri sendiri agar tak larut dalam kesalahan.
Di kamar tamu lantai satu, Makcik Leha baru saja selesai mengobati luka bibir Aurel yang berdarah karena tamparan keras Arsen.
"Nona ingin makan? Makcik ambik makan ya! Tadi Makcik masak sedap buat Nona," bujuk wanita paruh baya itu.
"Tidak Makcik, saya hanya ingin tidur, saya lelah Makcik. Saya ingin ikut Bunda. Hiks..." Kembali tangis Aurel pecah.
"Ssshh... Tenanglah Nona, janganlah terlalu berduka, Makcik disini untuk Nona, tak perlu sungkan, anggaplah Makcik ni bagai Mak sendiri, Makcik sayang kat Nona Aurel," ucap wanita baya itu juga ikut menangis.
Aurel mendekap tubuh Makcik Leha dengan erat seakan ia merasa mendekap tubuh sang Bunda. Tak ada kata yang keluar selain Isak tangisnya.
Setelah lelah menangis akhirnya gadis berumur delapan belas tahun itu meringkuk di atas ranjang, ia tidur dengan membawa luka hatinya. Rindu yang begitu dalam, berharap bunda hadir dalam mimpinya walau sesaat.
Sementara itu Arsen tak dapat memicingkan matanya walau sejenak, perasaan gelisah masih menyeruak dalam hati dan pikiran. Pria itu tak tahu harus berbuat apa.
Bersambung....
Semoga masih berkenan dengan cerita ini ya☺️ jangan lupa tinggalkan jejak 🙏🤗
Happy reading 🥰
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 93 Episodes
Comments
Helen Nirawan
lu cowo ato banci hah ,bs ny nyakitin cewe ,gk usah merasa hebat,merasa bangga ,kampret,cowo model gini ,gw racunin jg lu ,iisshh
2024-01-22
1
ria aja
😭😭😭
2023-03-11
0
Defi
nyesek, yang sabar Aurel 😭😭..
penyesalan kamu sudah terlambat Arsen
2022-11-13
0