Satu jam perjalanan mereka lalui dalam keheningan, akhirnya tiba juga di rumah mungil yang kini jadi tempat tinggal mereka.
Ini bukan pertama kalinya Senja datang ke sini, sebelumnya Senja pernah berniat untuk datang ke sini membantu Bara membereskan rumah mereka. Namun, Bara menolaknya dengan dalih sudah dibersihkan. Tapi bukan Senja namanya kalau dia bisa menerima penolakan begitu saja.
Setelah Bara memutuskan untuk menikahi Senja, gadis itu selalu meributkan masalah rumah ini. Yah, maksudnya ribut untuk membersihkan, membereskan dan membujuk Bara agar Senja diperbolehkan mengatur rumah ini. Hingga akhirnya Bara menyerah untuk menghalangi Senja datang ke rumah ini.
Meski Bara mengizinkan Senja datang, tetapi Senja tidak berani memberi ide untuk menata rumah ini, nanti dikira ngelunjak, pikir Senja saat itu.
Bara mengeluarkan barang-barang bawaan mereka, lalu membawa masuk barangnya sendiri. Lagi, Senja ditinggal tanpa ada niat Bara membantu membawakan barang milik Senja.
Senja mencebik kesal, "Pengantin baru macam apa ini? Istrinya masa dicuekin?" gerutu Senja kesal. Sementara Bara memutuskan untuk pura-pura tidak mendengar ucapan Senja.
Walau bibirnya menggerutu, tetapi tangan Senja tetap menggeret koper dan barangnya ke dalam rumah mereka.
Senja terkikik geli dalam hatinya, kata rumah "mereka" sungguh membuat perut Senja bagai dikocok saking senangnya. Dengan wajah sumringah, Senja masuk ke dalam rumah kecil Bara, barang-barangnya masih sedikit bahkan hampir tidak ada.
Ruang tamunya belum terisi apapun, sedangkan masuk sedikit ke ruang tengah baru terpasang TV saja, di area dapur hanya ada meja makan dan sedikit peralatan memasak. Memang belum pernah ditempati, bisik Senja pelan.
Bara berdiri di samping Senja sambil menyandarkan dirinya di dinding dekat pintu kamarnya.
"Belum ada isinya, kamu bisa ngatur sendiri, bisa digimanain ini rumah" ujar Bara sembari tangannya memijat pelan pangkal lehernya yang terasa pegal.
Senja menoleh kaget, matanya hampir keluar, rahangnya hampir lepas saking senangnya mendengar ucapan Bara barusan.
"Hah? Yang bener Mas? Senja boleh menata rumah ini? tanya Senja sumringah. Matanya memandangi seluruh penjuru rumah, satu persatu ide mulai muncul di dalam pikirannya. Kini pikirannya sibuk memikirkan apa saja yang diperlukan untuk rumah ini. Rasanya dia baru saja mendapatkan pengukuhan sebagai nyonya rumah.
Bara tersenyum mengejek melihat reaksi Senja, "Iya yang penting kamu harus tau, aku suka rumah yang keliatan lapang dan gak norak karena terlalu banyak perabotan gak penting"
Senja menoleh ke arah Bara, "Cih, emangnya Mas Bara pikir selera Senja apaan?" agak kesal dalam hatinya. Bara nggak usah meragukan selera Senja, sudah pasti selera Senja selalu update dan kekinian.
Bara menghela nafas malas mendengar protes dari bibir Senja, "Yaudah kamu pikiran aja sendiri apa yang mesti dibeli, nanti kasih tau aku dan kasih aku rinciannya" papar Bara santai.
Senja mengangguk paham. Kalau soal belanja dan mencari harga terbaik dengan kualitas terbaik, itu sudah menjadi keahlian Senja.
Melihat Senja yang sudah paham apa yang diucapkan Bara, pria itu kemudian masuk ke dalam salah satu kamar sambil membawa barangnya. Dengan polosnya, Senja mengikuti Bara masuk sambil menggeret kopernya juga.
"Ngapain kamu masuk?" Bara menaikkan satu alisnya.
Senja berhenti di tempatnya, bahkan kopernya saja belum masuk sepenuhnya ke dalam kamar mereka.
"Loh? Kok ngapain? Ya Senja mau masuk lah"
Bara berjalan mendekat ke arah Senja, sambil tersenyum lalu tangan kanannya memegang gagang koper Senja. Senyum di wajah Senja terbit melihat Bara akhirnya berinisiatif membawakan barangnya.
Bukannya membawakan koper Senja masuk ke dalam, dia malah menyeret koper Senja keluar kamar menuju kamar di sebelahnya.
Senja menelan ludahnya, jangan bilang kalau Mas Bara mau...
"Kamar kamu di sini, bukan di kamarku" Bara menggosokkan kedua telapak tangannya lalu berjalan keluar dengan wajah senang, setelah membawa koper Senja masuk ke kamar satunya lagi.
Bara memang suami yang berinisiatif tinggi, hingga ia tanpa diminta langsung berinisiatif membawa koper Senja ke kamar yang lain.
Senja mendelik kesal.
"Mas Bara! Kok Senja malah tidur di sini? Senja kan istri Mas Bara kenapa tidurnya misah?" protes Senja.
Bara berkacak pinggang di depan Senja lalu mendekatkan wajahnya, "Coba deh kamu bayangin, kamu mesti tidur sama Bramantyo. Perasaan kamu gimana coba?" Bara mencoba menjelaskan situasi yang dirasakan Bara dari sudut pandangnya.
Bramantyo adalah sepupu mereka, dan dia sangat dekat dengan Senja dari kecil. Bayangkan saja, kalian harus tidur dengan sepupu kalian sendiri, yang selama ini kalian anggap saudara.
Senja mencoba membayangkan dirinya tidur dengan sepupunya itu, tidak lama Senja mulai merasa merinding membayangkannya.
Senja menatap Bara sambil menggigit bibirnya sebal, "Tapi kan..." Senja mencoba protes. Tapi mencoba memahami perasaan Bara yang melihat Senja sama seperti Senja melihat Bramantyo.
Bara tersenyum "Kamu ngerti kan apa yang aku rasain?" tanya Bara sembari menaik turunkan alisnya.
"Terus ngapain kita nikah kalo gitu?" Senja tidak mau kalah.
"Kamu kan udah janji mau kasih aku kesempatan untuk membuka diri secara perlahan" Bara mencoba lagi mengingatkan Senja akan hasil diskusi mereka sebelum Bara menikahi Senja.
Pikir Bara saat itu adalah, setelah mereka menikah mungkin cara pandang Bara terhadap Senja bisa berubah. Namun sampai saat ini, cara pandang Bara masih belum berubah. Bara melihat Senja masih seperti kemarin dan biasanya. Sepupu kecilnya.
Senja menarik nafasnya, mencoba mencari kata-kata untuk mendebat Bara. Namun ia urungkan, karena memang Senja tidak tau bagaimana cara mendebatnya.
Dari awal memang Senja setuju untuk memberikan Bara waktu agar pria itu bisa melihatnya sebagai wanita dan bukannya adik sepupu tiri.
Melihat Senja paham akan situasi saat ini, Bara ngeloyor pergi dari kamar Senja lalu masuk ke dalam kamarnya sendiri.
Sepeninggal Bara, Senja menghentakkan kakinya lalu berjalan mendekat ke kasur miliknya. Kamar Senja tidak sebesar kamar milik Bara, meski saat ini belum terisi barang-barang tapi layak untuk dipakai tidur.
Senja duduk kemudian mulai mengeluarkan pakaiannya dari dalam koper dan menyusunnya ke dalam lemari.
Senja mengingat bagaimana dulu dia bertemu dengan Bara. Dulu saat Bunda dan Ayahnya menikah, saat itu Senja masih duduk di kelas lima SD. Mamah Bara tidak lain adalah sepupu Bunda Senja, jadilah saat Bunda dan Ayahnya menikah, Mamah Bara datang bersama keluarganya termasuk Bara yang saat itu sudah kuliah.
Setelah itu, mereka memang cukup sering bertemu. Di saat lebaran misalnya atau disaat ada acara keluarga besar Bundanya Senja mereka pasti bertemu.
Pernah ada kejadian saat arisan keluarga besar Bunda di salah satu rumah saudara, Senja dikejar-kejar angsa hingga teriakannya terdengar ke dalam rumah. Saat itu Bara langsung menolong Senja, hingga Bara juga akhirnya ikut jadi sasaran angsa.
Hahaha, Senja tertawa dalam hati. Dari situ, Senja mulai diam-diam jatuh cinta pada Bara, tidak ada yang tau selain Senja. Senja selalu berharap suatu saat ada keajaiban dan Bara bisa melihat Senja.
Saat Bara lulus kuliah, Senja mulai melihat jarak yang jauh di antara mereka. Bara yang mulai dewasa dibandingkan dengan Senja yang masih SMP.
Ditambah lagi saat kuliah, Senja mengetahui kalau Bara memiliki teman dekat yang bernama Maharani. Senja berharap agar dia bisa langsung tumbuh dewasa hingga bisa sepadan dengan Bara. Namun apa daya, Senja hanya anak SMP.
Tapi akhirnya Senja menemukan cara agar dia cepat menyusul Bara. Saat SMP dia mengambil akselerasi hingga dia hanya menghabiskan dua tahun di sekolahnya. Begitu juga saat SMA, Senja mengambil akselerasi hingga saat kuliah Senja berjuang mati-matian agar bisa tamat dalam waktu tiga tahun setengah saja. Senja bukan anak yang sangat pintar hingga ia bisa menyelesaikan semua sekolah dalam waktu singkat. Senja hanya belajar keras dan bekerja keras.
Perjuangan Senja tidak sia-sia, karena akhirnya dia bisa menyelesaikan kuliahnya di usia sembilan belas setengah tahun.
Senja juga kembali mengingat perjanjian antara dirinya dan Bara. Memang, Senja dan Bara menikah bukan karena dijodohkan dari kecil atau apalah. Tapi tentu saja ada sedikit paksaan dari Mamahnya Bara hingga akhirnya Bara setuju menikahi Senja.
Bara bersedia menikah dengan Senja, dengan syarat mereka akan langsung tinggal di rumah yang sudah dicicil oleh Bara setelah menikah dan mereka tidak akan melakukan hubungan suami istri selain dengan alasan cinta.
Bara memang bukan lelaki yang taat agama, namun Bara menghormati wanita karena itu dia tidak mau menyentuh wanita manapun sebelum mereka menikah dan saling mencintai. Terdengar klise memang, namun Bara juga memikirkan bagaimana perasaan Senja jika dia hanya dijadikan pelampiasan nafsu Bara semata.
Senja tersadar dari lamunannya saat mendengar bunyi pesan masuk dari handphonenya. Pesan dari Laras, teman dekatnya saat kuliah. Senja sudah lulus kuliah, tapi temannya ini malah belum lulus juga karena mengulang semester
Senja tersenyum membaca makian Laras, sahabatnya ini sebenarnya sudah tau bakal tidak terjadi apa-apa saat malam pertama tadi, dasar Laras pura-pura bego buat mancing Senja cerita.
Nina melihat jam di ponselnya, sudah pukul 17.30 sore. Bara sudah terdiam di kamarnya sejak pukul tiga sore tadi.
Perut Senja mulai kelaparan, dengan menyandang status sebagai pengantin baru dan istri dari Bara, Senja berinisiatif untuk menyiapkan makan malam untuk mereka.
Senja keluar dari kamarnya, berjalan menuju dapur dan melihat-lihat apa yang bisa dimasak Senja. Membuka kulkas, masih belum ada isi sama sekali. Senja manyun, membuka-buka kitchen set, Senja tidak menemukan apapun selain piring dan sebagainya. Tidak ada minyak goreng, garam, gula dan lain-lainnya.
"Nyari apa?"
Senja kaget, kemudian membalikkan badannya dan melihat Bara sudah berdiri ganteng dan segar seperti baru selesai mandi. Senja menelan ludahnya. Ini beneran suami Senja tapi gak boleh diapa-apain nih? curhat Senja dalam hatinya.
"Senja laper, tapi gak ada apa-apa, emang Mas Bara gak laper?" tanya Senja.
"Malam ini kita makan di luar aja, kamu mau ganti baju lagi atau langsung aja?" ujar Bara. Memindai penampilan Senja yang masih memakai pakaian yang tadi.
Senja menggelengkan kepalanya, "Senja siap-siap dulu ganti baju. Mas Bara tunggu dulu ya" pungkas Senja yang sudah secepat kilat melesat dari dapur menuju kamarnya.
Bara terhenyak melihat Senja yang langsung melesat saat diajak keluar. Tidak butuh waktu lama untuk mereka sampai di mall tujuan.
"Mas Bara, kita makan disitu aja yaa. Senja suka tuh makan itu" bujuk Senja pada Bara saat mereka sudah berada di mall yang tidak jauh dari rumah mereka.
Bara mengangguk cuek, sedari tadi dia risih dengan tingkah Senja yang menggelayut nempel seperti koala. Saat Bara berusaha melepaskan tangannya dari Senja, Senja langsung merajuk dan memasang tampang sedih. Buat Bara susah aja!
"Udah gak bobo bareng, masa sekarang gandengan juga gak boleh"
Kira-kira tadi begitulah rajuk Senja, yang langsung membuat Bara panik takut didengar orang. Dasar anak manja, dikit-dikit merajuk! Huh, rasanya pengen Bara tinggal di tempat penitipan anak aja.
****
*bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 45 Episodes
Comments
Chandra
lucu liat sikapnya si senja..
2022-11-12
1