Satu minggu berlalu, Argantara yang sudah bersiap-siap untuk pergi ke restorannya, melangkah turun menghampiri sang Ibu yang sudah menunggu di meja makan. "Selamat pagi, Bu. Kok pagi-pagi mukanya di tekuk seperti itu." Dia duduk di hadapan sang ibu sambil meraih sepotong roti.
"Sudah satu minggu sejak adik kamu menikah tapi dia belum pernah datang ke sini. Mama telepon juga tidak di angkat." Miska menghela napas pelan kemudian meneguk teh di cangkirnya.
"Ma, aku pikir keputusan menikahkan dia secepat ini adalah keputusan yang kurang tepat. Mama tahu sendiri sikap Arfan seperti apa."
"Terus apa kamu mau adik kamu terus bergonta-ganti wanita tidak jelas? Dari pada dia berbuat zina lebih baik menikah saja, tentunya wanita yang tepat untuk mendampingi adikmu adalah pilihan Mama."
Argantara menghentikan aktivitas makannya lalu kembali menatap sang Ibu. "Apakah ada jaminan Arfan memperlakukan istrinya dengan baik? Bukannya yang harus menikah dengan Arfan itu adalah wanita yang bernama Karita?"
"Ibu juga tidak tahu bagaimana, tiba-tiba Hendri menyodorkan anak keduanya. Tapi Ibu tidak perduli, Hendri meminjam uang dengan jumlah besar kepada Ibu, jadi anggap saja ini cara di membalas budi." Tatapan penuh selidik kini tergambar jelas dari wajah Miska. "Kamu kenapa sih, sepertinya perduli sekali dengan Karina?"
"Karena dia ...." Argantara menahan ucapannya. Dia rasa tidak perlu menceritakan bahwa Karina adalah adik kelasnya saat bersekolah di Surabaya dan mereka sempat menjalin kasih hingga akhirnya pupus ketika Argantara lulus dan harus kembali ke Jakarta. Ya, dulu dia tinggal diluar kota bersama neneknya, sementara adik dan Ibunya di Jakarta.
Argantara mencoba untuk mengatur napas kemudian kembali melihat sang Ibu. "Karena dia adalah seorang wanita. Sementara Arfan pria tempramental. Aku hanya tidak mau adikku menyakiti orang tak bersalah."
"Kamu tenang saja, Mama yakin Arfan akan menepati janjinya untuk menjadi laki-laki yang bertanggungjawab." Dengan santai, Miska melenggang pergi meninggalkan ruangan tersebut.
***
Setelah satu minggu terpuruk, hari ini Karina mulai beraktivitas seperti semula. Dia pun berencana untuk pergi mengunjungi butik. Di depan meja rias, dia mencoba untuk menutupi bagian memar di wajahnya akibat ulah brutal Arfan.
Tidak lama, ponselnya bergetar tanda pesan masuk. Ekspresi wajah Karina berubah sendu saat membaca pesan itu, seolah benar-benar tidak ada jalan keluar untuk dia mengakhiri pernikahan ini.
Pesan itu dikirim langsung oleh Ayahnya yang mengatakan bahwa, saat ini bisnis sang ayah sudah mulai berjalan lagi dan itu semua berkat kebaikan Ibu mertuanya yang telah berinvestasi dalam jumlah besar.
Tanpa membalas pesan tersebut, Karina segera beranjak keluar dari kamar. Disaat bersamaan, Arfan baru saja masuk. Ya, pria itu baru saja pulang setelah semalaman tidak tahu pergi kemana.
Karina mencoba untuk acuh dan tidak lagi mencampuri urusan sang suami, karena jika dia bertanya, Arfan akan menjawabnya dengan pukulan dan tamparan.
"Kamu mau ke mana pagi-pagi?" tanya Arfan sambil terus melangkah, hingga akhirnya berhenti di hadapan Karina.
"Aku mau kembali bekerja di butikku. Terus mencoba menjadi istri yang baik nyatanya hanya sia-sia. Setidaknya aku harus mencari uang agar bisa membayar semua hutang ayahku kepada keluargamu."
Arfan tertawa kecil saat mendengar ucapan Karina. "Astaga, besar sekali ya nyalimu? Kira-kira berapa lama kamu bisa mengumpulkan uang sepuluh milyar yang dipinjamkan Ibuku?" Arfan menggerakkan tangannya menepuk pundak Karina. "Selamat mencoba ya. Tapi ingat selama kamu terikat denganku, tutup mulutmu."
Karina hanya bisa mencengkram erat kedua tangannya. Dia tidak boleh goyah hanya karena ucapan kasar selalu di dengar dari pria seperti Arfan. Dengan tertatih-tatih, dia melangkah keluar dari unit apartemen itu.
***
Saat ini Karina sedang dalam perjalanan menuju butik dengan menggunakan taksi karena mobil yang biasa dia pakai ikut di bawa kabur sang Kakak.
"Pak, berhenti sebentar di apotik depan sana ya."
"Baik, Mbak."
Supir taksi itu segera menepikan mobil saat sampai di depan apotik. Karina segera turun, dia ingin membeli perban untuk menutupi luka memar di bagian pergelangan tangannya.
Setelah selesai, dia melangkah keluar namun tanpa sengaja menabrak seseorang karena melangkah terlalu terburu-buru. Alhasil perban yang dia beli jatuh ke lantai.
"Maaf saya jalan ti--" ucapannya terhenti ketika melihat ternyata orang yang dia tabrak adalah, Argantara. "Mas Arga?" Karina segera memungut barangnya yang terjatuh kelantai. "Ehm, maaf saya harus ke butik sekarang."
"Tunggu sebentar." Argantara menghadang langkah Karina yang hendak pergi. "Apa kita bisa bicara sebentar? Restoranku di dekat sini. Ayolah, ini masih pagi dan aku rasa kamu belum sarapan, iya 'kan?"
Karina terdiam sebentar, menatap pria di hadapannya dengan perasaan bingung. Dia tidak tahu harus mengambil sikap seperti apa, jika menghindar, pasti Argantara akan curiga kepadanya. "Emm, baiklah. Jika memang ada hal penting yang ingin dibicarakan."
***
Di sebuah restoran bertema western, Karina duduk sambil terus menggedarkan pandangan, melihat ke sekeliling tempat yang begitu estetik. Dia tidak pernah menyangka jika cita-cita Argantara untuk menjaga juru masak dan memiliki restoran, benar-benar terwujud.
"Bagaimana restoranku, bagus?" Argantara datang dengan dua piring spaghetti carbonara dan juga jus.
"Ya, bagus sekali. Ternyata mimpi itu benar-benar terwujud di ...." Karina mengentikan ucapannya, dia merasa tidak perlu membahas kisah masalalu. "Maksudku, restoran ini sangat bagus."
Argantara duduk di hadapan Karina. "Kamu masih mengingat cita-citaku ternyata. Aku juga tidak menyangka anak kelas satu jurusan IPA yang dulu begitu manja kini menjadi seorang desainer dan mempunyai butik sendiri."
"Sebenarnya apa yang mau Mas Arga bicarakan?" Karina mencoba untuk mengalihkan pembicaraan, dia merasa kurang nyaman jika Argantara kembali mengulik kisah lama.
Argantara menyodorkan piring berisi spaghetti kehadapan Karina. "Makanlah. Aku hanya ingin kamu bersikap lebih santai dan jangan menghindariku. Aku tahu dulu sempat membuatmu kecewa tetapi sekarang walau bagaimanapun, kita keluarga sekarang."
Argantara meneguk jus buah miliknya hingga tersisa setengah. Setelah itu dia kembali melihat kearah Karina yang mulai mencicipi spaghetti buatannya. Namun tiba-tiba matanya memicing tajam saat melihat luka memar dibagian pergelangan tangan Karina.
"Ehm, bagaimana dengan hubungan dan Arfan, lancar? Mama tadi bertanya kenapa kalian tidak pernah berkunjung ke rumah," sahut Argantara.
"Te-tentu saja, mas Arfan adalah pria yang baik dan bertanggung jawab, kami masih dalam proses menyesuaikan diri sekarang. Tolong bilan ke Mama hari minggu nanti kami akan kesana," jawab Karina yang tetap mencoba terlihat baik-baik saja.
"Lalu luka apa yang ada dipergelangan tanganmu itu?" selidik Argantara yang masih penasaran.
Segera saja Karina menyembunyikan bagian tangannya, dia sampai lupa jika mempunyai luka tersebut. "Ah ini ... terbentur, di tembok saat aku hampir jatuh dikamar mandi. Untung saja bukan kepalaku yang terbentur."
Argantara terdiam sebentar. Dia tahu Karina pasti berbohong kepadanya. Namun Argantara tidak mau membuat Karina merasa tidak nyaman jika menahas hal itu.
"Berikan nomor ponselmu. Karena Arfan susah untuk dihubungi setidaknya jika Mama bertanya aku bisa menghubungimu." Argantara menyondonrkan ponselnya kehadapan Karina.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 37 Episodes
Comments
Dara Muhtar
Lanjut Thor 💪👍
2023-01-25
0
🍾⃝ᴘᴀͩᴛᷞɴͧᴏᷠᴢͣ Aja
banyak2 up kak ditunggu lhoo
2022-11-03
1
manda_
lanjut thor semangat buat up lagi ya ditunggu thor aku suka
2022-11-03
2